Kamis, 27 Oktober 2016

Peringkat Kemudahan Bisnis RI Naik Jadi 91, Jokowi Belum Puas




Peringkat Kemudahan Bisnis RI Naik Jadi 91, Jokowi Belum Puas

Foto: Maikel Jefriando-detikFinance



Jakarta - Bank Dunia mencatat peringkat kemudahan memulai bisnis atau ease of doing business Indonesia di 2017 meningkat. Menurut data Bank Dunia, peringkat kemudahan memulai bisnis di Indonesia untuk 2017 naik 15 poin ke level 91 dari posisi 106 tahun ini.

Tapi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum puas atas hasil tersebut. Sebelumnya, Jokowi menargetkan peringkat kemudahan memulai bisnis di Indonesia pada 2017 nanti berada di posisi 40.

Demikianlah disampaikan oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (26/10/2016).

"Di 2016 ini kenaikannya sangat signifikan dibanding seluruh negara yang ada. Kita dianggap sebagai negara yang cepat karena peringkatnya tertinggi. Tapi sekali lagi bapak presiden tetap belum puas," jelas Pramono.

Pemerintah, kata Pramono akan terus mengejar agar peringkat kemudahan berbisnis di dalam negeri mencapai level yang lebih baik.

"Pada prinsipnya, Presiden masih terus mengejar kepada Menko perekonomian, Menkeu, BKPM dan menteri terkait untuk lebih memperbaiki hal ini. Karena belum mencapai sesuai arget yang diinginkan Presiden," paparnya.



Credit  detikFinance

Jokowi Belum Puas Soal Peringkat Kemudahan Bisnis RI, Ini Respons Kepala BKPM


Jokowi Belum Puas Soal Peringkat Kemudahan Bisnis RI, Ini Respons Kepala BKPM
Foto: Agung Pambudhy

Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum puas dengan ranking kemudahan berusaha atau ease of doing business yang dirilis oleh Bank Dunia. Walaupun sudah ada peningkatan peringkat yang cukup signifikan, dari peringkat 106 ke 91.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Thomas Lembong, memaklumi ketidakpuasan Presiden Jokowi, karena target yang ditetapkan sebelumnya adalah peringkat 40.

"Kita memang masih jauh sekali. Saya kira saat ini kita baru 5-10% dari yang seharusnya kita kerjakan," ujar Thomas di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (26/10/2016).

Menurut Thomas, melakukan perubahan dari sebuah tatanan yang sudah lama berjalan itu memang sulit. Maka dari itu, Bank Dunia sekalipun menempatkan Indonesia sebagai negara dengan perubahan paling besar di antara banyak negara lainnya.

"Ini lonjakan terbanyak dalam sejarah indeks EoDB (Ease of Doing Business) itu. Nggak pernah ada lonjakan 15 peringkat dalam 1 tahun, saya kira ini mencerminkan kerja nyata dan upaya-upaya deregulasi dari pemerintah," paparnya.

Terkait dengan target peringkat ke 40, Thomas menilai seluruh lini pemerintahan harus mampu bekerja lebih keras lagi dan terkoordinasi. Baik sesama Kementerian Lembaga maupun dengan pemerintah dan daerah.

"Ya kita harus genjot habis-habisan untuk mengejar ke situ," tegas Thomas.

Credit  detikFinance

Peringkat Kemudahan Bisnis RI Naik, Darmin: Negara Lain Lebih Cepat

Peringkat Kemudahan Bisnis RI Naik, Darmin: Negara Lain Lebih Cepat
Foto: Maikel Jefriando-detikFinance

Jakarta - Kemudahan berusaha atau ease of doing business di Indonesia mengalami perbaikan yang cukup signifikan dalam setahun terakhir. Namun Bank Dunia mencatat Indonesia hanya mampu naik 15 peringkat dari sebelumnya.

Alasannya memang karena negara lain juga melakukan perbaikan yang lebih cepat.

"Karena kita membaik, orang (negara) lain membaiknya lebih cepat lagi," kata Menko Perekonomian, Darmin Nasution, dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (26/10/2016).

Menurut data Bank Dunia, peringkat kemudahan untuk memulai bisnis di Indonesia pada 2017 berada di level 91. Naik 15 poin dari sebelumnya 106 di 2016.

Darmin menuturkan bahwa Indonesia masuk ke dalam 10 negara dengan perbaikan terbesar.

"Ada sejumlah negara yang mereka sebut sebagai top reformer, yang melakukan reform atau perbaikan yang paling tinggi. Itu mereka me-list ada 10 negara. Kita termasuk di antara yang paling tinggi diantara top reformer tersebut," terang Darmin.

Perbaikan yang dilakukan terjadi pada 7 indikator utama dari total 10 indikator. Sebanyak 3 indikator lainnya mengalami penurunan, yaitu permohonan izin konstruksi, perlindungan investor minoritas dan penyelesaian kepailitan.

"Indonesia berhasil melakukan perbaikan dari 7 dari total 10 indikator yang ada. Walaupun kenaikannya masing-masing-masing beda. Bahkan ada yang sedikit turun," pungkasnya.

Darmin menekankan, perbaikan tersebut membuktikan bahwa komitmen Pemerintah dalam menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif.

"Kemajuan yang dicapai saat ini merupakan cerminan komitmen pemerintah Indonesia untuk menciptakan iklim usaha lebih kompetitif dengan mempermudah memulai dan menjalankan usaha," tandasnya.


Credit  detikFinance

Peringkat Kemudahan Berusaha RI Naik, Sri Mulyani: Karena Penyederhanaan Izin

Peringkat Kemudahan Berusaha RI Naik, Sri Mulyani: Karena Penyederhanaan Izin
Foto: Ari Saputra


Jakarta - Bank Dunia mencatat peringkat kemudahan berbisnis atau ease of doing business Indonesia di 2017 meningkat. Menurut data Bank Dunia, peringkat kemudahan memulai bisnis di Indonesia untuk 2017 naik 15 tingkat ke posisi 91 dari sebelumnya di posisi 106.

Menteri Keuangan Sri Mulyani pun menanggapi positif hal tersebut. Menurutnya hal ini karena berbagai upaya penyederhanaan izin yang dilakukan pemerintah.

"Bagus karena berbagai perizinan dan berbagai reformasi yang dibuat pemerintah," ujar Sri Mulyani, usai rapat paripurna, di DPR, Jakarta Pusat, Rabu (26/10/2016).

Dengan semakin mudahnya perizinan, diharapkan banyak investor yang percaya dan berminat untuk berinvestasi di Indonesia.

"Insya Allah itu akan memberikan confidence dan menarik lebih banyak kepercayaan," kata Sri.

"Seperti hari ini tingkat kemudahan berbisnis kita positif kan bisa berharap bahwa sektor swasta melakukan peranan yang positif (investasi) menjadi pertumbuhan ekonomi. Jadi seimbang antara fiskal dengan non fiskal kalau dari sisi pertumbuhannya," imbuhnya.

Saat ini pemerintah sedang berupaya melakukan beberapa penyederhanaan izin dan regulasi. Salah satunya mengatur untuk kemudahan berinvestasi bagi pengusaha.


Credit  detikFinance