SANTIAGO
- Presiden Chili, Sebastian Pinera berspekulasi bahwa mitranya dari
Venezuela, Nicolas Maduro, akan digulingkan atau akan mundur dari
jabatannya dalam waktu beberapa hari ke depan.
"Dalam beberapa
hari, kediktatoran Maduro akan lenyap. Rakyat Venezuela telah membuka
pintu menuju kebebasan dan demokrasi, dengan keberanian dan
kebahagiaan," kata Pinera dalam sebuah pernyataan di akun Twitternya.
"Sekarang
mereka harus bergerak maju menuju negara yang bebas dan makmur yang
hidup dalam damai. Semua negara demokrasi di seluruh dunia berbagi
kebahagiaan ini," sambungnya, seperti dilansir Sputnik pada Kamis
(14/2).
Sebelum
Pinera, pada awal Februari, Presiden Kolombia, Ivan Duque menyuarakan
keyakinan bahwa Maduro, yang telah lama berselisih dengannya, akan
segera dicopot dari jabatannya.
Sementara itu, Perwakilan Khusus
Amerika Serikat (AS) untuk Venezuela, Elliott Abrams menyarankan bahwa
Maduro harus meninggalkan negara itu, dan teman-temannya seperti Kuba
atau Rusia akan dengan senang hati menerima dia.
CB, Jakarta - Mantan Presiden Cile, Michelle Bachelet, terpilih sebagai ketua Badan HAM PBB pada Jumat 10 Agustus.
Dengan
ketokan palu, Presiden Majelis Umum PBB, Miroslav Lajcak, memberikan
persetujuan resmi dengan aklamasi untuk pilihan Sekretaris Jenderal
Antonio Guterres kepada Bachelet, yang disaksikan para diplomat dari 193
negara anggota PBB.
"Sangat
rendah hati dan merasa terhormat untuk mengumumkan penerimaan saya
sebagai Komisaris Tinggi Baru PBB untuk Hak Asasi Manusia. Saya
berterimakasih kepada Sekretaris Jenderal @antonioguterres dan Majelis
Umum karena mempercayakan saya tugas penting ini," kicau Bachelet tak
lama setelah persetujuan majelis, seperti dilaporkan Associated Press,
11 Agustus 2018.
Guterres
kemudian memuji kualifikasi Bachelet, seperti presiden perempuan
pertama Cile, kepala lembaga kesetaraan gender pertama yang dikenal
sebagai Lembaga Perempuan PBB, "seorang yang selamat dari kebrutalan"
oleh seorang diktator Cile, dan seorang dokter yang memahami dahaga
orang untuk hak-hak kesehatan, ekonomi dan sosial.
"Dia juga hidup di bawah kegelapan kediktatoran," kata Guterres.
Ayah
Bachelet dipenjara karena tuduhan berkhianat karena menentang kudeta
yang menggulingkan Presiden Marxis, Salvador Allende, pada September
1973. Dia dan ibunya disiksa di penjara rahasia selama dua minggu
sebelum mereka melarikan diri ke pengasingan. Ayahnya, Jenderal Alberto
Bachelet, meninggal karena serangan jantung setelah beberapa bulan
disiksa.
"Penghormatan terhadap hukum kemanusiaan dan hak
asasi manusia internasional sedang menurun. Ruang untuk masyarakat
sipil menyusut. Kebebasan pers berada di bawah tekanan," kata Guterres.
Bachelet,
yang pernah hidup di bawah kediktatoran Augusto Pinochet, adalah
perempuan pertama yang menjadi presiden Cile, dan menjadikan Cile
sebagai salah satu ekonomi paling berkembang di kawasan itu.
Bacheletmenjabat
sebagai presiden Cile dari 2006 hingga 2010, dan sangat populer untuk
kebijakan kesejahteraan pemerintahnya dan pertumbuhan ekonomi yang
stabil selama masa jabatannya.
Bachelet
kemudian memimpin Organisasi Perempuan PBB, yang mendukung kesetaraan
gender dan pemberdayaan perempuan, antara 2010 dan 2013. Dia kembali ke
Cile dan menjabat lagi sebagai presiden dari 2014 hingga Maret 2018,
mendorong agenda pajak dan belanja yang lebih radikal, seperti juga
untuk hak menikah untuk LGBT dan aborsi di negara yang secara sosial
konservatif.
Dalam
foto 7 Juni 2017 ini, Michelle Bachelet (tengah), saat masih menjabat
sebagai Presiden Cile, berbicara dengan Gubernur Washington Jay Inslee,
kedua dari kanan, saat makan siang, selama kunjungan Bachelet ke
Seattle.[AP Photo / Ted S. Warren, File]
Duta
Besar AS untuk PBB, Nikki Haley, mengatakan bahwa Komisaris Tinggi PBB
untuk Hak Asasi Manusia dapat memiliki suara yang kuat pada isu-isu
penting.
"AS telah gagal mengatasi krisis hak asasi
manusia di Iran, Korea Utara, Republik Demokratik Kongo, dan di tempat
lain, atau menghentikan obsesi yang kronis dan tidak proporsional dengan
Israel. Semua ada pada Bachelet untuk berbicara menentang kegagalan ini
daripada menerima status quo," kata Haley.
Amerika Serikat mengundurkan diri pada Juni dari Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang
bermarkas di Jenewa, yang terpisah dari kantor Komisioner Tinggi Hak
Asasi Manusia, tetapi bekerja erat dengan lembaga ini. AS mundur setelah
menyebut ada bias kronis terhadap Israel dan kurangnya reformasi di
Lembaga HAM PBB.
Sebastian Pinera, Presiden terpilih Chile, Senin (18/12). (REUTERS/Ivan Alvarado)
Jakarta, CB -- Miliader konservatif
Sebastian Pinera memenangkan pemilihan presiden Chile, setelah
pesaingnya, Alejandro Guilier , dari kubu tengah kiri mengakui
kekalahan, Minggu (17/12).
Sebanyak 98,44 suara telah dihitung.
Pinera, 68 tahun, memperoleh 54,57 persen dalam pemungutan suara putaran
kedua. Adapun Guiller mendapat 45,43 suara. Para pendukung Pinera
melihatnya sebagai sosok yang ramah terhadap dunia usaha.
"Menurut saya, (terpilihnya) Pinera akan baik bagi investasi," kata Rosario Poma, 53 tahun, seorang pengusaha seperti dilansir Reuters, Senin (18/12).
Bulan-bulan kampanye menonjolkan perpecahan yang mendalam di negara
yang pernah berada di kubu kiri. Mantan Presiden Pinera berupaya meraup
dukungan pemilih yang lebih sentris dengan janji memotong pajak
perusahaan, melipatgandakan pertumbuhan ekonomi dan pengentasan
kemiskinan di negeri produsen tembaga terbesar di dunia itu.
Dalam pidato pengakuan kekalahan di sebuah hotel di pusat kota
Santiago, Guillier menyebut kekalahannya sebagai kekalahan telak. Dia
mendesak para pendukungnya untuk mempertahankan reformasi progresif yang
ditinggalkan Presiden Michelle Bachelet di masa jabatan kedua.
Banyak
warga Chile memandang pilpres kali ini sebagai referedum atas kebijakan
Bachelet, yang terfokus pada kesetaraan dan pendidikan yang lebih
terjangkau, serta merombak aturan pajak.
Meskipun tak ada
kandidat yang menandai perubahan dramatis model ekonomi bebas Chile,
kemenangan Pinera menggarisbawahi kecenderungan negara di Amerika
Selatan itu ke arah kanan. Di tengah bangkitnya para pemimpin
konservatif di Peru, Argentina dan Brazil.
Pinera menyebut
Guillier, mantan penyiar televisi dan saat ini senator, sebagai kaum
ekstrem di negara yang moderat. Dia menyatakan Guillier sama seperti
Presiden Sosialis Venezuela Nicolas Maduro.
Proposal Pinera,
kandidat favorit para investor, tampak ramah petambang di negara
penghasil tembaga terbesar di dunia. Dia menjanjikan dukungan dan
pendanaan yang stabil bagi perusahaan pertambangan pemerintah Codelco.
Pinera juga berjanji untuk meringkas aturan yang menghambat
proyek-proyek di bawah Bachelet.