Rabu, 03 Agustus 2016

Erdogan: Percobaan Kudeta Direncanakan di Luar Negeri

 
Erdogan: Percobaan Kudeta Direncanakan di Luar Negeri  
Presiden Recep Erdogan mempertanyakan hubungan Turki dengan Amerika Serikat, dan menilai bahwa rencana kudeta ditulis di luar negeri. (Reuters/Umit Bektas)
 
Jakarta, CB -- Presiden Turki Tayyip Erdogan menuduh Barat mendukung terorisme dan percobaan kudeta pada pertengahan Juli lalu. Erdogan mempertanyakan hubungan Turki dengan Amerika Serikat, dan menilai bahwa rencana kudeta direncanakan di luar negeri.

Dalam pidatonya di istana kepresidenan di Ankara, Erdogan mengatakan berbagai sekolah swasta di Amerika Serikat menjadi sumber pendapatan utama bagi jaringan tokoh agama Fethullah Gulen, yang dituding mendalangi percobaan kudeta yang menewaskan 246 orang dan melukai 2.000 lainnya itu.

"Saya menyerukan kepada Amerika Serikat, mitra strategis seperti apa kami? Bahwa Anda masih saja menjadi tempat tinggal seseorang yang sudah saya minta untuk diekstradisi?" ujar Erdogan di hadapan perwakilan lokal dari perusaan multinasional yang beroperasi di Turki, Selasa (2/8), dikutip dari Reuters.

"Upaya kudeta ini pelakunya berada di Turki, tapi rencananya ditulis di luar [negeri]. Sayangnya, Barat mendukung terorisme dan komplotan kudeta," katanya, disambut dengan tepuk tangan riuh para hadirin dan disiarkan langsung di televisi.

Gulen, yang tinggal dalam pengasingan di Pennsylvania sejak 1999, menyangkal keterlibatannya dalam percobaan kudeta. Presiden AS Barack Obama menegaskan bahwa Washington hanya akan mengekstradisi Gulen jika Turki memberikan bukti kesalahan Gulen dalam kudeta tersebut.

Upaya "pembersihan" pendukung Gulen di Turki telah membuat lebih dari 60 ribu personel militer, jajaran pengadilan, pegawai negeri sipil dan akademisi ditahan, diskors maupun diselidiki, sejak kudeta terjadi pada 15 Juli lalu.

"Jika kita memiliki belas kasihan terhadap orang-orang yang mencoba meluncurkan kudeta ini, kita lah yang akan dikasihani," kata Erdogan.

Gulen, 75, merupakan mantan kawan yang berujung menjadi lawan Erdogan. Mengaku bermazhab Hanafi, Gulen menekankan pengajarannya dengan memadukan agama dengan ilmu pengetahuan alam, mendorong dialog antar agama, serta demokrasi multi partai. Dia menginisiasi dialog dengan Vatikan dan organisasi-organisasi Yahudi.

Gerakan Gulen, atau yang dikenal dengan nama Hizmet di Turki, menjalankan sekitar 2.000 lembaga pendidikan di sekitar 160 negara. Pekan lalu, Kedutaan Besar Turki di Jakarta merilis pernyataan yang menyatakan bahwa sembilan institusi pendidikan di Indonesia terkait dengan jaringan Organisasi Teroris Fethullah Gulen (FETO). 

Dalam rilis itu disebutkan bahwa kesembilan sekolah tersebut berada di bawah organisasi payung PASIAD, yang telah ditutup pada 1 November 2015. Turki juga menyebut bahwa sejumlah sekolah yang berkaitan dengan FETO di seperti Yordania, Azerbaijan, Somalia dan Nigeria sudah ditutup.



Credit  CNN Indonesia