Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X Menyampaikan
Pidatonya dalam Rapat Koordinasi Pembentukan Kader Pembina Bela Negara
dengan Satuan Pelaksana yang di hadiri oleh Gubernur dan Rektor
Perguruan Tinggi seluruh Indonesia TA. 2016 di Aula Bhinneka Tunggal
Ika, Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, Kamis (25/8/2016).
JAKARTA, CB -
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X
menegaskan bahwa ia tidak pernah mengkhianati Republik Indonesia.
Sultan menyampaikan hal tersebut saat berpidato pada Rapat Koordinasi Pembentukan Kader Pembina Bela Negara dengan Satuan Pelaksana yang dihadiri oleh Gubernur dan Rektor Perguruan Tinggi seluruh Indonesia TA 2016, di Aula Bhinneka Tunggal Ika, Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, Kamis (25/8/2016).
Pernyataan itu juga menanggapi kasus yang terjadi di Asrama Mahasiswa Papua Kamasan I, Jalan Kusumanegara, Kota Yogyakarta, Jumat (15/07/2016) siang.
Peristiwa itu berawal dari rencana aksi damai mahasiswa Papua dan aktivis pro-demokrasi mendukung Persatuan Pergerakan Pembebasan untuk Papua Barat atau United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).
"Saya tidak pernah mengkhianati Republik (Indonesia). Yogyakarta untuk Indonesia," ujar Sultan.
Setelah peristiwa penggerebekan di Asrama Mahasiswa Papua, Sultan sempat menyebut bahwa tindakan para mahasiswa Papua merupakan separatisme.
Setelah pernyataan itu, anggota Dewan dari Papua bersama perwakilan mahasiswa Papua datang untuk bertemu Sultan.
Mereka meminta pernyataan separatisme dicabut karena dianggap mengganggu, melanggar HAM, dan aspirasi demokrasi dalam menempuh kemajuan.
"Saya katakan, ini tidak ada kaitannya dengan demokrasi, aspirasi, sama HAM. Bagi saya demokrasi adalah alat, bukan tujuan," kata dia.
Ia mengatakan, Deklarasi Juanda menjelaskan bahwa lautan Indonesia menyatukan pulau-pulau yang ada di dalamnya dan menjadikan RI sebagai negara yang berdaulat.
Dunia internasional sudah mengakui konsep tersebut. Indonesia merupakan negara maritim.
"Kalau negara indonesia ini maritim, yang namanya demokrasi harus berhenti pada saat kita bicara nasionalisme," kata dia.
Ia kembali menegaskan, tak ada pengkhianatan terhadap RI dan Yogyakarta ada untuk Indonesia.
Meski demikian, kata Sultan, bukan berarti Yogyakarta menampung kelompok separatis yang ingin memisahkan diri dari RI.
"Jadi kalau tidak setuju, ya jangan di Yogyakarta, kan gitu. Karena itu kan prinsip bagi saya," ujar Sultan.
Sultan menyampaikan hal tersebut saat berpidato pada Rapat Koordinasi Pembentukan Kader Pembina Bela Negara dengan Satuan Pelaksana yang dihadiri oleh Gubernur dan Rektor Perguruan Tinggi seluruh Indonesia TA 2016, di Aula Bhinneka Tunggal Ika, Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, Kamis (25/8/2016).
Pernyataan itu juga menanggapi kasus yang terjadi di Asrama Mahasiswa Papua Kamasan I, Jalan Kusumanegara, Kota Yogyakarta, Jumat (15/07/2016) siang.
Peristiwa itu berawal dari rencana aksi damai mahasiswa Papua dan aktivis pro-demokrasi mendukung Persatuan Pergerakan Pembebasan untuk Papua Barat atau United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).
"Saya tidak pernah mengkhianati Republik (Indonesia). Yogyakarta untuk Indonesia," ujar Sultan.
Setelah peristiwa penggerebekan di Asrama Mahasiswa Papua, Sultan sempat menyebut bahwa tindakan para mahasiswa Papua merupakan separatisme.
Setelah pernyataan itu, anggota Dewan dari Papua bersama perwakilan mahasiswa Papua datang untuk bertemu Sultan.
Mereka meminta pernyataan separatisme dicabut karena dianggap mengganggu, melanggar HAM, dan aspirasi demokrasi dalam menempuh kemajuan.
"Saya katakan, ini tidak ada kaitannya dengan demokrasi, aspirasi, sama HAM. Bagi saya demokrasi adalah alat, bukan tujuan," kata dia.
Ia mengatakan, Deklarasi Juanda menjelaskan bahwa lautan Indonesia menyatukan pulau-pulau yang ada di dalamnya dan menjadikan RI sebagai negara yang berdaulat.
Dunia internasional sudah mengakui konsep tersebut. Indonesia merupakan negara maritim.
"Kalau negara indonesia ini maritim, yang namanya demokrasi harus berhenti pada saat kita bicara nasionalisme," kata dia.
Ia kembali menegaskan, tak ada pengkhianatan terhadap RI dan Yogyakarta ada untuk Indonesia.
Meski demikian, kata Sultan, bukan berarti Yogyakarta menampung kelompok separatis yang ingin memisahkan diri dari RI.
"Jadi kalau tidak setuju, ya jangan di Yogyakarta, kan gitu. Karena itu kan prinsip bagi saya," ujar Sultan.
Credit KOMPAS.com