CB, Jakarta - Menteri Luar Negeri Amerika
Serikat Rex Tillerson, menuding pemerintah Rusia ikut bertanggung jawab
atas penggunaan senjata kimia oleh pasukan militer Suriah terhadap
kelompok pemberontak di Ghouta Timur, dekat Damaskus, ibu kota Suriah.
"Baru saja kemarin, lebih dari 20 warga sipil, terutama anak-anak, menjadi korban serangan gas klorin," kata Tillerson dalam Konferensi Senjata Kimia di Paris, Prancis, seperti dilansir media Jerman, DW, Selasa, 23 Januari 2018.
Tillerson juga berujar, "Siapa pun yang melakukan penyerangan dengan gas kimia itu, Rusia yang paling bertanggung jawab, terutama terhadap korban serangan di Ghouta Timur dan berbagai serangan dengan zat kimia lain sejak keterlibatan Rusia di Suriah."
Seperti dilansir Reuters, Rusia melibatkan diri dalam konflik perang saudara di Suriah setelah Presiden Bashar Al Assad meminta bantuan. Pada Desember lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan kemenangan Suriah atas kelompok teroris ISIS setelah berhasil merebut beberapa kota yang dikuasai kelompok itu.
Tillerson menuturkan Rusia bertanggung jawab untuk menghancurkan stok senjata kimia Suriah.
Menanggapi tudingan ini, Duta Besar Rusia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Vassily Nebenzia, mengatakan tudingan Tillerson itu terburu-buru. Menurut Nebenzia, tudingan ini dikeluarkan bersamaan dengan pertemuan Paris, yang melibatkan Amerika bersama 23 negara lain untuk meluncurkan sebuah organisasi baru. Organisasi ini untuk menghukum semua pelaku penggunaan senjata kimia. "Ini kebetulan yang aneh," ucap Nebenzia.
Militer Suriah sebelumnya terbukti menggunakan gas sarin untuk menyerang para pemberontak. Berdasarkan temuan Organisasi Pelarangan Senjata Kimia, Suriah menggunakan gas sarin pada 4 April 2017 dan beberapa kali menggunakan gas klorin.
Terkait dengan ini, Prancis menerapkan sanksi terhadap 25 orang dan entitas, baik dari Cina, Lebanon, maupun Prancis, yang terlibat sebagai importir dan distributor logam, peralatan elektronik, dan sistem cahaya dalam konteks membantu rezim Suriah membangun program senjata kimia.
"Situasi saat ini tidak bisa berlangsung," ujar Jean-Yves Le Drian, Menteri Luar Negeri Prancis. "Para penjahat yang menggunakan dan merancang senjata barbar ini harus tahu mereka tidak akan lolos dari hukuman," tutur Le Drian. Menteri Luar Negeri Amerika Tillerson meminta Rusia memastikan stok senjata kimia Suriah dihancurkan.
"Baru saja kemarin, lebih dari 20 warga sipil, terutama anak-anak, menjadi korban serangan gas klorin," kata Tillerson dalam Konferensi Senjata Kimia di Paris, Prancis, seperti dilansir media Jerman, DW, Selasa, 23 Januari 2018.
Tillerson juga berujar, "Siapa pun yang melakukan penyerangan dengan gas kimia itu, Rusia yang paling bertanggung jawab, terutama terhadap korban serangan di Ghouta Timur dan berbagai serangan dengan zat kimia lain sejak keterlibatan Rusia di Suriah."
Seperti dilansir Reuters, Rusia melibatkan diri dalam konflik perang saudara di Suriah setelah Presiden Bashar Al Assad meminta bantuan. Pada Desember lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan kemenangan Suriah atas kelompok teroris ISIS setelah berhasil merebut beberapa kota yang dikuasai kelompok itu.
Tillerson menuturkan Rusia bertanggung jawab untuk menghancurkan stok senjata kimia Suriah.
Menanggapi tudingan ini, Duta Besar Rusia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Vassily Nebenzia, mengatakan tudingan Tillerson itu terburu-buru. Menurut Nebenzia, tudingan ini dikeluarkan bersamaan dengan pertemuan Paris, yang melibatkan Amerika bersama 23 negara lain untuk meluncurkan sebuah organisasi baru. Organisasi ini untuk menghukum semua pelaku penggunaan senjata kimia. "Ini kebetulan yang aneh," ucap Nebenzia.
Militer Suriah sebelumnya terbukti menggunakan gas sarin untuk menyerang para pemberontak. Berdasarkan temuan Organisasi Pelarangan Senjata Kimia, Suriah menggunakan gas sarin pada 4 April 2017 dan beberapa kali menggunakan gas klorin.
Terkait dengan ini, Prancis menerapkan sanksi terhadap 25 orang dan entitas, baik dari Cina, Lebanon, maupun Prancis, yang terlibat sebagai importir dan distributor logam, peralatan elektronik, dan sistem cahaya dalam konteks membantu rezim Suriah membangun program senjata kimia.
"Situasi saat ini tidak bisa berlangsung," ujar Jean-Yves Le Drian, Menteri Luar Negeri Prancis. "Para penjahat yang menggunakan dan merancang senjata barbar ini harus tahu mereka tidak akan lolos dari hukuman," tutur Le Drian. Menteri Luar Negeri Amerika Tillerson meminta Rusia memastikan stok senjata kimia Suriah dihancurkan.
Credit TEMPO.CO