Warga Israel diimbau tinggal di dekat tempat perlindungan bom.
CB, GAZA
– Pertempuran antara Hamas dan Israel mulai mereda pada Selasa (26/3).
Namun ketegangan masih membekap wilayah perbatasan Jalur Gaza.
Meskipun
gencatan senjata telah tercapai, Israel tetap memperingatkan warganya
yang tinggal tak jauh dari wilayah perbatasan agar selalu waspada. Warga
Israel bahkan diimbau tinggal di dekat tempat perlindungan bom.
"Saya memberitahu anak-anak saya bahwa semuanya akan baik-baik
saja dan semuanya akan berakhir. Kami percaya pemerintah akan
menyelesaikan masalah ini," ujar Eliav Vanunu, seorang warga Israel yang
tinggal di wilayah perbatasan, Sderot.
Tercapainya
gencatan senjata antara Hamas dan Israel terjadi sehari setelah
beberapa roket ditembakkan dari Jalur Gaza ke wilayah Israel pada Senin
(25/3) malam.
Redanya pertempuran antara Hamas dan
Israel terjadi setelah Mesir turun tangan untuk memediasi kedua belah
pihak. Kairo berhasil mendorong Hamas dan Israel menyepakati gencatan
senjata.
"Upaya Mesir sukses, dengan gencatan
senjata antara pendudukan (Israel) dan faksi-faksi perlawanan (Palestina
di Gaza)," ujar juru bicara Hamas Fawzi Barhoum, dikutip laman
Aljazeera. Kendati demikian, Israel belum memberikan komentar perihal gencatan senjata tersebut.
Hamas
dan Jihad Islam, dalam sebuah pernyataan bersama mengatakan, serangan
tersebut merupakan tanggapan atas serangan udara Israel.
Israel
diketahui membidik seluruh pos dan markas Hamas di Gaza pascaserangan
roket ke wilayahnya. Kantor pemimpin Hamas Ismail Haniyeh yang berada di
distrik Al-Rimal barat dilaporkan turut hancur akibat serangan
Israel.
Tel Aviv mengonfirmasi pesawat tempurnya
memang mengincar kantor Haniyeh. Sebab tempat itu kerap digunakan untuk
mengadakan pertemuan terkait militer.
Namun Israel tak memberi penjelasain mendetail tentang pertemuan yang dimaksud.
Selain
kantor Haniyeh, Israel mengklaim berhasil menghancurkan markas
intelijen militer Hamas. Sejumlah bangunan turut ambruk terhantam
serangan udara Israel.
Kementerian
Kesehatan Gaza mengatakan tidak ada korban jiwa akibat gempuran Israel.
Namun setidaknya tujuh warga Palestina terluka.
Juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza Ashraf al-Qudrah mengungkapkan, pos-pos medis di Gaza masih dalam status siaga tinggi.
Hamas dan Jihad Islam telah sesumbar akan menginstensifkan serangan jika Israel tak menghentikan serangan udaranya.
"Kita
harus menghadapi serangan ini dengan front nasional bersatu dan
berkoordinasi dengan sekutu Arab kita. Rakyat kita dan (kelompok)
perlawanan tidak akan menyerah jika pendudukan melewati garis merah,"
kata Ismail Haniyeh.
Sekretaris Jenderal PBB
Antonio Guterres telah menyatakan keprihatinan atas eskalasi terbaru di
Gaza. Dia mendesak semua pihak agar semaksimal mungkin menahan diri.
Situasi
di perbatasan Gaza-Israel telah memanas dalam setahun terakhir. Hal itu
dipicu oleh digelarnya aksi bertajuk "Great March of Return" pada Maret
2018. Dalam aksi tersebut, warga Palestina di Gaza berduyun-duyun
melakukan demonstrasi di dekat pagar perbatasan Israel.
Mereka menuntut Israel mengembalikan lahan dan tanah yang didudukinya pasca Perang 1967 kepada para pengungsi Palestina.
Kala
itu warga Palestina juga menyuarakan protes atas keputusan Amerika
Serikat (AS) memindahkan kedutaan besarnya ke Yerusalem.
Namun Israel merespons aksi demonstrasi itu secara represif. Mereka menembaki para demonstran dengan peluru tajam.
Sebanyak
189 warga Palestina tewas sepanjang aksi Great March of Return
dilaksanakan. Sementara sekitar 6.016 lainnya mengalami luka ringan dan
berat.
PBB telah menyatakan bahwa tindakan Israel terhadap para demonstran Great March of Return merupakan kejahatan perang.
"Beberapa
pelanggaran itu mungkin merupakan kejahatan perang atau kejahatan
terhadap kemanusiaan dan harus segera diselidiki Israel," ujar Komisaris
Kenya Betty Kaaring Murungi dalam laporan yang diterbitkan Komisi
Penyelidikan Independen PBB tentang Protes di Wilayah Palestina yang
Diduduki.
Sejak 2007, telah terjadi tiga kali
pertempuran di Jalur Gaza. Peperangan paling mematikan meletus pada
2014. Saat itu gempuran militer Israel menyebabkan sekitar 1.800 warga
Palestina di Gaza tewas dan lebih dari 10 ribu lainnya luka-luka.
Credit
republika.co.id