Penasihat Keamanan Nasional AS, HR
McMaster, mengatakan perang pencegahan perlu dilakukan karena AS tak
mentoleransi ancaman nuklir Korut terhadap negaranya. (REUTERS/Jonathan
Ernst)
Jakarta, CB --
Amerika Serikat menyatakan tengah mempersiapkan perang preventif
menghadapi ancaman nuklir dan rudal Korea Utara yang terus
membayangi keamanan negara.
Dalam wawancara di televisi, Penasihat Keamanan Nasional AS HR McMaster mengatakan perang preventif perlu dilakukan sebab Presiden Donald Trump tidak menolerir segala bentuk ancaman Korut terhadap negaranya, termasuk ancaman Pyongyang yang ingin menyerang AS dengan senjata nuklir.
"Yang Anda ingin tahu adalah apakah kami mempersiapkan rencana untuk perang preventif dalam menghadapi Korut, kan?" ujarnya, seperti dikutip Yonhap, Senin (7/8). "Jika Korut memiliki senjata nuklir yang bisa mengancam AS, ini tidak bisa ditoleransi lagi berdasarkan perspektif Presiden. Tentu saja kami punya opsi untuk melakukan itu, termasuk opsi militer [perang]."
Opsi militer memang sudah cukup lama dipertimbangkan oleh pemerintahan Trump dalam menghadapi Korut.
Sekitar awal Agustus lalu, senator Partai Republik, Lindsey Graham, mengatakan Trump memberitahunya bahwa AS lebih memilih berperang daripada membiarkan Korut mengembangkan rudal nuklir jarak jauh.
Graham mengatakan perang akan terjadi antara Washington dan Pyongyang jika rezim Kim Jong-un terus mengembangkan program senjatanya itu.
Sejak awal 2017, Korut semakin membuat ketar-ketir AS dan sejumlah negara sekutunya dengan perkembangan program rudal balistik nuklirnya.
Pada akhir Juli lalu, Pyongyang kembali meluncurkan rudal antarbenua
(ICBM) yang diklaim memiliki kapabilitas nuklir serta mampu menjangkau
sejumlah wilayah di AS, seperti Alaska, Los Angeles, dan Chicago.
Melihat ancaman Korut yang kian nyata, AS beserta negara besar lainnya terus memutar otak mencari cara menghentikan ambisi nuklir negara paling terisolasi itu, termasuk mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar menerapkan sanksi baru yang lebih berat lagi pada Pyongyang.
Akhirnya, pada Minggu (6/8) lalu, Dewan Keamanan PBB menjatuhkan sanksi baru terhadap rezim paling terisolasi itu.
Dalam sanksi itu, PBB melarang seluruh ekspor batu bara, besi dan bijih besi, timah dan bijih timah, serta ikan dan makanan laut dari Korut. Secara total, sanksi yang diberikan PBB akan memangkas sepertiga nilai ekspor tahunan Korut hingga US$1 miliar atau setara Rp 13,3 triliun.
Tidak hanya itu, sanksi tersebut juga melarang Pyongyang menambah jumlah
pekerja di luar negeri, salah satu devisa terbesar bagi rezim Jong-un
selama ini.
Sanksi PBB ini bahkan dianggap sebagai hukuman paling berat dan besar yang pernah dijatuhkan organisasi itu kepada suatu negara selama satu dekade ini.
Dalam wawancara di televisi, Penasihat Keamanan Nasional AS HR McMaster mengatakan perang preventif perlu dilakukan sebab Presiden Donald Trump tidak menolerir segala bentuk ancaman Korut terhadap negaranya, termasuk ancaman Pyongyang yang ingin menyerang AS dengan senjata nuklir.
"Yang Anda ingin tahu adalah apakah kami mempersiapkan rencana untuk perang preventif dalam menghadapi Korut, kan?" ujarnya, seperti dikutip Yonhap, Senin (7/8). "Jika Korut memiliki senjata nuklir yang bisa mengancam AS, ini tidak bisa ditoleransi lagi berdasarkan perspektif Presiden. Tentu saja kami punya opsi untuk melakukan itu, termasuk opsi militer [perang]."
Opsi militer memang sudah cukup lama dipertimbangkan oleh pemerintahan Trump dalam menghadapi Korut.
Sekitar awal Agustus lalu, senator Partai Republik, Lindsey Graham, mengatakan Trump memberitahunya bahwa AS lebih memilih berperang daripada membiarkan Korut mengembangkan rudal nuklir jarak jauh.
Graham mengatakan perang akan terjadi antara Washington dan Pyongyang jika rezim Kim Jong-un terus mengembangkan program senjatanya itu.
Sejak awal 2017, Korut semakin membuat ketar-ketir AS dan sejumlah negara sekutunya dengan perkembangan program rudal balistik nuklirnya.
|
Melihat ancaman Korut yang kian nyata, AS beserta negara besar lainnya terus memutar otak mencari cara menghentikan ambisi nuklir negara paling terisolasi itu, termasuk mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar menerapkan sanksi baru yang lebih berat lagi pada Pyongyang.
Akhirnya, pada Minggu (6/8) lalu, Dewan Keamanan PBB menjatuhkan sanksi baru terhadap rezim paling terisolasi itu.
Dalam sanksi itu, PBB melarang seluruh ekspor batu bara, besi dan bijih besi, timah dan bijih timah, serta ikan dan makanan laut dari Korut. Secara total, sanksi yang diberikan PBB akan memangkas sepertiga nilai ekspor tahunan Korut hingga US$1 miliar atau setara Rp 13,3 triliun.
|
Sanksi PBB ini bahkan dianggap sebagai hukuman paling berat dan besar yang pernah dijatuhkan organisasi itu kepada suatu negara selama satu dekade ini.
Credit CNN Indonesia