Hulu ledak tersebut meluncur dari Ural hingga ke Timur Jauh.
Objek 4202 rencananya akan
digunakan bersama misil strategis kelas berat Rusia generasi terbaru
RS-28 Sarmat yang direncanakan akan menggantikan RS-20V "Voyevoda" (kode
NATO: SS-18 "Satan").
Sumber: mil.ru
Uji coba dilakukan pada siang hari dari area dekat kota Yasny, Orenburg Oblast, di Ural selatan. Hulu ledak tersebut berhasil meluncur hingga lapangan uji coba Kura di Kamchatka, Timur Jauh Rusia. Dua lokasi ini berjarak sekitar 5.800 kilometer.
Sebagai perbandingan, jarak dari Sabang sampai Merauke jika ditarik garis lurus sekitar 5.100 kilometer.
Sejumlah negara saat ini tengah mengembangkan teknologi serupa. AS memiliki HTV-2, sebuah perangkat yang dikembangkan oleh DARPA dan telah melewati dua uji coba yang berlangsung sukses. Tiongkok memiliki teknologi hulu ledak yang sama bernama DF-ZF, yang menurut Beijing pertama kali diuji pada 2014 lalu. India juga mempelajari teknologi penerbangan hipersonik, tapi berbeda dengan negara-negara lain, mereka belum mengembangkan hulu ledak misil strategis.
Perangkat peluncur hipersonik (hypersonic glider vehicle/HGV) berbeda dari hulu ledak misil balistik konvensional karena mereka lintasan peluncuran mereka sebagian besar berada di lapisan stratosfer, bukan luar angkasa. Hal ini membuat perangkat memiliki jangkauan lebih jauh dan memungkinkan sistem antimisil lebih cepat bereaksi terhadap serangan.
Selain itu, HGV dapat melakukan manuver saat mendekati target dalam kecepatan tinggi, membuatnya sulit dicegat dan mustahil bisa ditangkis dengan teknologi roket yang ada saat ini.
Objek 4202 rencananya akan digunakan bersama misil strategis kelas berat Rusia generasi terbaru RS-28 Sarmat. Pakar militer memperkirakan bahwa perangkat canggih terbaru ini dapat mengangkut tiga buah HGV.
Uji coba peluncuran ini sempat dikaitkan dengan fenomena kemunculan cahaya hijau dan benda asing yang terbang di langit Siberia. Ada yang menduga hal tersebut ialah pesawat alien, namun sebagian menduga kilatan cahaya muncul dari peluncuran roket, meski belum ada bukti nyata terkait hal ini.
Credit RBTH Indonesia