Rabu, 03 Agustus 2016

Alasan Australia Jadi Target Empuk Beijing di Laut China Selatan

 
Alasan Australia Jadi Target Empuk Beijing di Laut China Selatan
Peta kawasan Laut China Selatan yang jadi sengketa. | (Sydney Morning Herald)
 
SYDNEY - Media China yang dikelola oleh negara, Global Times, telah mengumbar ancaman keras terhadap Australia dalam editorialnya terkait konflik Laut China Selatan. Media China ini bahkan menyebut Australia sebagai target ideal atau empuk bagi Beijing karena dianggap sebagai sekutu Amerika Serikat (AS) yang kekuatannya tidak nyata.

Ancaman itu muncul setelah Australia berani mendesak China untuk tunduk pada putusan Pengadilan Tetap Arbitrase (PCA) terkait sengketa kawasan Laut China Selatan yang keluar 12 Juli 2016 di Den Haag. Seperti diketahui, putusan PCA memenangkan gugatan Filipina atas China soal sengketa “Nine-Dash Line” kawasan laut tersebut.

“Australia bahkan bukan 'macan kertas', itu hanya 'kucing kertas',” bunyi editorial Global Times. Istilah ”macan kertas” mengacu pada sesuatu yang tampaknya menakutkan tetapi tidak memiliki kekuatan nyata. Selain menyebut Australia jadi target ideal, media itu juga menyerukan China untuk “balas dendam” atas keberanian Australia untuk mendesak China mematuhi putusan PCA.

 

Dr Michael Clarke, Professor di National Security College, mengatakan kepada news.com.au, Senin (1/8/2016), bahwa alasan media itu menyebut Australia jadi target ideal Beijing, karena China memiliki perasaan agresif terhadap Australia pada saat ini.

”Mereka benar-benar ‘neraka’ yang bertekad menargetkan AS, dan mengatakan Australia ini adalah aktor ekstra-regional yang tidak memiliki peran untuk bermain dalam hal ini,” katanya.

Dengan kata lain, lanjut dia, China ingin Australia untuk tidak mencampuri sengketa Laut China Selatan sama sekali. Clarke mengatakan hasil Pemilu Presiden AS nanti bisa membuat perbedaan dramatis untuk peran Australia dalam konflik Laut China Selatan.

 

Dr Adam Lockyer, seorang ahli keamanan dari Macquarie University, mengatakan kepada news.com.au bahwa hal terakhir yang Australia butuhkan adalah harus memilih antara China dan AS.

”Posisi Australia adalah kita tidak ingin memilih,” ujarnya. ”Segera setelah kami terpaksa membuat pilihan, kita kehilangan. Prinsip kebijakan luar negeri Australia adalah 'Jangan memilih antara AS dan China’. Melakukan hal baik akan mempengaruhi keamanan atau perekonomian kami . Atau keduanya,” sambung dia.


Credit  Sindonews