Rabu, 31 Agustus 2016

Ini Risikonya Kalau Proyek 35.000 MW Dipaksakan Selesai 2019

 
Ini Risikonya Kalau Proyek 35.000 MW Dipaksakan Selesai 2019 Foto: Rengga Sancaya
Jakarta -Program pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW pada awalnya ditargetkan rampung seluruhnya tahun 2019. Tapi dalam perkembangannya, setelah dilihat situasi dan kondisi di lapangan, dan diperhitungkan ulang, ternyata sekitar 10.000 MW dipastikan tidak dapat terselesaikan di 2019.

Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, yang saat ini juga menjabat sebagai Plt Menteri ESDM, akhir pekan lalu baru saja mengungkapkan bahwa penyelesaian 10.000 MW dari program 35.000 MW akan molor.

Pada 2019, Luhut memperkirakan bahwa sekitar 20.000 MW sampai 25.000 MW saja yang sudah beroperasi penuh memasok listrik (Commercial Operatin Date (COD). Sementara jadwal COD sejumlah pembangkit dengan total sekitar 10.000 MW akan mundur ke tahun 2020.

Terkait hal ini, Direktur Pengadaan PLN, Supangkat Iwan Santoso, mengungkapkan bahwa penyelesaian pembangunan sejumlah pembangkit listrik memang harus mundur.

Tambahan pasokan listrik yang dibutuhkan pada 2019 mendatang tak sampai 35.000 MW. Kalau pembangunan pembangkit selesai semuanya di 2019, PLN terancam kerugian besar. Akan banyak pembangkit listrik milik Independent Power Producer (IPP) yang tak terpakai.

Meski tak terpakai, PLN tetap harus membayar kepada IPP. Sebab, ada ketentuan 'take or pay' dalam Power Purchase Agreement (PPA) antara PLN dan IPP. PLN tetap harus membayar kepada IPP meski pembangkit tak memasok listrik.

"Pasokan listrik nggak boleh over terlalu besar. Ada take or pay, kita tetap harus bayar meski pembangkit tidak terpakai," kata Iwan kepada detikFinance, Rabu (31/8/2016).

Iwan menjelaskan, pertumbuhan konsumsi listrik saat ini jauh di bawah perkiraan. Program 35.000 MW dibuat dengan perhitungan bahwa kebutuhan listrik di Indonesia tumbuh 7% per tahun. Tapi pada 2015 lalu, ternyata konsumsi listrik secara nasional hanya tumbuh 2%.

"Tujuan program 35.000 MW adalah untuk memenuhi kebutuhan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Kalau pertumbuhan konsumsi listrik kita 7% per tahun, yang dibutuhkan sampai 2019 adalah 35.000 MW. Tapi tahun 2015 lalu (konsumsi listrik) hanya tumbuh 2%," kata

Total tambahan pasokan listrik memang harus di atas pertumbuhan konsumsi listrik agar ada cadangan daya (reserve margin) yang cukup. "Tapi kelebihannya juga nggak boleh terlalu besar," ucapnya.

Namun Iwan belum dapat merinci, pembangkit listrik mana saja yang jadwal COD-nya mundur. "Kita sesuaikan, kita hitung lagi supaya mencukupi tapi nggak lebih terlalu banyak," tegasnya.



Credit  detikfinance