Ilustrasi lokasi teror penembakan di Selandia Baru. (AP Photo/Mark Baker)
Jakarta, CB -- Aparat keamanan Austria
menggeledah rumah seorang pemimpin gerakan supremasi kulit putih
setempat, Martin Sellner. Penyebabnya adalah dia disebut menerima
sumbangan dana dari seseorang yang bernama belakang Tarrant, seperti
nama pelaku teror penembakan di Selandia Baru, Brenton Tarrant.
Seperti dilansir The Guardian, Rabu (27/3), aparat Badan Intelijen Dalam Negeri Austria (BVT) menggeledah apartemen Sellner di Wina pada Senin lalu. Menurut juru bicara Kementerian Dalam Negeri Austria, Christoph Poelzl, aparat menyita sejumlah peralatan elektronik milik Sellner atas surat perintah kejaksaan Graz.
Sellner adalah Ketua Gerakan Identitarian Austria. Kanselir Austria, Sebastian Kurz, menyatakan memerintahkan mengusut tuntas dugaan keterkaitan antara Sellner dan Brenton Tarrant.
"Segala macam hubungan antara pelaku teror Christchurch dan anggota Identitarian di Austria harus diusut tuntas dan menyeluruh," kata Kurz.
Seperti dilansir The Guardian, Rabu (27/3), aparat Badan Intelijen Dalam Negeri Austria (BVT) menggeledah apartemen Sellner di Wina pada Senin lalu. Menurut juru bicara Kementerian Dalam Negeri Austria, Christoph Poelzl, aparat menyita sejumlah peralatan elektronik milik Sellner atas surat perintah kejaksaan Graz.
Sellner adalah Ketua Gerakan Identitarian Austria. Kanselir Austria, Sebastian Kurz, menyatakan memerintahkan mengusut tuntas dugaan keterkaitan antara Sellner dan Brenton Tarrant.
"Segala macam hubungan antara pelaku teror Christchurch dan anggota Identitarian di Austria harus diusut tuntas dan menyeluruh," kata Kurz.
"Penting supaya perangkat hukum tetap mandiri sehingga bisa menggunakan segala sumber daya untuk menyelidiki jaringan ini. Kegiatan kelompok ekstremis harus diungkap jelas," ujar Kurz.
Menurut juru bicara Kejaksaan Graz, Hansjoerg Bacher, penyelidikan terhadap Sellner adalah bagian dari pengungkapan dugaan pelanggaran transaksi keuangan.
"Tujuan dari penyelidikan ini adalah mengungkap hubungan antara Sellner dan pelaku teror Christchurch," kata Bacher.
Bacher menolak merinci kapan sumbangan itu diberikan. Namun, dia menyatakan jumlahnya paling besar di antara penyumbang lain.
Bahkan menurut Bacher, penyelidikan ini didasarkan atas undang-undang anti teror Austria. Apalagi Tarrant dilaporkan sempat berkunjung ke Austria sebelum melakukan aksinya. Akan tetapi, Sellner menyangkal dia terlibat aksi teror Tarrant.
"Saya tidak ada urusan dengan serangan itu," kata Sellner melalui rekaman video yang diunggah di situs Youtube.
Beberapa isi dari manifesto yang diunggah Tarrant di dunia maya sebelum melakukan mirip dengan pandangan Gerakan Identitarian. Kelompok itu dekat dengan salah satu partai yang menjadi koalisi pemerintah Austria, Partai Kebebasan.
Wakil Kanselir Austria, Heinz-Christian Strache juga meminta aparat mengungkap apakah ada hubungan antara Tarrant dan kelompok sayap kanan Austria.
"Segala macam tindakan ekstremis baik mereka sayap kanan, kiri, atau berlandaskan agama, fanatisme tidak punya tempat di Austria," kata Strache.
Aksi teror Tarrant dilakukan pada pada 15 Maret 2019 di Masjid Al Noor dan Masjid Linwood. Dia menggunakan senapan serbu AR-15 dan shotgun dalam aksinya, dan sudah menyiapkan beberapa senjata lain. Polisi menyatakan sebenarnya Tarrant hendak melakukan aksinya di tiga masjid, tetapi berhasil dicegah aparat.
Tarrant merekam perbuatannya dan disiarkan langsung melalui akun Facebook-nya. Tarrant berhasil ditangkap setelah menyerang Masjid Al Noor, ketika hendak pergi menggunakan mobil.
Jumlah korban meninggal dalam kejadian itu mencapai 50 orang. Sedangkan korban luka tercatat juga 50 orang.
Salah satu korban meninggal adalah warga Indonesia, mendiang Lilik Abdul Hamid. Sedangkan WNI yang menjadi korban luka adalah Zulfirmansyah dan anaknya.
Tarrant, yang merupakan penganut ideologi supremasi kulit putih, menyatakan tidak mengajukan keberatan atas seluruh dakwaan. Persidangan lelaki Australia itu bakal dilanjutkan pada 5 April mendatang, dan kemungkinan besar dia bakal menghadapi dakwaan berlapis.
Perdana
Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, kemudian melarang penjualan
senapan serbu dan semi-otomatis sebagai respons terhadap penembakan itu.
Dia memaparkan siapa pun yang menyimpan senjata ke depannya akan
menghadapi denda hingga NZ$4.000 dan terancam tiga tahun penjara.
Credit cnnindonesia.com