BERLIN
- Menteri Luar Negeri Jerman Sigmar Gabriel meminta Sekretaris Jenderal
(Sekjen) NATO untuk mengangkat isu operasi militer Turki melawan milisi
Kurdi di Afrin, Suriah utara. Serbuan militer Ankara itu telah
meningkatkan ketegangan selama beberapa hari ini.
”Saya telah meminta Sekretaris Jenderal NATO (Jens Stoltenberg) untuk membahas situasi di Suriah dan (khususnya) di bagian utara negara tersebut di dalam NATO,” ujar Gabriel dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan oleh Kementerian Luar Negeri Jerman.
Menurutnya, Berlin bersama dengan Paris, mendesak pihak-pihak terkait untuk menghentikan eskalasi lebih lanjut dari permusuhan di wilayah itui.”Untuk memfasilitasi akses kemanusiaan dan untuk melindungi warga sipil,” katanya yang menyebut krisis Afrin sebagai “prioritas tertinggi”.
Gabriel melanjutkan, resolusi konflik harus memperhitungkan kepentingan keamanan Turki. ”Kemungkinan negosiasi politik untuk perdamaian dan stabilitas di Suriah masih ada,” ujarnya seperti dikutip Russia Today, Jumat (26/1/2018). “Saya telah berulang kali menjelaskan kepada pemerintah Turki.”
Pada hari Minggu, diplomat Jerman itu mengkritik tindakan Ankara di Afrin dengan mengatakan bahwa hal terakhir yang dibutuhkan Suriah setelah kekalahan ISIS adalah sebuah konfrontasi militer lain di wilayahnya. Dia memperingatkan bahwa konflik antara Turki dan Kurdi Suriah membawa risiko yang tak ternilai harganya.
Gabriel juga mengindikasikan bahwa Jerman berencana untuk menunda pengiriman ekspor senjata ke Turki sehubungan dengan operasi Ankara di Suriah utara. ”Jelas bagi pemerintah federal bahwa kita seharusnya tidak memasok senjata ke titik temu ketegangan dan tidak akan melakukan itu,” katanya.
Ini bukan pertama kalinya Berlin memutuskan untuk menghentikan penjualan senjata ke Ankara, karena hubungan kedua sekutu NATO telah tegang sejak 2016. Pada bulan September 2017, Jerman menahan permintaan senjata dari Turki.
Menurut surat dari Kementerian Urusan Ekonomi Jerman pada bulan Maret 2017, yang dikutip oleh surat kabar Sueddeutsche Zeitung, total ada 11 aplikasi pengiriman senjata ke Turki yang diblokir oleh Jerman.
”Saya telah meminta Sekretaris Jenderal NATO (Jens Stoltenberg) untuk membahas situasi di Suriah dan (khususnya) di bagian utara negara tersebut di dalam NATO,” ujar Gabriel dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan oleh Kementerian Luar Negeri Jerman.
Menurutnya, Berlin bersama dengan Paris, mendesak pihak-pihak terkait untuk menghentikan eskalasi lebih lanjut dari permusuhan di wilayah itui.”Untuk memfasilitasi akses kemanusiaan dan untuk melindungi warga sipil,” katanya yang menyebut krisis Afrin sebagai “prioritas tertinggi”.
Gabriel melanjutkan, resolusi konflik harus memperhitungkan kepentingan keamanan Turki. ”Kemungkinan negosiasi politik untuk perdamaian dan stabilitas di Suriah masih ada,” ujarnya seperti dikutip Russia Today, Jumat (26/1/2018). “Saya telah berulang kali menjelaskan kepada pemerintah Turki.”
Pada hari Minggu, diplomat Jerman itu mengkritik tindakan Ankara di Afrin dengan mengatakan bahwa hal terakhir yang dibutuhkan Suriah setelah kekalahan ISIS adalah sebuah konfrontasi militer lain di wilayahnya. Dia memperingatkan bahwa konflik antara Turki dan Kurdi Suriah membawa risiko yang tak ternilai harganya.
Gabriel juga mengindikasikan bahwa Jerman berencana untuk menunda pengiriman ekspor senjata ke Turki sehubungan dengan operasi Ankara di Suriah utara. ”Jelas bagi pemerintah federal bahwa kita seharusnya tidak memasok senjata ke titik temu ketegangan dan tidak akan melakukan itu,” katanya.
Ini bukan pertama kalinya Berlin memutuskan untuk menghentikan penjualan senjata ke Ankara, karena hubungan kedua sekutu NATO telah tegang sejak 2016. Pada bulan September 2017, Jerman menahan permintaan senjata dari Turki.
Menurut surat dari Kementerian Urusan Ekonomi Jerman pada bulan Maret 2017, yang dikutip oleh surat kabar Sueddeutsche Zeitung, total ada 11 aplikasi pengiriman senjata ke Turki yang diblokir oleh Jerman.
Credit sindonews.com