Selasa, 04 Agustus 2015

Lukisan Kuno Ungkap Perbedaan Mencolok Buah Semangka Abad 17

Lukisan kuno ungkap perbedaan mencolok buah semangka abad 17 (Foto: Solopos.com)
Lukisan kuno ungkap perbedaan mencolok buah semangka abad 17 (Foto: Solopos.com)
NEW YORK  (CB) – Anda tentu sudah tahu bagaimana bentuk buah semangka bukan? Tapi temuan satu ini mungkin akan mengejutkan Anda, karena bentuk semangka diperkirakan telah berubah seiring perjalanan abad. Sebuah lukisan zaman renaissance di abad ke-17 memperlihatkan bentuk semangka yang berbeda dari masa lalu dengan semangka yang biasa kita temukan di masa kini.

Seorang pelukis ternama abad ke-17, Giovanni Stanchi, dikenal karena karya-karya menarik yang melukiskan aneka buah-buahan. Di salah satu lukisannya yang paling terkenal, Stanchi menggambarkan buah semangka yang ternyata memiliki perbedaan mencolok dengan semangka yang ada sekarang. Lewat lukisan yang dibuat antara tahun 1645 dan 1672 tersebut, semangka diketahui memiliki biji lebih besar dengan bagian daging buah yang tidak penuh serta berwarna merah pucat.

Pola daging buah semangka di abad ke-17 sangatlah unik, karena seperti terpisah-pisah dalam segmen dan membentuk pola melingkar di tiap bagiannya. Perbedaan bentuk semangka ini diperkirakan terjadi karena perbedaan cara penanaman dan pemeliharaan antara zaman dahulu dan sekarang.
James Nienhuis, seorang profesor hortikultura di Universitas Wisconsin kerap menggunakan lukisan Stanchi sebagai media pembelajaran tentang sejarah pembiakkan tanaman di kelas.

“Sangat menyenangkan ketika pergi ke museum dan melihat lukisan yang menggambarkan benda-benda yang masih ada hingga kini. Contohnya, kita dapat melihat bentuk buah 500 tahun lalu,” ujar Nienhuis.
Buah semangka sendiri dipercaya berasal dari Afrika, namun dibawa dan dibiakkan di daerah panas seperti Timur Tengah dan Eropa Selatan. Pada era 1600-an, semangka juga menjadi buah yang umum ditemukan di perkebunan Eropa maupun di pasar.

Nienhuis menduga rasa semangka di abad ke-17 lebih manis dari yang saat ini ada karena dulu orang sering memakan semangka dalam keadaan segar dan terkadang difermentasi menjadi minuman beralhokol.

Menurutnya, perbedaan fisik pada semangka disebabkan oleh bagian daging semangka yang berair sebenarnya adalah plasenta semangka yang berfungsi menahan biji. Sebelum semangka benar-benar dibiakkan, plasenta tersebut hanya mengandung sedikit lycopene yang memberi warna merah pada semangka. Akibatnya warna daging buah semangka di abad ke-17 merah pucat.

Beberapa ratus tahun kemudian, ketika semangka dibiakkan dengan lebih bagus, maka ukuran semangka menjadi lebih kecil dan jumlah lycopene-nya jauh lebih tinggi sehingga menghasilkan daging buah berwarna merah terang.

Selain perubahan bentuk dan warna semangka, Nienhius menjelaskan saat ini para ilmuwan sedang bereksperimen untuk menghilangkan biji semangka. Ia menyebutnya dengan the logical progression in domestication.

Credit  Okezone