Senin, 15 Agustus 2016

Eks Kepala Senjata Gedung Putih: Bom Nuklir AS di Turki Tak Aman

 
Eks Kepala Senjata Gedung Putih Bom Nuklir AS di Turki Tak Aman
Bom nuklir B-61 milik Amerika Serikat. | (US Departement of Defense)
 
WASHINGTON - Direktur Kebijakan Pertahanan dan Pengendalian Senjata pada staf Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih era Presiden Bill Clinton memperingatkan bahwa bom nuklir B-61 yang ditempatkan di Turki tidak aman dan mudah direbut “jihadis”. Senjata nuklir taktis AS itu ditempatkan di Pangkalan Udara Incirlik, Turki.

”Tidak ada do-overs dalam sejarah, tetapi ada pelajaran,” kata mantan pejabat top Gedung Putih bernama Steve Andreasen itu.

”Bagaimana jika komandan pangkalan di Incirlik Turki telah memerintahkan pasukannya di sekitar perimeter pangkalan untuk mengubah senjata mereka pada tentara AS yang kabarnya menjaga bunker penyimpanan senjata nuklir AS di sana?,” lanjut dia, seperti dikutip dari Sputniknews, Senin (15/8/2016).

Kekhawatiran disampaikan Andreasen setelah rezim Pemerintah Presiden Turki Tayyip Erdogan frustasi dengan menyalahkan AS sebagai bagian dari upaya kudeta yang gagal pada 15 Juli 2016 lalu. Turki hingga kini bersikeras mendesak AS mengekstradisi ulama Fethullah Gulen yang dituding Turki sebagai salah satu dalang upaya kudeta militer.

Erdogan pernah menyebut Gulen hanya “pion” dalam rencana upaya kudeta di Turki. Komentar Erdogan itu bias, mengingat Gulen sudah sekian tahun tinggal di AS. Sebelumnya, Menteri Tenaga Kerja Turki, Soylu Suleyman, dalam sebuah wawancara mengatakan; “AS berada di balik kudeta”.

Komentar itu berlanjut dengan pemberitaan surat kabar pro-pemerintah Turki yang menyebut jendereal top AS dalang utama kudeta lengkap dengan foto yang dipajang di halaman depan.

Senjata nuklir taktis AS yang ditempatkan di Incirlik, Turki, memiliki kekuatan 100 kali dari bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima saat Perang Dunia II. Senjata berbahaya itu rawan direbut kelompok radikal, mengingat lokasi pangkalan udara Incirlik hanya 60 mil (97 km) dari basis ISIS atau Daesh di perbatasan Suriah-Turki.

”Kami berada dalam untuk bentangan panjang ketidakpastian politik di Turki, diperburuk oleh meningkatnya anti-Amerikanisme,” kata Andreasen. "Setiap senjata nuklir yang disimpan di sana lebih cenderung mempersulit daripada meningkatkan arus politik dalam negeri dalam bermain,” imbuh dia.




Credit  Sindonews