WASHINGTON - Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengirim tiga pesawat pengebom (bomber)
nuklir ke kawasan Pasifik untuk pertama kalinya sejak ketegangan dengan
China pecah. Ketegangan itu dipicu sengketa kawasan Laut China Selatan,
di mana Beijing membangkang putusan Pengadilan Tetap Arbitrase yang
tidak mengakui klaim China atas kawasan maritim itu.
Pesawat-pesawat bomber nuklir AS itu berbahaya, karena berpotensi membunuh semua orang di wilayah Pasifik jika senjata nuklir ditembakkan.
Selain
soal krisis Laut China Selatan, ketegangan Washington dan Beijing juga
dipicu rencana AS untuk menyebarkan sistem anti-rudal THAAD di Korea
Selatan. China merasa, sistem anti-rudal THAAD AS tidak hanya untuk
melindungi Korea Selatan dari ancaman serangan Korea Utara, tapi juga
diarahkan pada Beijing.
Pengiriman tiga jenis pesawat pengebom
nuklir strategis AS ke Pasifik ini sebagai upaya Washington untuk
meyakinkan sekutu-sekutunya di Asia di tengah meningkatnya “agresi”
China di Laut China Selatan setelah kalah dalam Pengadilan Tetap
Arbitrase di Den Haag.
Angkatan Udara AS pada hari Rabu telah mengumumkan ketiga jenis pesawat bomber nuklir
yang dikerahkan, yakni Boeing B-52H Stratofortress, Rockwell B-1B
Lancer, dan Northrup Grumman B-2A Spirit. Ketiga pesawat berbahaya itu
akan beroperasi secara bersamaan di wilayah Komando Pasifik AS untuk
mendukung misi Continuous Bomber Presence (CBP) dan Bomber Assurance and Deterrence (BAAD).
Dalam pengumumannya, Angkatan Udara AS mengatakan bahwa pengerahan tiga pesawat bomber
nuklir ke Pasifik sebagai kebutuhan untuk menangkal potensi lawan.
Namun AS menolak untuk secara eksplisit menyebut nama China sebagai
lawan utama di Pasifik.
Situs analis pertahanan, IHS Jane,
menyatakan China jelas jadi lawan utama AS di Pasifik. ”Kekuatan
militernya yang tumbuh menempatkan Beijing di sisi lain dari laras
nuklir Amerika,” bunyi laporan situs analis pertahanan Barat itu, yang
dikutip Sputniknews, Jumat (12/8/2016).
Tak mau kalah,
China juga semakin gencar mengerahkan kapal-kapalnya ke wilayah sengketa
Laut China Selatan. Langkah China ini menyusul pernyataan AS yang
menyebut bahwa setiap upaya militerisasi di kawasan akan menyeberangi
”garis merah”.
Beijing telah mempertahankan kehadiran dua kapal
kecil dan tiga kapal keamanan di sekitar Scarborough Shoal, salah satu
wilayah sengketa utama di Laut China Selatan. Para pejabat AS yang akrab
dengan laporan intelijen mengatakan kepada Washington Free Beacon bahwa sekarang ada lebih dari selusin kapal China di kawasan tersebut.
Taktik
pengerahan kapal-kapal keamanan yang diikuti ratusan kapal nelayan
Beijing ini mirip dengan taktik yang digunakan China dalam menghadapi
Jepang dalam sengketa di Laut China Timur.
Credit Sindonews