NEW YORK
- Suriah menyerukan Dewan Keamanan PBB untuk mengadakan pertemuan
mendesak terkait keputusan Amerika Serikat (AS) mengakui Dataran Tinggi
Golan sebagai wilayah Israel.
Dalam sepucuk surat, misi Suriah untuk PBB meminta presiden dewan, yang dipegang Prancis, untuk menjadwalkan pertemuan mendesak guna membahas situasi di Golan Suriah yang diduduki dan pelanggaran baru-baru ini yang melanggar resolusi Dewan Keamanan terkait oleh negara anggota tetap.
Kepresidenan Dewan Keamanan PBB yang dipegang Prancis tidak segera menjadwalkan pertemuan itu dan para diplomat mengatakan akan ada diskusi di dewan tentang permintaan itu seperti dikutip dari Al Jazeera, Kamis (28/3/2019).
Dalam sepucuk surat, misi Suriah untuk PBB meminta presiden dewan, yang dipegang Prancis, untuk menjadwalkan pertemuan mendesak guna membahas situasi di Golan Suriah yang diduduki dan pelanggaran baru-baru ini yang melanggar resolusi Dewan Keamanan terkait oleh negara anggota tetap.
Kepresidenan Dewan Keamanan PBB yang dipegang Prancis tidak segera menjadwalkan pertemuan itu dan para diplomat mengatakan akan ada diskusi di dewan tentang permintaan itu seperti dikutip dari Al Jazeera, Kamis (28/3/2019).
"Tidak mungkin ada perjanjian damai yang tidak memuaskan memenuhi kebutuhan keamanan Israel di Dataran Tinggi Golan," tambahnya.
China dan Rusia berbicara menentang keputusan AS selama pertemuan dewan, seperti halnya Indonesia dan Afrika Selatan, dua negara yang sangat mendukung Palestina, bersama dengan Kuwait, sekutu AS di wilayah tersebut.
Presiden Donald Trump pada hari Senin menandatangani dekrit di mana AS mengakui pencaplokan Israel atas dataran tinggi strategis, meskipun resolusi PBB mengakui Golan sebagai wilayah yang diduduki Israel.
Israel menduduki Dataran Tinggi Golan dari Suriah selama Perang Arab-Israel 1967 dan terus menduduki sekitar dua pertiga wilayah Dataran Tinggi Golan yang lebih luas sebagai akibat langsung dari konflik.
Pada tahun 1981, Israel secara resmi mencaplok wilayah tersebut, dalam suatu tindakan yang dengan suara bulat ditolak pada saat itu oleh Dewan Keamanan PBB.
Credit sindonews.com