Filipina kembali menahan Maria Ressa, pemimpin
redaksi media yang kerap mengkritik pemerintahan Presiden Rodrigo
Duterte, Rappler. (Reuters/Eloisa Lopez)
Jakarta, CB -- Filipina kembali menahan Maria Ressa, pemimpin redaksi media yang kerap mengkritik pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte, Rappler.
"Saya diperlakukan seperti pelaku kriminal padahal kejahatan saya hanya menjadi jurnalis independen," ujar Ressa kepada ABS-CBN sembari digiring oleh petugas kepolisian pada Jumat (27/3).
"Saya diperlakukan seperti pelaku kriminal padahal kejahatan saya hanya menjadi jurnalis independen," ujar Ressa kepada ABS-CBN sembari digiring oleh petugas kepolisian pada Jumat (27/3).
Salah satu pendiri Rappler, Beth Frondoso, mengatakan bahwa Ressa ditahan oleh aparat di bandara Manila.
"Mereka menahannya di bandara. Kami akan mengajukan pembebasan dengan jaminan," ujar Frondoso.
AFP melaporkan bahwa Ressa ditahan atas tuduhan penipuan. Namun, belum ada keterangan lebih lanjut dari otoritas Filipina.
Namun, perwakilan dari Human Rights Watch, Carlos Conde, menganggap Ressa ditangkap untuk membungkam r yang terus mengkritik Duterte.
"Kasus Ressa ini belum pernah terjadi sebelumnya dan menunjukkan upaya kuat Duterte untuk menutup situs berita tersebut atas laporan kredibel dan konsistennya atas pemerintah," katanya.
Selama ini, Rappler memang dikenal kerap menyuarakan kritik terhadap pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte, terutama terkait kampanye anti-narkoba yang sudah menelan banyak korban tanpa proses peradilan jelas.
Ini bukan kali pertama Ressa ditahan. Februari lalu, Ressa ditahan atas tuduhan pencemaran nama baik di internet.
Sebelumnya, perempuan yang masuk daftar orang-orang berpengaruh pada 2018 versi majalah Time itu juga diadili karena Rappler dituding tidak membayar pajak saham pada 2015.
Sebelumnya, perempuan yang masuk daftar orang-orang berpengaruh pada 2018 versi majalah Time itu juga diadili karena Rappler dituding tidak membayar pajak saham pada 2015.
Credit cnnindonesia.com