Jumat, 26 Agustus 2016

ASEAN Bertemu China, Jepang, dan Korsel, RI Bahas Rudal Korut

 
ASEAN Bertemu China, Jepang, dan Korsel, RI Bahas Rudal Korut  
Peluncuran rudal oleh Korea Utara masih terus menjadi perhatian komunitas internasional karena dianggap menggangu stabilitas kawasan. (Reuters/KCNA/File photo)
 
Jakarta, CB -- Peluncuran rudal oleh Korea Utara masih terus menjadi perhatian komunitas internasional karena dianggap menggangu stabilitas kawasan. Indonesia pun berencana mengangkat isu tersebut saat para pemimpin negara Asia Tenggara bertemu dengan China, Jepang, dan Korea Selatan dalam East Asia Summit yang akan dihelat bersamaan dengan pertemuan ASEAN di Vientiane, Laos, pada 6-8 September mendatang.

“Peluncuran-peluncuran [rudal Korut] yang kita anggap akan mengganggu situasi, ya tentu kita akan sampaikan concern dalam pertemuan ASEAN plus 3. Dalam konteks itu, pasti kita bicarakan karena itu mengganggu stabilitas kita,” ujar Direktur Mitra Wicara dan Antar Kawasan Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri, Derry Aman, saat ditemui setelah jumpa pers di Jakarta, Kamis (25/8).

Derry menjelaskan bahwa pada dasarnya, Indonesia akan tetap menyampaikan dan mendorong semua pihak terkait untuk menahan diri. Menurut Derry, kini banyak pihak terkait belum cukup menahan diri sehingga berpengaruh pada kestabilan kawasan.

Korut terakhir kali meluncurkan rudal pada Rabu (24/8) dini hari, melesat hingga 500 kilometer di udara dan proyektilnya jatuh di zona identifikasi pertahanan udara Jepang, ADIZ, sebuah wilayah yang ditetapkan sebagai zona kendali keamanan udara.

Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, mengatakan bahwa peluncuran rudal ini tak dapat dimaafkan. Negara-negara tetangga, seperti Korsel, pun meningkatkan keamanannya.

Sejumlah pengamat mengatakan bahwa peluncuran ini disinyalir sebagai bentuk protes atas latihan militer gabungan Korsel-AS. “Ini kan contoh konkret tidak menahan diri. Joint military exercise antara Korea dan Amerika juga bisa dikatakan tidak menahan diri,” kata Derry.

Bersamaan dengan East Asia Summit, negara-negara anggota blok Asia Tenggara itu juga akan mengadakan tujuh pertemuan lain, yaitu secara khusus dengan China, Jepang, Korea Selatan, Australia, Amerika Serikat, India, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Dalam setiap pertemuan tersebut, Indonesia akan mengangkat isu kerja sama konkret yang implementasinya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Derry menjabarkan bahwa agar pembicaraan tersebut dapat terarah, Indonesia akan menekankan pentingnya berporos pada EAS Statement.

Pernyataan tersebut merangkum lima pilar utama kerja sama East Asia Summit, yaitu pembangunan ekonomi kelautan berkelanjutan; mempromosikan perdamaian, stabilitas, dan kemanan kawasan; menghadapi tantangan lintas batas; konektivitas maritim; serta memperkuat kerja sama antar-institusi riset.

“Kita akan mendorong implementasi EAS Statement. Dari lima pilar itu, nanti bisa dilihat mana yang bisa ditekankan agar lebih konkret. Kita mendorong negara mitra untuk melihat kepentingan mereka, mana yang bisa bermanfaat untuk kerja sama dengan ASEAN,” ucap Derry.

Derry mengungkapkan bahwa Indonesia sendiri sudah memiliki beberapa poin penting yang akan diajukan. Namun, ia enggan menjabarkannya lebih lanjut. “Sampai sekarang masih terus dikaji dan dibicarakan,” katanya.

Namun, Derry memberi contoh bahwa dari pembicaraan-pembicaraan seperti ini, memang akan ada bentuk kerja sama konkret, seperti antara Indonesia dan Australia.

“Australia sudah datang dengan proposal keamanan maritim. Bagaimana bentuk kerja sama keamanan maritim ini, nanti akan ada workshop di Sydney pada September mendatang. Indonesia diminta menjadi co-chair. Awalnya dari pembahasan seperti itu,” kata Derry.

Pertemuan ASEAN ini pada akhirnya akan menghasilkan dua dokumen, yaitu chairman statement dan progress report.



Credit  CNN Indonesia