Derivation.
Sumber: press-photo
Rusia tengah mengembangkan
sistem antipesawat yang menjanjikan dengan kaliber baru. Sistem terbaru
dengan peningkatan daya tembak ini dirancang untuk menggantikan sistem
Shilka dan Tunguska yang kini merupakan fondasi dasar pasukan darat
pertahanan udara Rusia.
Pengembangan senjata baru untuk menggantikan sistem anti-pesawat terlaris di dunia — Shilka dan
Tunguska — telah diumumkan oleh Komandan Pasukan Darat Pertahanan Udara
Rusia, Letnan Jenderal Alexander Leonov, di stasiun televisi Rossiya 24
pada 27 Desember 2015.
Sistem antipesawat ini didesain
dengan penggunaan meriam antipesawat 57 mm dan dikembangkan sebagai
bagian dari pengembangan fundamental senjata dan perangkat terbaru
tentara Rusia.
Pada September 2015, industri
pertahanan Rusia memamerkan sistem terbaru Derivatsiya dengan meriam
AU-220M terpasang pada kendaraan lapis baja amfibi BMP-3 pada pameran militer internasional RAE 2015 di kota Nizhny Tagil di Pegunungan Ural.
Sistem tersebut menarik
perhatian para pengunjung karena ia dapat berpengaruh besar terhadap
pengembangan kendaraan lapis baja dan senjatanya di masa depan. Fitur
utama Derivatsiya adalah kaliber baru senapannya — 57 mm.
Sistem artileri kaliber ini
secara aktif digunakan di masa lalu, tapi tak tersebar luas di pasukan
bersenjata. Namun, perancang Derivatsiya memutuskan untuk mengembalikan
kaliber yang terlupakan ini, karena dengan kondisi saat ini, ia memiliki
sejumlah keunggulan dibanding meriam yang sudah ada.
Sistem artileri Shilka dan
Tunguska, yang kini membentuk dasar pasukan darat pertahanan udara Rusia
memiliki meriam berkaliber 23 mm dan 30 mm.
Shilka dan Tunguska
Selain Angkatan Bersenjata Ruia, kendaraan anti-pesawat otomatis Soviet Shilka dan Tunguska saat ini masih digunakan oleh India, Iran, Kuba, Peru, Serbia, Suriah, Mesir, dan negara-negara lain.
Kaliber Baru untuk Lapis Baja Padat
Kebutuhan untuk mengadopsi sistem artileri antipesawat baru
berkaitan dengan peningkatan kekuatan helikopter militer yang
dilengkapi dengan misil jelajah antitank yang kini mampu menyerang
target dari jarak delapan hingga sepuluh kilometer dan akan mencapai 15
kilometer di masa mendatang.
Selain itu, peluru 23 mm dan 30 mm masih bisa menembus
lapis baja helikopter serang terbaru, namun mereka tak bisa menciptakan
ketebalan tembakan yang dibutuhkan, yang menjamin penghancuran misil
jelajah dan antiradar, serta bom dan pesawat tanpa awak. Penggunaan
senjata baru dengan kaliber 57 mm juga dapat meningkatkan jangkauan
serang target, baik dari jarak maupun ketinggian.
Peningkatan kaliber meriam antipesawat akan mengurangi
kapasitas pengangkutan amunisi, namun efektivitas sistem ini akan tetap
tinggi, karena jumlah amunisi yang dibutuhkan untuk menghancurkan satu
target akan berkurang. Kaliber tinggi yang dimiliki sistem ini
membuatnya mampu menembak tak hanya target udara, tapi juga target darat
jika Anda menggunakan peluru antipesawat, berdaya ledak tinggi, dan
fragmentasi, serta sub-kaliber.
Karakteristik sistem baru ini sangat dirahasiakan, tapi
berdasarkan sumber terbuka, diketahui bahwa senjata ini memiliki rudal
jelajah yang dapat ditembakkan melalui laras senapan, yang berfungsi
sebagai peluncur.
Unit baru ini juga akan dilengkapi dengan sistem
optoelektronik teletermal yang menjamin efisiensi penggunaan senjata
standar sistem antipesawat. Sistem ini akan menjamin penghancuran
pesawat musuh pada jarak enam hingga delapan kilometer, dan pesawat
tanpa awak pada jarak tiga hingga lima kilometer.
Credit RBTH Indonesia