PLO menilai banyak kebijakan Israel yang merugikan Palestina.
CB,
JAKARTA -- Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) tengah
mempertimbangkan definisi ulang hubungan dengan Israel. PLO menilai
Israel banyak melanggar perjanjian perdamaian yang telah disepakati.
"Kami
sedang mempelajari seruan Dewan Nasional Palestina (PNC) untuk
mendefinisikan hubungan Israel-Palestina dalam keamanan, ekonomi, dan
politik," kata Sekretaris Jenderal PLO Saeb Erekat seperti dikutip dari
laman
Xinhua, Kamis (5/7).
PNC dianggap badan legislatif tertinggi di PLO. Erekat
mengatakan, sudah waktunya bagi Netanyahu untuk memikul tanggung
jawabnya menduduki di Tepi Barat, Jalur Gaza dan Yerusalem. "Situasi
saat ini tidak berkelanjutan dan tidak akan berkelanjutan," katanya.
Dia
mengecam pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang
mendorong pemerintah Israel untuk mengumumkan kegiatan permukiman,
menganggap pemukiman sebagai legal, menolak untuk mengatakan solusi dua
negara, memotong bantuan untuk Palestina, dan menyatakan bahwa PLO
adalah organisasi teroris.
"Semua instrumen tekanan
pada kami dari pemerintahan Trump adalah bagian dari apa yang mereka
sebut kesepakatan abad ini untuk membuat Palestina menyerah dan menerima
perintah dari Amerika dan Israel," kata Erekat.
Erekat
menyebut keputusan Israel baru-baru ini mengambil bagian dari
pendapatan pajak Palestina untuk keluarga tahanan Palestina atau mereka
yang terluka atau terbunuh oleh Israel sama saja dengan kehancuran
negara Palestina. Dalam pemungutan suara pada Senin malam, Parlemen
Israel (Knesset) menyetujui rancangan undang-undang (RUU) baru dengan 87
setuju dan 15 menentang atau menolak.
Ini
memungkinkan pemerintah Israel untuk memotong jutaan dolar AS pendapatan
pajak Palestina yang dikumpulkan dari barang yang masuk atas nama
otoritas Palestina (PA) melalui pelabuhan yang dikontrol Israel. Jumlah
pendapatan bea cukai adalah lebih dari 120 juta dolar per bulan,
sementara jumlah yang dikurangi akan menjadi sekitar 32 juta dolar per
bulan.
Erekat juga menyatakan bahwa PA siap ke
Pengadilan Pidana Internasional dan Pengadilan Internasional untuk
meminta pertanggungjawaban AS atas keputusannya atas Yerusalem dan para
pengungsi.