JAKARTA, CB – Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bersyukur atas diterimanya pengajuan banding putusan Majelis hakim Pengadilan Perikanan pada Pengadilan Negeri Ambon terkait kasus MV Hai Fa. Ditambah lagi dengan kesimpulan dan saran dari Badan Keamanan Laut (Bakamla), Susi berharap MV Hai Fa bisa disita untuk negara.
“Yang jelas kita pertanyakan saja, kalau ikannya bisa disita, kenapa kapalnya tidak, seperti itu? Apakah kapal dan ikannya tidak jadi satu? Kan tidak. Mestinya dua-duanya bisa kita tindak. Mudah-mudahan kejaksaan bisa membuat satu banding yang bisa membuat MV Hai Fa ini disita oleh negara,” ucap Susi, Jakarta, Rabu (8/4/2015).
Susi mengatakan, kesimpulan dari Bakamla yang diterimanya menyebutkan, dalam kurun waktu pengamatan 7 bulan, dari bulan Juni 2014 sampai penangkapan MV Hai Va pada tanggal 27 Desember 2014 di Pelabuhan Wanam Merauke, MV Hai Va menghidupkan AIS (Automatic Identification System) selama 7 kali.
“Yakni pada tanggal 17 Juni sebanyak 4 kali, 18 Juni 2914, 11 November 2014, dan 11 Desember 2014,” kata Susi.
Kesimpulan Bakamla lainnya antara lain, dalam kurun waktu kurang lebih 3 bulan paska sehari penangkapan MV Hai Fa pada tanggal 28 Desember 2014 sampai di Ambon dalam penahanan dan proses persidangan pada tanggal 9 Maret 2015, tercatat selama 367 kali AIS kapal Hai Fa bekerja dengan baik.
“Dari poin A dan B tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa AIS MV Hai Fa sengaja dimatikan dengan maksud untuk menghindari pantauan dari petugas penegak hukum di laut serta mengabaikan keselamatan pelayaran dengan sengaja tidak mematuhi ketentuan IMO (International Maritim Organization),” jelas Susi.
Patut diduga, lanjut Susi, tindakan kesengajaan mematikan AIS dengan maksud untuk menghindari pentauan dari petugas penegak hukum di laut tersebut tidak semata-mata kesalahan dari nakhoda kapal, namun juga melibatkan pihak korporasi.
“Dengan alasan, pihak perusahaan MV Hai Fa membiarkan MV Hai Fa tidak menghidupkan AIS-nya. Padahal menghidupkan AIS di kapal memudahkan pihak perusahaan memonitor posisi kapalnya setiap saat,” sambung dia.
Susi menjelaskan, sarana laporan posisi secara manual dengan menggunakan Radio mempunyai keterbatasan jangkauan dan faktor ketergantungan dari perwira Radio sangat besar.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Perikanan pada Pengadilan Negeri Ambon memutuskan, kapal Hai Fa harus dikembalikan kepada pemiliknya. Nakhoda kapal, Zhu Nian Le, juga hanya diganjar denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan.
Dalam persidangan hari Rabu (25/3/2015), Ketua Majelis Hakim Matheus juga memerintahkan agar 800.658 kilogram ikan dan 100.044 kilogram udang milik PT Avona Mina Lestari yang disita juga dikembalikan. Barang bukti yang dirampas untuk negara hanya 15 ton ikan hiu jenis lonjor atau lanjaman dan ikan hiu martil.
Kapal Hai Fa ditangkap di Pelabuhan Umum Wanam, Kabupaten Merauke, Papua, pada 26 Desember 2014. Kapal Hai Fa berbendera Panama berbobot 4.603 gros ton (GT) ini merupakan kapal asing terbesar yang pernah ditangkap Pemerintah Indonesia karena melakukan penangkapan ikan ilegal.
Credit KOMPAS.com