Ilustrasi (Reuters/Chris Wattie)
Satu insiden yang memantik perhatian internasional terjadi pada Maret 2015, ketika para aparat terlihat menggunakan kekerasan untuk mengatasi demonstrasi mahasiswa yang menentang undang-undang pendidikan. Insiden itu menyebabkan beberapa mahasiswa dan polisi terluka.
Laporan ini meninjau sistem pelatihan polisi Myanmar dan membuat rekomendasi soal berbagai komponen yang perlu ditingkatkan. Laporan ini juga menyoroti soal kurikulum pelatihan polisi Myanmar yang tidak selaras dengan standar pelatihan polisi internasional.
Dalam pelatihan polisi di Myanmar, tidak ditemukan komponen yang mengharuskan aparat memastikan bahwa hak asasi manusia tidak dilanggar ketika dia menjalankan tugasnya. Cara menangani kekerasan masyarakat juga tidak dipelajari dalam pelatihan polisi selama ini.
UNODC menyarankan sejumlah perbaikan dalam pelatihan polisi, termasuk mengurangi fokus pada keterampilan latihan dan militer, meningkatkan fasilitas pelatihan dan memberikan pelatihan khusus untuk petugas di berbagai bidang khusus, seperti korupsi dan kejahatan ekonomi.
Wakil Kepala Polisi Myanmar, Brigadir Jenderal Thein Oo mengakui bahwa polisi perlu kesadaran yang lebih besar tentang cara mengatasi aksi kekerasan massa.
Dia mengatakan tidak perlu ada aksi kekerasan dari aparat dalam menangani pengunjuk rasa.
"Jika mereka tidak ingin berbicara, mereka ingin melanggar hukum, kita harus mengambil tindakan. Tapi (kita) tidak harus menggunakan kekuatan berlebihan. Hanya menyeimbangkan kekuatan. Jadi pertama kita harus bertemu dan bernegosiasi, serta tidak melanggar hukum dan jika aksi kekerasan meletus, kita harus (mengambil) tindakan," kata Thein Oo, dikutip dari Channel NewsAsia.
Kepolisian Myanmar dan UNODC setuju bahwa penting bagi aparat penegak hukum untuk menjalani reformasi, terutama ketika negara itu sedang dalam proses peralihan menuju demokrasi.
Mereka mengakui bahwa transformasi di kepolisian juga akan memungkinkan petugas untuk menangani meningkatnya kejahatan lintas batas dan sejumlah tantangan lainnya.
Manajer UNODC Myanmar, Troels Vester, menyoroti bahwa ketika negara-negara ASEAN menjadi lebih terintegrasi, Myanmar juga menghadapi lebih banyak kejahatan lintas batas.
"Salah satu area yang akan ditinjau adalah terorisme, selain itu juga pencucian uang dan perdagangan manusia," kata Mr Vester.
"Kami juga melihat bahwa, misalnya, ada sejumlah konflik bersenjata yang terjadi di sekitar di Myanmar tetapi polisi yang berada di sekitar lokasi kejadian tidak dilatih pada berurusan dengan orang-orang yang berasal dari latar belakang etnis berbeda," ujarnya.
"Jika Anda merupakan responden pertama untuk mengatasi aksi kejahatan tetapi Anda tidak belajar bagaimana menghadapi warga dari latar belakang etnis berbeda, Anda akan kesulitan dalam menangani kasus ini. Jadi, sedikit-banyak, ini akan terkait dengan proses perdamaian juga," katanya menambahkan.
Credit CNN Indonesia