Diskriminatif. Begitu nada dalam sebuah tulisan
singkat yang disusun Thea Glassman dalam laman Forward.com tanggal 24
Agustus 2016. Artikelnya yang diberi judul “Seriously, What Orthodox Women Wear to the Beach Is No Different From a Burkini”
itu mengupas sekilas mengenai kecaman pada seorang pemuka agama Yahudi
di Prancis yang mendukung larangan pemakaian burkini (burqa berbentuk
pakaian renang yang tertutup) oleh para perempuan muslim di
pantai-pantai umum.
Glassman mengkritik Moshe Sebbag, seorang rabi (pemuka agama
Yahudi) dari Grand Synagogue di Paris, yang mengumumkan secara tegas
dukungannya pekan ini pada pelarangan burkini bagi wanita yang sedang
berenang di pantai-pantai Prancis. Menurut Sebbag, memakai burkini bukan
tindakan “tidak bersalah”.
“Namun, kita tanya Sebbag, apa sebenarnya perbedaan antara ‘garb’
yang dipakai para perempuan Yahudi Orthodoks di pantai dengan burkini
yang dipakai wanita muslim?” Pakaian pantai bernama ‘garb’ yang dimaksud
Glassman itu memang tidak setertutup burkini. Bagian kepala dan rambut
pemakainya ada yang masih terbuka tapi ada juga yang tertutup. Sedikit
perbedaan yang saya lihat ialah garb masih memungkinkan setengah betis
dan tangan terbuka. Sementara itu, burkini menutup sampai ke pergelangan
tangan dan mata kaki. Leher juga dibiarkan terbuka bagi pemakai garb.
Burkini tidak.
Namun, intinya adalah mengapa pakaian yang sama-sama dikenakan
dengan alasan keyakinan itu bisa mendapatkan perlakuan berbeda? Glassman
melancarkan pertanyaan:”Dan mengapa satu kelompok perempuan
diperbolehkan menaati ajaran agamanya sementara kelompok lainnya
tidak?"
Agaknya ketidakadilan ini tidak hanya membuat gerah para wanita
muslim yang tinggal di Prancis tapi juga mereka yang masih mau berpikir
waras, tak peduli apakah itu Yahudi, Nasrani atau Muslim. (Sumber foto:
Wikimedia)
Credit Tempo.co