Makam para korban perang Bosnia antara tahun 1992-1995 di dekat kota Srebrenica
Foto: Reuters
Tiga pemimpin Bosnia, Serbia dan Krosia tanda tangani kesepakatan Dayton.
CB,
Pada 14 Desember 1995, para pemimpin Bosnia, Serbia, dan Kroasia
menandatangani Kesepakatan Dayton di Paris untuk mengakhiri perang di
Balkan yang telah berlangsung selama tiga setengah tahun.
Ketiga
pemimpin itu menandatangani kesepakatan yang disaksikan oleh sejumlah
kepala negara Eropa, dan dihadiri sedikitnya 50 pemimpin dunia dan
pemimpin organisasi internasional.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, Bosnia dipertahankan sebagai
satu negara tetapi dibagi menjadi dua bagian. Negara itu akan terdiri
dari federasi Muslim-Kroasia yang mewakili 51 persen wilayah dan
Republik Serbia yang memegang 49 persen sisanya.
Sarajevo
akan menjadi kota yang bersatu dengan Serbia, bersama dengan beberapa
wilayah pinggiran kota yang dikuasai Serbia. Sementara daerah kantong
aman Gorazde akan tetap berada di bawah kontrol Muslim, tetapi akan
dihubungkan oleh koridor darat ke Sarajevo.
Pemimpin
Serbia, Slobodan Milosevic, mengatakan negaranya telah dikucilkan
terlalu lama. Sementara pemimpin Kroasia, Franjo Tudjman, berbicara
tentang tujuannya untuk menjalin hubungan yang lebih erat antara
warganya dengan Uni Eropa.
Di sisi lain, pemimpin Bosnia, Alija Izetbegovic menyampaikan impiannya akan sebuah negara Bosnia yang multi-etnis.
Keberhasilan
mempertahankan perjanjian damai itu akan menentukan bantuan bagi negara
yang dilanda perang tersebut. Sedikitnya 200 ribu orang tewas dalam
konflik paling berdarah di Eropa sejak Perang Dunia II.
Beberapa
juta orang telah kehilangan tempat tinggal, sebagian merupakan hasil
dari operasi pembersihan etnis. Banyak pengungsi lainnya melarikan diri
dari negara itu karena tidak mau terjebak dalam pertempuran.
Presiden
AS saat itu, Bill Clinton, mengatakan perdamaian seluruhnya diserahkan
kepada ketiga pemimpin dan rakyat mereka. "Tidak seorang pun di luar
dapat menjamin bahwa Muslim, Kroasia, dan Serbia di Bosnia dapat bersatu
dan tetap bersama sebagai warga negara bebas di negara kesatuan itu.
Hanya mereka sendiri yang bisa menentukannya," kata Presiden Clinton.
Meskipun
Kesepakatan Dayton secara resmi mengakhiri konflik, ketegangan tetap
ada di antara tiga negara Balkan tersebut. Namun segalanya membaik
ketika lanskap politik di wilayah itu berubah.
Alija
Izetbegovic mengundurkan diri pada 2001. Slobodan Milosevic diadili di
Den Hag setahun kemudian karena tuduhan kekejaman di Balkan selama 10
tahun. Sedangkan Franjo Tudjman meninggal dunia pada 1999.
Para
pemimpin pemerintahan baru negara-negara itu lebih moderat. Mereka
bertemu untuk pertama kalinya pada 2002, sejak pendahulu mereka
menandatangani perjanjian damai.
Banyak masalah perang yang
masih terus berlanjut, salah satunya adalah nasib sekitar 1,5 juta
pengungsi dan orang-orang yang terlantar. Pasukan penjaga perdamaian Uni
Eropa menggantikan NATO pada Desember 2004.
Statistik
resmi yang dirilis pada 2005 mengungkapkan jumlah korban tewas dalam
perang Bosnia lebih rendah daripada yang diperkirakan. Sebuah laporan
sementara mengatakan jumlah korban tewas mungkin mendekati 100 ribu
jiwa.
Suasana Kota Bosnia. (Anadolu Agency/Mustafa Öztürk).
Jakarta, CB -- Pemimpin nasionalis Serbia
di Bosnia, Milorad Dodik, memenangkan jabatan tertinggi dalam sistem
kepresidenan antar-etnis di negara tripartit itu dengan perolehan suara
sebanyak 55 persen.
Dikutip dari Reuters, Partainya mengatakan perhitungan itu berdasarkan dari 72 persen suara yang telah dihitung dalam pemilihan langsung.
Juru
bicara partai Radovan Kovacevic juga mengatakan bahwa Zeljka
Cvijanovic, seorang kandidat Presiden Republik Serbia otonom Bosnia,
unggul atas para pesaingnya dengan perolehan 55 persen suara. Hal itu
berdasarkan pada 17,6 persen suara yang telah dihitung.
Seperti dikutip dari AFP, Warga Bosnia menghadapi pemilihan
suara pada Minggu (7/10), untuk memilih pemimpin yang akan mengarahkan
masa depan bangsa Balkan yang terpecah karena perbedaan etnis.
Ketika
daftar keterpurukan ekonomi yang dihadapi negara cukup panjang, banyak
pemilih mengaku telah kehilangan kepercayaan pada kalangan politik yang
dianggap menggerakkan paham nasionalis untuk tetap berkuasa.
Sistem
politik Negeri Balkan yang cukup kompleks merupakan peninggalan dari
konflik perbedaan etnis yang berlangsung pada 1992-1995 lalu. Negara
tersebut terpisah oleh tiga kekuatan, yakni dari kelompok Muslim Bosnia,
Serbia, dan Kroasia.
Pertempuran menyebabkan 100 ribu orang tewas dan menelantarkan
jutaan orang. Tak hanya tu, ekonomi dan infrastruktur negarapun turut
remuk redam.
Jakarta, CB -- Ribuan peserta dari
seluruh dunia turun ke jalanan di Kota Nezuk, dekat Kota Tuzla, Bosnia mengikuti napak tilas dalam rangka peringatan 23 tahun pembantaian di Srebrenica, Minggu (8/7).
Dilansir kantor berita Turki, Anadolu, aksi tersebut diikuti lebih dari 6.000 peserta yang menempuh jarak total 100 kilometer dalam tiga hari.
Aksi
yang digelar sejak 13 tahun terakhir tersebut diikuti berbagai
kalangan. Namun ada pula yang baru pertama kali mengikutinya.
Peserta berjalan sejauh 35 kilometer setiap hari hingga
berakhir di titik akhir. Yakni pemakaman di Potocari, sebuah desa di
Bosnia-Herzegovina timur. Di sana para peserta mengikuti upacara doa mengenang 35 korban genosida.
Sepanjang perjalanan, peserta mendengarkan kisah-kisah suram
pembantaian dari para korban yang selamat. Jalur tersebut merupakan
jalan yang sama digunakan warga Bosnia ketika melarikan dari pembantaian
di Srebrenica. Jalan antara Srebrenica menuju Tuzla itu kerap disebut
sebagai "Jalan Kematian".
Mario Dolquier dari Belgia, yang baru
pertama kali ikut mengaku diberitahu soal napak tilas itu saat
berkunjung ke Monumen Pemakaman Potocari di Srebrenica.
"Saya berpartisipasi untuk pertama kalinya dalam pawai ini," kata Dolquier seperti dikutip Anadolu Agency.
Kadir
Suljic, seorang anak laki-laki berusia 16 tahun dari kota Gradacac
Bosnia, mengatakan meski baru pertama kali, dia mengaku bangga bisa
mengikuti napak tilas untuk mengenang para korban genosida di
Srebrenica.
Panitia penyelenggara mengatakan bahwa pawai perdamaian itu telah menjadi "aktivitas global."
Sejak
2005. ribuan orang mengikuti 'Mars Mira' atau Pawai Perdamaian, napak
tilas melintasi hutan-hutan yang digunakan etnis muslim Bosniak untuk
menyelamatkan diri dari pembantaian di Srebrenica tersebut.
Selama
Perang Bosnia, Srebrenica dikepung oleh pasukan Serbia antara 1992 dan
1995. Saat itu, milisi Serbia mencoba merebut wilayah dari Muslim Bosnia
dan Kroasia untuk membentuk negara mereka sendiri.
Pada 1993 Dewan Keamanan PBB telah menyatakan Srebrenica sebagai "daerah aman".
Namun, pasukan Serbia yang dipimpin oleh Jenderal Ratko Mladic yang
sekarang menghadapi tuduhan genosida di Den Haag menyerbu zona PBB
meskipun kehadiran sekitar 450 Belanda tentara yang ditugaskan untuk
melindungi warga sipil yang tidak bersalah sebagai pasukan penjaga
perdamaian PBB.
Pasukan Belanda gagal bertindak ketika pasukan
Serbia menduduki daerah itu, hingga menewaskan sekitar 2.000 pria dan
anak laki-laki.
Sekitar 15.000 pria Srebrenica melarikan diri ke
pegunungan di sekitarnya tetapi pasukan Serbia memburu dan membantai
6.000 dari mereka di hutan.
Sebanyak 6.504 korban dimakamkan di Peringatan Genosida Srebrenica di Potocari.
Jenderal Atif Dudakovic, komandan Tentara Muslim Bosnia di era Perang Bosnia 1992-1995. Foto/svojtiposo.ba
SARAJEVO
- Otoritas Bosnia menangkap selusin pejabat termasuk seorang jenderal
Muslim era Perang Bosnia 1992-1995. Penangkapan ini memicu kemarahan
para politisi Muslim dan dianggap membuka kembali aib perang.
Penangkapan
selusin pejabat termasuk Jenderal Atif Dudakovic berlangsung hari
Jumat. Selusin pejabat tersebut ditangkap atas tuduhan melakukan
kejahatan perang.
Meski memicu kemarahan para politisi Muslim
Bosnia, pihak Serbia justru menganggap penangkapan itu terlalu sedikit
dan sudah terlambat.
Dudakovic, 64, merupakan komandan Korps ke-5
dari Tentara Muslim Bosnia di daerah kantong Bihac selama Perang Bosnia
1992-1995. Pasukannya bertempur melawan Serbia Bosnia serta faksi
Muslim Bosnia yang mencari otonomi dari pemerintah di Sarajevo.
Sebagian besar Muslim Bosnia menganggap jenderal itu sebagai pahlawan karena mengalahkan kaum otonom.
Dia dan 11 pejabat lainnya kini menghadapi dakwaan kejahatan perang terhadap warga sipil dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
"Dakwaan
terkait dengan kematian beberapa ratus warga sipil Serbia Bosnia dan
tawanan perang pada 1995, serta kejahatan perang terhadap warga sipil
(Muslim Bosnia) yang setia pada otonomi Bosnia Barat pada 1994," kata
kantor jaksa penuntut dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Washington Post, semalam (27/4/2018).
Perdana
Menteri Bosnia Denis Zvizdic membela Dudakovic dan jenderal-jenderal
lain yang ditangkap."(Mereka) identik dengan pertahanan Bosnia yang
terhormat dan heroik ketidakbersalahan mereka pasti akan terbukti," kata
Zvizdic.
Bakir Izetbegovic, politisi Muslim Bosnia dari presiden
tripartit negara itu, menyebut penangkapan itu sebagai penghinaan yang
tidak perlu bagi orang-orang yang telah bekerja sama dengan penyelidik
selama bertahun-tahun.
Sedangkan Presiden Republik Serbia Bosnia, Milorad Dodik, mengatakan penyelidikan panjang adalah bagian dari masalah.
"Seandainya
penangkapan ini terjadi tepat setelah publik diperlihatkan rekaman di
mana dapat terlihat dengan jelas bagaimana Dudakovic memberi perintah
untuk kejahatan, saya akan percaya pada niat baik dari pengadilan
Bosnia," katanya.
"Seperti itu, saya pikir penangkapan itu datang terlambat," katanya lagi.
Dodik,
perdana menteri saat itu dari Republik Serbia, adalah salah satu
pejabat yang merekomendasikan Dudakovic dikenai tuduhan kejahatan perang
sejak lebih dari satu dekade lalu. Rekomendasi darinya muncul setelah
ada rekaman yang menunjukkan jenderal tersebut memerintahkan bawahannya
untuk mengeksekusi dua tahanan di tempat di mana mereka ditangkap, dan
memuji orang-orang yang menjalankan tugas itu.
Bosnia berencana melakukan evaluasi semua area beranjau yang masih ada
CB,
SARAJEVO -- NATO dan EUFOR akan menyerahkan otoritas 800 citra udara
pascaperang 1990an kepada Bosnia untuk membantu mendeteksi dan menyisir
sekitar 120 ribu ranjau darat yang masih tersebar di negara Balkan
tersebut.
NATO mengoperasikan 60 ribu tentara telah menjaga perdamaian di
Bosnia setelah AS memediasi perdamaian konflik internal mereka pada
1995. Sepanjang itu, NATO mengambil citra udara dari 50 lokasi ranjau
darat dan peralatan berpotensi ledak lainnya yang terdapat di permukaan
tanah di seluruh wilayah Bosnia.
"Semua citra udara itu
kini dipegang oleh EUFOR. EUFOR sendiri mengambil alih misi perdamaian
di Bosnia sejak 2012 lalu," demikian dilansir Reuters, Kamis (22/3).
''Foto
udara ini akan membantu penelahaan lebih baik bagi penanggung jawab
pembersihan ranjau darat yang masih tersisa panca perang,'' kata Menteri
Urusan Sipil Bosnia Adil Osmanovic usai menandatangani nota kesepahaman
dengan komandan-komandan NATO dan EUFOR di Bosnia.
Bosnia
berencana melakukan evaluasi semua area beranjau yang masih ada
sepanjang 2018-2019 ini. Proyek yang dibiayai dari Uni Eropa ini akan
membantu operasional strategi pembersihan ranjau darat Bosnia.
Pusat
Pembersihan Ranjau Bosnia (MAC) memprediksi ada sekitar 1.000 meter
persegi lahan yang masih menyimpan ranjau peninggalan perang yang
menewaskan lebih dari 100 ribu orang dan membuat lebih dari sejuta orang
Bosnia mengungsi. MAC menyatakan ada lebih dari 600 orang yang tewas
dan 1.700 orang terluka akibat kecelakaan akibat ranjau darat sejak
perang usai pada 1995. Pada 2017 saja, ada tiga orang tewas dan empat
luka akibat insiden akibat ranjau.
Komandan
perang pasukan Kroasia Bosnia, Jenderal Slobodan Praljak, yang jadi
terdakwa kasus kejahatan perang terhadap Muslim Bosnia, menenggak racun
di persidangan internasional di Den Haag, Rabu (29/11/2017). Foto/ICTY
via REUTERS TV
DEN HAAG
- Komandan perang pasukan Kroasia Bosnia, Jenderal Slobodan Praljak,
tewas setelah menenggak racun di persidangan yang dipimpin hakim
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Den Haag, Rabu (29/11/2017). Aksi
itu terjadi setelah hakim menolak banding jenderal yang dituduh sebagai
penjahat perang dan penanggung jawab atas pembantaian terhadap Muslim
Bosnia.
Praljak mengajukan banding atas vonis 20 tahun penjara yang dijatuhkan pengadilan sebelumnya dengan tuduhan serupa.
Stasiun
televisi Kroasia mengutip sumber yang dekat dengan Praljak yang
mengatakan bahwa terdakwa meninggal di sebuah rumah sakit di Den Haag,
tak lama setelah meminum racun.
Hakim banding di pengadilan
kejahatan perang Yugoslavia menjatuhkan hukuman terhadap enam orang
Kroasia Bosnia. Mereka dinyatakan bersalah melakukan kejahatan perang
dan kejahatan terhadap kemanusiaan selama tahun 1990-an dalam putusan
pengadilan terakhir sebelum ditutup bulan depan.
Setelah hakim
mengonfirmasi vonis, Praljak, 72, mengayunkan gelas berisi cairan dan
berkata; "Saya hanya minum racun.” “Saya bukan penjahat perang, saya
menentang keyakinan ini,” ujarnya.
Hakim ketua langsung menunda sidang dan meminta dokter, ambulans dan paramedis pergi ke ruang sidang.
”Mantan
kepala markas besar Dewan Pertahanan Kroasia, Jenderal Slobodan
Praljak, meninggal di sebuah rumah sakit di Den Haag setelah dia minum
racun di ruang sidang setelah Pengadilan Pidana Internasional untuk
Bekas Yugoslavia mengonfirmasi hukuman 20 tahun atas kejahatan perang,”
bunyi laporan stasiun televisi Kroasia.
Ratko Mladic ketika membuat keributan di ruang sidang.
CB, DEN HAAG --Pengadilan PBB atas kejahatan
perang di Yugoslavia telah menyerahkan keputusan akhir atas kasus
genosida Ratko Mladic yang terjadi pada 1992-1995 silam di Srebrenica,
Rabu (22/11).
Mladic dituding bertanggung jawab atas kematian lebih dari 11 ribu
orang Bosnia. Saat peristiwa memilukan itu terjadi, pria berusia 74
tahun ini menjabat sebagai panglima angkatan bersenjata Serbia.
Jaksa penuntut umum menuntutnya dengan hukuman seumur hidup. Pengacara
Mladic berpendapat tanggung jawab Mladic atas pembunuhan dan
pembersihan etnis warga sipil oleh pasukan Serbia dan paramiliter sekutu
tidak pernah terbukti dan dia seharusnya mendapat tidak lebih dari 15
tahun penjara jika terbukti bersalah.
Pada 11 Juli 1995, para tentara Serbia yang dipimpin Ratko Mladic menyerbu kompleks pengungsian safe area
PBB yang dihuni kaum Muslim Bosnia di Srebrenica. Saat itu, kompleks
tersebut diawasi pasukan penjaga perdamaian PBB tetapi dengan jumlah
personel yang tidak mencukupi.
Keluarga korban pembantaian mengenang bagaimana tindakan Mladic seusai hari nahas itu, 12 Juli 1995.
"Dia
memberikan cokelat dan manisan kepada anak-anak kami, selagi kamera
(wartawan asing) merekam. Dia juga mengatakan, kalian tidak perlu
takut," kata Munira Subasic, perwakilan dari komunitas Para Ibu
Srebrenica, Rabu (22/11).
Namun, setelah para wartawan pergi, dia
segera memerintahkan anak buahnya membunuh keluarga kami, memperkosa
perempuan kami, dan akhirnya mengusir kami dari Srebrenica sehingga dia
bebas membersihkan kota itu.
Pembantaian Srerenica adalah
genosida terburuk di Eropa sejak usainya Perang Dunia II. Komisi
pelacakan orang hilang (ICMP) telah dibentuk untuk mencari jasad korban
pembantaian Srebrenica. Sejauh ini, ada 6.900 jasad korban yang berhasil
teridentifikasi melalui tes DNA.
Pengadilan atas Mladic
berlangsung empat tahun lamanya. Hal itu karena kondisi kesehatan Mladic
yang menurun sehingga menyita banyak waktu. Kasus Mladic ini merupakan
kasus yang terakhir di luar banding yang dihadapkan pada Pengadilan PBB
atas Penjahat Perang Yugoslavia (ICTY) di Den Haag, Belanda.
Bosnia
Herzegovina merupakan negara berpenduduk mayoritas Muslim di
Semenanjung Balkan. Negara ini merupakan pecahan dari Yugoslavia yang
bubar pada 1992.
Jasad-jasad korban perang
Bosnia-Serbia pada dekade 1990an. Foto diambil pada 17 Februari 1993 di
dekat Sarajevo. (AFP PHOTO / GABRIEL BOUYS)
Jakarta, CB --
Tim pakar forensik melakukan penyelidikan atas sebuah jurang di
Bosnia tengah untuk mencari jasad muslim Bosnia dan Kroasia yang
dibantai pasukan Serbia pada awal perang 1992-1995, Kamis (7/9).
Seperti dikutip dari Reuters,
penyelidikan itu dimulai beberapa jam setelah pengadilan perang Bosnia
memerintahkan penggalian di Gunung Vlasic yang disebut sebagai tempat
sekitar 160-220 tawanan perang ditembak mati pada 21 Agustus 1992.
Pada Agustus 1992 silam disebutkan para tawanan perang itu bakal dilepas
dari pusat penahanan di dekat kota Prijedor. Namun, di tengah jalan
mereka diturunkan dari bus dan dibariskan di tepi jurang untuk kemudian
ditembaki. Dari ratusan tawanan perang tersebut, hanya sedikit yang
selamat dari aksi yang kemudian disebut sebagai Pembantaian Tebing
Koricani.
Pembantaian itu merupakan bagian dari pembersihan etnis Bosnia muslim dan Kroasia.
Koordinator
wilayah Komisi untuk Orang-orang Hilang, Amor Masovic menduga lokasi
jurang yang tengah diselidiki in isebagai pemakaman massal kedua yang
dibuat untuk menyembunyikan kejahatan perang.
Sebelas mantan
polisi Bosnia-Serbia sudah dijatuhi vonis oleh pengadilan kejahatan
perang bentukan PBB yang berbasis di Den Haag, Belanda dan di Bosnia.
Mengutip dari kantor berita AFP, pada awal pekan ini, jaksa
Serbia menyatakan telah menjatuhi hukuman kepada lima orang yang
menyiksa dan membunuh 20 sipil, sebagian besar muslim Serbia, selama
perang dengan negara tetangga, Bosnia.
Mereka yang bagian dari
paramiliter Serbia itu dijatuhi hukuman akibat tindakan pada 27 Februari
1993. Saat itu mereka menghentikan kereta di perbatasan desa Strpci
serta menarik 20 penumpang—yang sebagian besar muslim. Para tahanan itu
dibawa ke Visegrad, disiksa, dan dibunuh. Jasadnya disebut dibuang di
sungai Drina.
Perang Bosnia yang berlangsung kurun waktu 1992-1995 telah menewaskan hingga 100 ribu orang,