Senin, 12 Oktober 2015

Kementerian Pertahanan Sebut Bela Negara Bukan Wajib Militer


Kementerian Pertahanan Sebut Bela Negara Bukan Wajib Militer Memberi hormat saat pengibaran Bendera Merah Putih raksasa di Tugu Monas, Jakarta. (ANTARA/Muhammad Adimaja)
 
Jakarta, CB -- Kementerian Pertahanan membantah program bela negara merupakan bentuk lain dari wajib militer. Direktur Bela Negara Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kemhan, Laksamana Pertama Muhammad Faizal, mengatakan kementeriannya tidak meniru program wajib militer yang diaplikasikan Singapura, Korea Selatan, atau Amerika Serikat.

"Mereka menerapkan wajib militer, kalau kami wajib bela negara. Itu diatur Pasal 27 UUD 1945," ujar Faizal di Jakarta, Senin (12/10).


Pernyataan Faizal tadi meneruskan pernyataan Menteri Pertahanan Ryamizard Riyacudu yang menyebut bela negara bertujuan membentuk disiplin pribadi yang kemudian akan berujung pada disiplin kelompok dan disiplin nasional.

"Kami tidak meniru siapa-siapa. Ini bukan wajib militer. Ini hak dan kewajiban. Hak boleh dituntut, tapi kewajiban harus dilaksanakan. Negara membolehkan demonstrasi, sekarang negara meminta warganya bela negara," ujar Ryamizard pada kesempatan yang sama.

Konstitusi melalui Pasal 27 ayat 3 UUD 45 mengatur setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Faizal berkata, aturan tersebut telah dijabarkan oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

Pasal 9 pada beleid tersebut menyebut keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara dapat disalurkan melalui empat kategori, yakni pendidikan kewarganegaraan; pelatihan dasar kemiliteran secara wajib; pengabdian secara sukarela atau wajib oleh prajurit TNI, dan pengabdian sesuai profesi masing-masing warga.


Faizal menuturkan, pelatihan bela negara akan diselenggarakan satuan-satuan pendidikan TNI seperti resimen induk daerah militer selama 30 hari. Para peserta pelatihan akan diinapkan di asrama.

Direktorat pimpinan Faizal saat ini sudah menyelesaikan kurikulum bela negara. Pembuatan kurikulum yang akan diaplikasikan ke seluruh Indonesia itu tidak hanya melibatkan Kemhan, tapi juga beberapa kementerian dan lembaga negara lain.

Meski diklaim berbeda dengan wajib militer, kata Ryamizard, warga perbatasan perlu menerima pendidikan dasar persenjataan pada pelatihan bela negara, sebab daerah perbatasan memiliki tingkat kerawanan militer lebih besar karena berhadapan langsung dengan potensi pelanggaran wilayah negara.



Credit  CNN Indonesia