MOSKOW
- Rusia mengatakan pasukannya akan tetap di Venezuela selama
diperlukan. Pernyataan ini sekaligus menolak permintaan Presiden Amerika
Serikat (AS) Donald Trump agar Rusia menarik pasukannya dari negara
yang dilanda krisis itu.
"Tidak satupun dari Rusia maupun Venezuela adalah provinsi dari Amerika Serikat," cetus Zakharova.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menuduh Washington berusaha mengatur kudeta di negara penghasil minyak itu.
Atase militer Venezuela di Moskow juga mengatakan pada hari Kamis bahwa pasukan Rusia berada di negara itu di bawah kesepakatan tentang kerja sama militer dan teknis serta tidak akan melakukan operasi militer.
Sebuah pesawat angkatan udara Rusia, Antonov-124, kargo, dan Ilyushin Il-62 yang lebih kecil mendarat di bandara utama di luar Caracas pada hari Sabtu dan menurunkan sekitar 100 tentara dan peralatan militer.
"Adapun kehadiran spesialis Rusia, kita berbicara tentang kerja sama, kerja sama militer dan teknis," kata atase militer Venezuela, Jose Rafael Torrealba Perez, seperti dikutip dalam komentar yang diterjemahkan oleh kantor berita negara Rusia RIA Novosti.
"Kami sama sekali tidak berbicara tentang kehadiran militer Rusia untuk melakukan operasi militer," tambahnya.
Menteri Pertahanan Venezuela Vladimir Padrino Lopez diperkirakan akan mengunjungi Moskow pada bulan April sebagai bagian dari kerja sama antara kedua negara, kata atase itu.
Pada hari Selasa, Zakharova menyatakan bahwa Rusia mengembangkan kerja sama dengan Venezuela sesuai dengan Konstitusi negara itu dan dengan menghormati norma-norma hukumnya.
"Kehadiran spesialis Rusia di wilayah Venezuela diatur oleh perjanjian antara pemerintah Rusia dan Venezuela tentang kerja sama militer dan teknis yang ditandatangani pada Mei 2001," katanya.
Pada 2011, Rusia memberi Venezuela pinjaman USD4 miliar untuk membeli persenjataan Rusia.
Credit sindonews.com