Pengakuan Trump dinilai mengubah jalannya negosiasi.
CB,
JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Organisasi Pembebasan Palestina (PLO)
sekaligus Juru Runding rakyat Palestina, Saeb Erekat mengatakan,
keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengakui Yerusalem
sebagai ibu kota Israel adalah bagian dari era Amerika baru yang
bergerak dari negosiasi ke diktator.
Menurut Erekat, orang-orang Palestina dihadapkan pada apa yang mereka
lihat bahwa pemerintah AS bertujuan mengadakan sebuah konferensi
internasional dalam upaya untuk menunjukkan dukungan global bagi solusi
dua negara terhadap konflik tersebut.
"Begitu ada
orang Palestina yang pergi dan bertemu dengan pejabat Amerika, ini
adalah penerimaan keputusan mereka. Sekarang mereka mengancam kita
dengan uang, dengan bantuan. Mereka berjanji untuk tidak memaksakan
solusi apa pun, dan sekarang mereka menginginkan pertemuan demi
pertemuan tersebut," kata Erekat dilansir
scmp.com, Rabu (31/1)
Erekat mengatakan, seolah-olah AS mengajak orang-orang Palestina, "Kemarilah, Nak, kami tahu apa yang baik untukmu."
Status
Yerusalem barangkali merupakan isu paling sensitif dalam konflik
Israel-Palestina. Israel melihat seluruh kota sebagai ibukota yang tak
terbagi, sementara Palestina menginginkan sektor timur sebagai ibu kota
negara masa depan mereka.
Israel menduduki Yerusalem timur
dalam Perang Enam Hari 1967 dan kemudian mencaploknya. Tindakan itu
tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional.
Pengakuan
sepihak Trump pecah dengan konsensus internasional selama puluhan tahun
bahwa status kota harus dinegosiasikan antara kedua belah pihak.
Pemimpin AS itu mengatakan dia masih bermaksud untuk mencapai apa yang
dia sebut "kesepakatan akhir" atau perdamaian Israel-Palestina, namun
presiden Palestina Mahmoud Abbas telah menyebut upayanya itu sebagai
"tamparan abad ini".
Pemerintahan Trump juga menyerang
Abbas pekan lalu, dengan duta besar PBB Nikki Haley yang mengatakan
bahwa dia tidak memiliki keberanian yang dibutuhkan untuk kesepakatan
damai. Sementara itu, menjawab komentar Haley dengan sebuah seruan,
"kudeta".