Senin, 31 Oktober 2016

Cerita Pilu Dirut PTDI, Berjuang Selamatkan Perusahan dari Ancaman Bangkrut


Cerita Pilu Dirut PTDI, Berjuang Selamatkan Perusahan dari Ancaman Bangkrut
Foto: Eduardo Simorangkir


Jakarta - Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Budi Santoso, telah mengalami masa-masa sulit. Perusahaan pelat merah yang ia pimpin sempat dicap pailit hingga sulit berkembang.

Namun PTDI bisa bertahan dan terus beroperasi. Terutama setelah diberikan suntikan dana lewat Penyertaan Modal Negara (PMN).

Budi menjelaskan hal ini setelah dicecar oleh DPR mengenai dugaan denda keterlambatan salah satu proyek pemerintah. Budi dituduh bermasalah dalam mengelola kinerja keuangan PTDI oleh DPR

"Kalau mau dicari apa yang salah di kami memang banyak. Kami dipailitkan tahun 2007. Kami perusahaan yang tidak mempunyai modal saat itu. Kami tidak bisa meminjam uang modal kerja. Kalau dilihat saat kami diberikan PMN, kondisi jauh berubah," tutur dia saat rapat kerja dengan komisi VI DPR RI hari ini di Jakarta, Kamis (27/10/2016).

Ia bercerita bagaimana perusahaan sempat bangkrut di tahun 2012 karena sulit berkembang akibat banyaknya utang. Bahkan jajaran direksi sempat tidak digaji pada tahun tersebut.

"Tahun 2011 adalah saat yang paling berat bagi kami. 2012 bahkan direksi tidak digaji. Sebagai direksi, kami tidak punya keinginan apa-apa. Saya sudah di PTDI selama 9 tahun dan saya tetap harus bekerja untuk pengembangan perusahaan ini," katanya.

Sebagai informasi, PT DI telah menerima Penyertaan Modal Negara (PMN) sebanyak tiga kali sejak 2011. Yaitu Rp 1,18 triliun pada tahun 2011; Rp 1,4 triliun pada tahun 2012; dan Rp 400 miliar pada tahun 2015.

Meski PTDI telah berhasil melewati masa-masa sulit, Komisi VI DPR RI masih mempertanyakan kinerja direksi PTDI yang ditenggarai membawa perusahaan ke ambang kebangkrutan.

Hal ini terjadi lantaran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merilis hasil audit tahun 2015. Dalam audit itu ditemukan adanya denda keterlambatan pekerjaan pengadaan helikopter di TNI AL sebesar Rp 3,35 miliar.

Budi menjelaskan, PTDI telah melakukan pengiriman helikopter kepada TNI AL dalam waktu yang tepat. Hal ini kemudian menimbulkan tanda tanya oleh sejumlah anggota komisi VI DPR yang hadir dalam rapat kerja hari ini.

"Saya menilai direksi PTDI melakukan sesuatu yang salah dalam penjelasan. Pengiriman helikopter dikatakan tepat tapi audit BPK tahun 2015 ada denda keterlambatan," ujar anggota komisi VI DPR Iskandar dalam kesempatan yang sama.

Anggota komisi VI DPR Iskandar kemudian meminta keterbukaan kepada direksi PTDI mengenai hal ini.

"Kalau melihat kinerja keuangannya, saya pesimis untuk bisa hidup kembali. Kalau dilihat dari penggambaran, direksi ini sudah tidak layak lagi," tutur dia.

Anggota komisi VI DPR lainnya Nyoman Dhamantara juga menyatakan hal serupa.

"Kekhawatiran saya luar biasa saat Pak Dirut membela diri. Ada operasional cost tapi tidak dibenarkan. Ini negara bisa bubar, makanya hati-hati Pak Dirut, kita minta Kementerian BUMN untuk investigasi," ungkap Nyoman.






Credit  detikFinance