Rabu, 24 Januari 2018

Anggota PBB Sebut Israel Negara Apartheid


Para pemuda Palestina berjuang melawan tentara Israel.
Para pemuda Palestina berjuang melawan tentara Israel.
Foto: ACT                 

Israel klaim telah melakukan sejumlah perbaikan.


CB, JENEWA -- Negara-negara anggota PBB mengkritik Israel dalam sesi Human Rights Council (HRC) karena tidak mematuhi undang-undang hak asasi manusia dan resolusi PBB. Bahkan beberapa negara menyebut Israel sebagai negara apartheid.

Seperti dilansir Aljazirah, Rabu (24/1), kritik ini disampaikan saat Israel menjalani Third Period Periodic Review (UPR) , sebuah proses yang dipimpin oleh PBB yang dimaksudkan untuk menilai catatan hak asasi manusia masing-masing negara dan membuat rekomendasi untuk perbaikan.

"Israel adalah satu-satunya negara di dunia yang dapat disebut negara apartheid," ujar delegasi Afrika Selatan kepada delegasi Israel dan anggota PBB yang berkumpul di Palais des Nations.

Delegasi tersebut menggemakan rekomendasi dari beberapa negara anggota yang menyerukan untuk mengakhiri pendudukan 50 tahun di wilayah Palestina. Sejumlah negara anggota PBB menyatakan keprihatinan atas situasi hak asasi manusia yang memburuk di Wilayah Pendudukan dan pelanggaran resolusi PBB secara terang-terangan.

"Kami meminta Israel untuk mematuhi undang-undang internasional dengan segera mengakhiri penjajahan kolonial dan kebijakan apartheid 50 tahun terhadap rakyat Palestina dan membongkar dinding ilegal dan memberi kompensasi kepada orang-orang Palestina atas semua kerugian yang terjadi karena kehadiran mereka," kata delegasi Palestina.

Yordania, UEA, Iran, Rusia, Malaysia dan negara-negara lain meminta Israel menghentikan pendudukan dan aneksasi tanah Palestina, pembangunan dan perluasan permukiman Israel, pemindahan paksa orang-orang Palestina dan pembongkaran rumah dan bangunan Palestina.

Inggris, Finlandia dan Austria di antara negara-negara lain yang menyatakan keprihatinan atas penahanan sewenang-wenang pada anak-anak.


Dalam sambutannya Duta Besar Israel, Aviva Raz Shechter secara terus terang menjelaskan bagaimana Israel akan menerima rekomendasi dari sesama anggota.
"Diskriminasi terus menerus terhadap Israel di HRC dan jumlah resolusi bias dan politis yang tak tertandingi yang diadopsi secara teratur oleh mayoritas para anggotanya tidak hanya bersaksi mengenai perlakuan tidak adil terhadap Israel tetapi juga terhadap kekurangan dewan itu sendiri, "katanya.

Shechter mengatakan Israel akan tunduk pada proses peninjauan dan menuntut perombakan HRC. "Saat ini, semakin banyak negara bergabung dengan Israel dalam mewujudkan bahwa pertunjukan absurd ini tidak dapat berlangsung selamanya dan reformasi itu perlu," katanya.

Shechter mengklaim Israel telah melakukan sejumlah perbaikan di bidang hak asasi manusia dibandingkan dengan tinjauan terakhir pada 2013. Hal ini termasuk inisiatif dan tindakan baru yang diambil oleh Israel untuk menegakkan hak-hak orang-orang penyandang cacat, minoritas, komunitas LGBT dan perempuan.

Namun, penjelesan Shechter tentang situasi orang-orang Palestina di Wilayah Pendudukan membuat banyak delegasi tidak terkesan. "Hubungan kita dengan Palestina akan terus menjadi prioritas tertinggi, dan terlepas dari kemunduran yang diketahui dalam proses perdamaian, kami akan terus mencari solusi abadi yang akan memungkinkan kedua bangsa kita hidup berdampingan," katanya.

Shechter juga mengaku prihatin atas tindakan perwakilan PBB yang menggunakan sesi UPR untuk mempolitisir wacana hak asasi manusia. "Ini adalah sikap sinis dan munafik yang dimaksudkan untuk mendistorsi kenyataan," katanya.


Namun menurutnya Israel akan terus bekerja sama dengan HRC dan secara serius mempertimbangkan rekomendasi yang dibuat pada saat sesi berlangsung.

Sementara itu Direktur Jenderal Kementerian Kehakiman Israel,Emi Palmor, juga mengklaim adanya yperbaikan di pengadilan, mulai dari pengenalan beberapa hak dan pengamanan narapidana bagi tahanan remaja untuk mengambil alih penyelidikan atas keluhan terhadap Badan Keamanan Israel yang lebih dikenal dengan nama Shin Bet.


"Sebagian besar tidak akan mendengarkan apa yang saya katakan. Dewan ini belum mendapatkan reputasinya untuk kesetaraan atau ketidakberpihakan," katanya.


Credit  republika.co.id

Israel Tuduh PBB Bias Palestina

Aksi bela Palestina di San Francisco, AS (Ilustrasi)
Aksi bela Palestina di San Francisco, AS (Ilustrasi)
Foto: PressTV                 

Yordania meminta meminta Israel untuk menarik diri dari semua wilayah yang diduduki.


CB,  JENEWA -- Pemerintah Israel menuding PBB melakukan tindakan diskriminatif. Menurut Israel, sudah cukup banyak resolusi yang memperlihatkan bahwa PBB bias terhadap Palestina.

Duta Besar PBB untuk Israel Aviva Raz Shecter, yang menghadiri forum Jenewa, pada Selasa (23/1), mengatakan kepada Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB bahwa negaranya selalu membela HAM dan nilai-nilai demokrasi. Sebagai contoh, Israel, kata dia, selalu berupaya mengintegrasikan beragam komunitas dan agama.

Kendati demikian, ia menilai, PBB tak pernah berlaku adil terhadap Israel. Hal ini terutama disebabkan karena sikap dan kebijakan yang diambil negaranya terkait Palestina. Padahal, ia mengklaim, Israel menganggap hubungannya dengan Palestina sebagai prioritas tertinggi. Dan Israel akan terus mencari solusi abadi yang memungkinkan kedua negara hidup berdampingan.

Namun, Shecter menyayangkan sikap Dewan HAM PBB yang sangat bias dalam membela Palestina tanpa mau mempertimbangkan keadilan bagi Israel. "Jumlah resolusi politik dan bias satu sisi yang tak tertandingi yang diadopsi secara teratur oleh mayoritas anggota (Dewan HAM PBB), secara otomatis bersaksi tidak hanya terhadap perlakuan tidak adil bagi Israel, tapi juga terhadap kekurangan Dewan itu sendiri dan anggotanya," kata Shecter menerangkan.

Oleh sebab itu, ia menilai, sudah saatnya dilakukan perombakan dan reformasi di Dewan HAM PBB. "Teater absurd ini tidak bisa berlangsung selamanya," ujarnya.

Dalam forum tersebut, diplomat Yordania Akram Harahsheh menegaskan kembali pelanggaran yang telah dilakukan Israel. Ia mengecam upaya yang disebutnya sebagai usaha untuk merendahkan identitas Yerusalem yang diduduki. Ia pun meminta Israel untuk menarik diri dari semua wilayah yang diduduki sejak tahun 1967.

Pada Desember 2017, Amerika Serikat (AS) mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Keputusan itu segera memicu gejolak dan gelombang demonstrasi di sejumlah negara, khususnya negara-negara Arab.


AS dinilai telah mengubur potensi perdamaian antara Palestina dan Israel. Sebab Palestina diketahui mendambakan Yerusalem Timur menjadi ibu kota negara mereka kelak.



Credit  REPUBLIKA.CO.ID