"Kami belum tahu pasti, masih perlu penelitian lebih lanjut. Kami memperkirakan ada tiga faktor yang bisa menjadi pemicunya," ujar Arifsyah Nasution selaku juru kampanye laut Greenpeace saat dihubungi Kompas.com pada Selasa (1/12/2015).
Faktor pertama, lanjut Arifsyah, kemungkinan bisa terjadi lantaran, saat hujan, air dari sungai-sungai yang tercemar masuk, dan terakumulasi di pantai utara.
"Misalnya air dari Sungai Ciliwung itu kan ada material organik, material B3-nya. Saat hujan, air ini terakumulasi di muaranya, Teluk jakarta," kata Arifsyah.
Menurut Arifsyah, kondisi tersebut bisa menyebabkan ikan kekurangan oksigen. "Jadi kalau kita lihat, ikan ini tidak bisa bertahan karena perubahan lingkungan yang terlalu cepat," ungkap dia.
Selain itu, Arifsyah mengungkapkan, dugaan lainnya adalah satu jenis alga yang berkembang saat musim hujan datang.
"Bisa jadi, kematian ikan ini karena adanya jenis alga yang booming dan menyebabkan timbulnya kompetisi untuk mencari oksigen," jelasnya.
Faktor ketiga, tambahnya, limbah B3 yang berasal dari beberapa industri di kawasan pesisir Jakarta Utara.
"Karena mereka membuang limbah dan adanya sirkulasi di air laut menyebabkan korban kali ini adalah ikan di Teluk Jakarta," tandas Arifsyah.
Credit KOMPAS.com