Selasa, 25 Oktober 2016

AS Mengaku 'Restui' Pendekatan Filipina dengan China

 
AS Mengaku 'Restui' Pendekatan Filipina dengan China  
Presiden Filipina Rodrigo Duterte (kanan) dalam kunjungannya ke Beijing dan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping (kiri) telah mendeklarasikan perpisahan aliansinya bersama Amerika Serikat, seiring kesepakatan Filipina dengan China menyelesaikan sengketa Laut China Selatan melalui perundingan. (Reuters/Thomas Peter)
 
Jakarta, CB -- Amerika Serikat masih menganggap Filipina sebagai sekutu terpercaya di kawasan walaupun Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah menyatakan keinginannya untuk 'berpisah' dengan AS dan mendekatkan diri kepada China beberapa waktu lalu.

Wakil Menteri Luar Negeri AS untuk urusan Asia Timur dan Pasifik, Daniel Russel, bahkan menyatakan bahwa Amerika mendukung penuh negosiasi dan pendekatan hubungan antara Filipina dengan China.

Russel menyatakan bahwa kedekatan Filipina-China bukan berarti memadamkan aliansi AS-Filipina yang telah terbentuk sejak 1951 silam.

"Sebuah kesalahan ketika menganggap peningkatan hubungan antara Manila dan Beijing berarti mengorbankan hubungan Manila dengan Washington. Kami tidak ingin membuat negara harus memilih antara (berhubungan) dengan China atau AS," ujar Russel dalam kunjungannya ke Filipina seperti dikutip Reuters, Senin (24/10).

Russel merupakan pejabat tinggi AS pertama yang berkunjung ke Filipina semenjak Duterte mendeklarasikan 'perpisahan' Filipina dengan AS di Beijing pada Kamis pekan lalu.

Dalam kunjungannya ke Manila, Russel bertemu dengan Menteri Luar negeri Filipina Perfecto Yasay untuk meminta penjelasan terkait pernyataan kontroversial Duterte yang membuat ketidakpastian hubungan kedua negara.

Menurut Russel, pernyataan Duterte tersebut memunculkan kesan dan arah yang negatif, serta mencerminkan Filipina mulai menjauhi AS.

Walaupun AS masih menganggap Filipina sebagai sekutu terpercaya, Russel menyatakan kekhawatirannya akan kebijakan 'brutal' Duterte dalam memberantas narkoba. Pasalnya, sejak Duterte menjabat sebagai presiden pada akhir Juni lalu, setidaknya 3.000 terduga pengedar dan pecandu narkoba tewas tanpa menjalani pengadilan.

Russel berujar, AS mendukung kampanye Duterte terkait anti-narkoba di Manila, namun harus berdasarkan hukum yang tidak mengesampingkan HAM.

"Meningkatnya ketidakpastian terkait berbagai isu ini bisa berdampak buruk bagi bisnis di negara Asia Tenggara. Kawasan ini sangat kompetitif," kata Russel.

Sementara itu, Perfecto Yasay berupaya menjelaskan pernyataan "perpisahan" Duterte dengan menegaskan bahwa AS tetap menjadi "teman terdekat" Filipina.

Menurut Yasay, pernyataan Duterte hanya mencerminkan keinginan Filipina untuk melepaskan pola pikir dan sikap ketergantungan Filipina pada AS dengan menjalin hubungan yang lebih erat dengan negara lainnya di kawasan.

Duterte telah mendeklarasikan perpisahan aliansinya bersama Amerika Serikat di Beijing seiring kesepakatan Filipina dengan China menyelesaikan sengketa Laut China Selatan melalui perundingan.

"Dalam kesempatan ini saya umumkan perpisahan saya dengan AS, baik dalam segi militer dan ekonomi juga. Amerika sudah kalah," tutur Duterte dalam sebuah forum yang juga dihadiri oleh Wakil Perdana Menteri China Zhang Gaoli pekan lalu.

Pernyataan itu diutarakan Duterte dihadapan 200 pengusaha dalam kunjungannya selama empat hari di China. Pertemuan ini dilakukan Duterte sebagai pembuka jalan aliansi perdagangan baru antara Filipina dan Negeri Tirai Bambu itu, seiring dengan memburuknya hubungan aliansi dengan AS.





Credit  CNN Indonesia