Saat ini Menteri ESDM, Ignasius Jonan dan Wakilnya Arcandra Tahar masih menimbang payung hukum yang ideal untuk meloloskan relaksasi ekspor mineral dengan kondisi Undang-Undang No. 04/2009 Tentang Minerba.
"Kalau perpu (peraturan pengganti undang-undang) yang diterbitkan akan memberatkan Presiden (Joko Widodo)," ungkapnya usai diskusi bersama wartawan, di Kantor Kementerian ESDM, Rabu (26/10).
Asal tahu saja, rencana merevisi PP 01/2014 ini adalah wacana dari Luhut Binsar Pandjaitan sewaktu masih menjabat sebagai Pelaksan tugas (Plt) Menteri ESDM.
Terkait itu Arcandra mengatakan bahwa hilirisasi mineral masih harus dijalankan. Hanya saja dilihat dari kondisi yang ideal dari situasi dilapangan. "Karena kondisi di lapangan tidak semua mengikuti atau melaksanakan hilirisasi lewat pembangunan smelter. Itu kenyataannya. Nah bagaimana menyikapi ini?" ungkapnya.
Ia mengisahkan tahun 2014 sampai 2017, untuk mineral diperbolehkan mengekspor dengan syarat yang sudah ditetapkan. Salah satunya, bagi yang sudah bangun smelter maka akan dikenakan biaya keluar.
"2017 ini perlu kita kaji kembali apa solusinya. Salah satunya apa mungkin kita revisi UU Minerbanya, atau ada sasaran antara kita revisi PP 01/2014 nya. Hal ini yg kita kaji sehingga beri solusi bermanfaat baik bagi smelter juga bagi penambang maupun juga untuk menstabilkan harga," tandasnya.
Sementara Ketua Panja Minerba Komisi VII DPR, Syaikul Islam Ali menolak pemerintah apabila menerbitkan Perppu maupun RPP 01/2014. Pasalnya, hal itu tidak etis karena saat ini UU Minerba sedang dibahas di DPR.
"Tidak etis karena UU sedang dibahas, selain itu tidak ada keadaan luar biasa dimana biasa Perppu dikeluarkan. Yang paling bijak bersama DPR menyelesaikan UU secepatnya," tandasnya.
Pasalnya kedua aturan yang rencana akan diterbitkan, kata Syaikul, justru menciptakan ketidakpastian hukum. Sebab, belum ada yang mengetahui isi UU Minerba yang akan direvisi seperti apa.
Credit Kontan.co.id