CB, Jakarta -
Sebuah sistem baru bernama HeroSurg yang dikembangkan bersama oleh para
peneliti Deakin University dan Harvard University dimaksudkan sebagai
robot bedah.
Tapi, ini bukan robot bedah biasa karena sistem baru itu menggunakan sistem umpan balik yang dapat merasakan sentuhan. Dengan demikian, pembedahan menggunakan robot ini lebih aman dan lebih teliti.
Dikutip dari newatlas.com pada Jumat (21/10/2016), bedah robotik adalah bedah yang menggunakan robot di bawah kendali manusia untuk melakukan tugas-tugas bedah yang rumit.
Salah satu contohnya adalah sistem robot da Vinci keluaran Intuitive Surgical. Alat itu terdiri dari sejumlah lengan robotik, konsol kendali, dan sistem pencitraan supaya dokter bedah mengetahui apa yang sedang berlangsung.
Pada 2008, profesor Suren Krishnan adalah dokter bedah pertama yang melakukan bedah telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) menggunakan sistem da Vinci. Profesor itu jugalah yang sekarang terlibat dalam tim pengembangan HeroSurg.
Sejak saat itu, telah ada beberapa terobosan dan perbaikan terhadap sistem da Vinci. Telah hadir juga beberapa robot yang dapat melakukan tugas-tugas secara mengesankan, misalnya pembedahan pada jantung yang sedang berdenyut atau penjahitan jejaring lunak.
Pada September lalu, para dokter bedah di University of Oxford mengumumkan keberhasilan penggunaan sistem Robotic Retinal Dissection Device (R2D2) untuk pembedahan rumit pada mata yang memerlukan ketelitian sub-milimeter--sesuatu yang tidak mungkin dilakukan tangan manusia.
Para peneliti Deakin University yakin bahwa HeroSurg dapat membantu dokter bedah dengan alat bantu yang diperlukan untuk tingkat pembedahan berikutnya, terutama karena sistem umpan balik haptik pada sistem tersebut.
Sensor-sensor merupakan bagian terintegrasi perangkat sehingga memungkinkan kekuatan yang dikirimkan oleh dokter bedah diukur saat itu juga, lalu menjadi umpan balik dalam bentuk getaran kepada tangan pengguna.
Karena bisa "merasa" dan melihat apa yang terjadi di meja bedah, manfaatnya tentu jelas dan lebih dari sekedar rasa percaya diri dokter bedah.
Menurut tim di belakan HeroSurg, sistem umpan balik memungkinkan para dokter untuk menyentuh jejaring tubuh manusia dan menentukan kekerasannya secara tepat.
Kemampuan membedakan kekerasan jaringan tersebut memungkinkan pengguna untuk membedakan jaringan normal dan abnormal, misalnya pada jaringan tumor.
Pembedaan kekerasan jaringan merupakan hal yang lazim dilakukan--dikenal sebagai palpasi--tapi dulunya belum mampu dilakukan oleh sistem bedah robotik.
Sistem yang baru juga mencakup kemampuan menghindari tabrakan karena sensor-sensor yang ditempatkan seputar sistem untuk memastikan bahwa lengan-lengan robotik dan meja bedah tidak saling bersinggungan agar perangkat tidak meleset dan melukai pasien.
Pengaturannya mencakup kemampuan pencitraan 3 dimensi dan rancangan konsol yang ergonomis demi kenyamanan pengguna agar tidak terganggu saat melakukan pembedahan.
Pengaturan juga dibuat moduler agar penggantian bagian-bagiannya lebih mudah untuk aplikasi-aplikasi tertentu.
HeroSurg diduga akan memberi dampak besar dalam dunia kedokteran dan tim perancangnya akan segera memulai percobaan pada manusia.
Tapi, ini bukan robot bedah biasa karena sistem baru itu menggunakan sistem umpan balik yang dapat merasakan sentuhan. Dengan demikian, pembedahan menggunakan robot ini lebih aman dan lebih teliti.
Salah satu contohnya adalah sistem robot da Vinci keluaran Intuitive Surgical. Alat itu terdiri dari sejumlah lengan robotik, konsol kendali, dan sistem pencitraan supaya dokter bedah mengetahui apa yang sedang berlangsung.
Pada 2008, profesor Suren Krishnan adalah dokter bedah pertama yang melakukan bedah telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) menggunakan sistem da Vinci. Profesor itu jugalah yang sekarang terlibat dalam tim pengembangan HeroSurg.
Sejak saat itu, telah ada beberapa terobosan dan perbaikan terhadap sistem da Vinci. Telah hadir juga beberapa robot yang dapat melakukan tugas-tugas secara mengesankan, misalnya pembedahan pada jantung yang sedang berdenyut atau penjahitan jejaring lunak.
Pada September lalu, para dokter bedah di University of Oxford mengumumkan keberhasilan penggunaan sistem Robotic Retinal Dissection Device (R2D2) untuk pembedahan rumit pada mata yang memerlukan ketelitian sub-milimeter--sesuatu yang tidak mungkin dilakukan tangan manusia.
Para peneliti Deakin University yakin bahwa HeroSurg dapat membantu dokter bedah dengan alat bantu yang diperlukan untuk tingkat pembedahan berikutnya, terutama karena sistem umpan balik haptik pada sistem tersebut.
Sensor-sensor merupakan bagian terintegrasi perangkat sehingga memungkinkan kekuatan yang dikirimkan oleh dokter bedah diukur saat itu juga, lalu menjadi umpan balik dalam bentuk getaran kepada tangan pengguna.
Karena bisa "merasa" dan melihat apa yang terjadi di meja bedah, manfaatnya tentu jelas dan lebih dari sekedar rasa percaya diri dokter bedah.
Menurut tim di belakan HeroSurg, sistem umpan balik memungkinkan para dokter untuk menyentuh jejaring tubuh manusia dan menentukan kekerasannya secara tepat.
Kemampuan membedakan kekerasan jaringan tersebut memungkinkan pengguna untuk membedakan jaringan normal dan abnormal, misalnya pada jaringan tumor.
Pembedaan kekerasan jaringan merupakan hal yang lazim dilakukan--dikenal sebagai palpasi--tapi dulunya belum mampu dilakukan oleh sistem bedah robotik.
Sistem yang baru juga mencakup kemampuan menghindari tabrakan karena sensor-sensor yang ditempatkan seputar sistem untuk memastikan bahwa lengan-lengan robotik dan meja bedah tidak saling bersinggungan agar perangkat tidak meleset dan melukai pasien.
Pengaturannya mencakup kemampuan pencitraan 3 dimensi dan rancangan konsol yang ergonomis demi kenyamanan pengguna agar tidak terganggu saat melakukan pembedahan.
Pengaturan juga dibuat moduler agar penggantian bagian-bagiannya lebih mudah untuk aplikasi-aplikasi tertentu.
HeroSurg diduga akan memberi dampak besar dalam dunia kedokteran dan tim perancangnya akan segera memulai percobaan pada manusia.
Credit Liputan6.com