Pemimpin militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, yang menggulingkan pemerintah terpilih dalam kudeta pada 1 Februari, memimpin parade.Parade militer pada Hari Angkatan Bersenjata di Naypyitaw, Myanmar, 27 Maret, 2021. [REUTERS / Stringer]
CUPUMA, Jakarta Pada hari Sabtu, 12 Februari 2022, militer Myanmar menunjukkan kekuatan militer selama parade militer yang diadakan di ibukota Naypyitaw. Pemimpin delegasi Myanmar Min Aung Hlaing hadir.
Min Aung Hlaing adalah pemimpin militer yang menggulingkan pemerintah sipil Myanmar tahun lalu. Dia berjanji akan membela Myanmar secara nasional dan internasional.
Parade militer mengatakan itu untuk merayakan Hari Reunifikasi, yang menandai kemerdekaan Myanmar dari Inggris pada tahun 1947. Pada saat yang sama, junta militer Myanmar juga mengumumkan bahwa 814 tahanan akan diampuni. Pengampunan sering diberikan ketika Myanmar menghadapi hari libur besar.
Belum diketahui apakah Sean Turnell, penasihat ekonomi Australia, akan diampuni. Turnell dipenjara selama satu tahun, awalnya bekerja untuk pemerintah Aung San Suu Kyi.
Perayaan Hari Reunifikasi ditandai dengan terputusnya jaringan internet pada pukul 4 pagi waktu setempat. Sementara itu, parade militer dan resmi Myanmar berlangsung pada pagi hari. Juga hadir delegasi dari negara bagian Karen, Chin dan Kayah, di mana konflik bersenjata dan anti-etnis pecah.
“Kekerasan di Myanmar hanya menyebabkan kekacauan dan penderitaan bagi rakyat,” kata Min Aung Hlaing dalam pidatonya di acara tersebut.
Satu juta warga yang dipindahkan secara paksa harus kembali ke Myanmar.
CB, DHAKA
-- Pemerintah Bangladesh meminta dukungan dan bantuan Amerika Serikat
(AS) untuk proses repatriasi pengungsi Rohingya. Washington diminta
menciptakan zona aman di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, agar para
pengungsi bersedia kembali.
Permintaan itu
disampaikan Menteri Luar Negeri Bangladesh Abdul Momen saat bertemu
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo di Washington. Menurut keterangan
pers yang dirilis Kementerian Luar Negeri Bangladesh, Momen meminta
Pompeo membantu memberikan tekanan internasional kepada Myanmar agar
menerima kepulangan pengungsi Rohingya.
Pompeo pun mengindikasikan akan membantu Bangladesh menangani
masalah tersebut. “Satu juta lebih warga Myanmar yang dipindahkan secara
paksa harus kembali ke Myanmar tanpa rasa takut dan penganiayaan apa
pun,” kata Kementerian Luar Negeri Bangladesh dalam keterangannya,
mengutip pernyataan Pompeo, dilaporkan laman Anadolu Agency, Selasa (9/4).
Pompeo
menilai, Pemerintah Myanmar memang tak bisa melepaskan diri dari
persoalan pengungsi Rohingya. “Adalah tanggung jawab pemerintah dan
militer Myanmar untuk menciptakan lingkungan yang kondusif sehingga
Rohingya merasa aman untuk kembali ke rumah,” ujar Pompeo.
Sebelumnya
Momen telah mengatakan bahwa ASEAN siap memainkan peran utama dalam
proses repatriasi Rohingya. “Thailand adalah ketua ASEAN saat ini.
Mereka bersedia mengambil peran utama dalam proses repatriasi pengungsi
Rohingya,” ujar Momen seusai bertemu Menteri Luar Negeri Thailand Don
Pramudwinai di Dhaka pada awal April lalu.
Momen
sempat menanggapi pertanyaan awak media tentang proposal Bangladesh
untuk membentuk 'zona aman' di Rakhine bagi orang-orangRohingya. Dia
mengatakan Pramudwinai setuju dengan gagasan tersebut. Namun penamaannya
mungkin akan diganti. Sebab zona aman mengandung konotasi tertentu.
Dengan adanya zona itu, para pengungsi Rohingya diharapkan dapat merasa
aman untuk kembali.
Pada Agustus 2017, lebih dari
700 ribu orang Rohingya melarikan diri dan mengungsi ke Bangladesh. Hal
itu terjadi setelah militer Myanmar melakukan operasi brutal untuk
menangkap gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA).
Masifnya
arus pengungsi ke wilayah perbatasan Bangladesh segera memicu krisis
kemanusiaan. Para pengungsi Rohingya terpaksa harus tinggal di tenda
atau kamp dan meNggantungkan hidup pada bantuan internasional.
Pada
November 2017, Bangladesh dan Myanmar menyepakati pelaksanaan
repatriasi. Tahun lalu, kedua negara memulai proses pemulangan sekitar
2.200 pengungsi. Namun proses tersebut dikritik oleh sejumlah negara,
termasuk PBB.
PBB menilai sebelum benar-benar
dipulangkan, para pengungsi seharusnya diberi izin untuk melihat situasi
serta kondisi di Rakhine. Dengan demikian, mereka dapat menilai dan
menyimpulkan sendiri apakah dapat pulang dengan aman ke sana. Di sisi
lain, PBB masih menyangsikan bahwa hak-hak dasar Rohingya, terutama
status kewarganegaraan, dapat dipenuhi oleh Myanmar.
NAYPYITAW
- Mahkahmah Agung Myanmar memutuskan untuk menerima banding yang
diajukan oleh pengacara dua wartawan Reuters yang dijatuhi hukuman tujuh
tahun penjara karena melaporkan tindakan keras brutal Myamar terhadap
Muslim Rohingya.
Wartawan Reuters, Wa Lone dan Kyaw Soe Oo, tetap
berada di Penjara Insein sementara pengacara mereka menghadiri sidang
pertama pengadilan tentang permohonan mereka di Ibu Kota Myanmar,
Naypyitaw. Istri keduanya juga datang ke persidangan, membawa anak-anak
mereka.
Vonis kepada para wartawan karena melanggar Undang-undang
Rahasia Resmi negara itu telah dikecam oleh kelompok-kelompok hak asasi
pemerintah Barat dan asosiasi pers global. Mereka juga telah menyoroti
masalah kebebasan berekspresi di Myanmar, bahkan setelah transisi dari
pemerintahan militer ke pemerintah terpilih di bawah peraih Nobel
Perdamaian Aung San Suu Kyi.
Pendukung
Wa Lone dan Kyaw Soe Oo berpendapat keduanya dijebak karena
ketidaksenangan pemerintah Myanmar atas laporan mereka tentang tindakan
keras oleh pasukan keamanan terhadap anggota minoritas Rohingya di
negara bagian Rakhine.
Lebih dari 700.000 Rohingya melarikan diri
ke negara tetangga Bangladesh setelah tindakan keras itu, yang dimulai
pada Agustus 2017. Para kritikus menggambarkan kampanye itu sebagai
pembersihan etnis, atau bahkan genosida, di pihak pasukan keamanan
Myanmar.
Banding Mahkamah Agung berpendapat bahwa putusan
pengadilan yang lebih rendah melibatkan kesalahan dalam prosedur
peradilan. Banding pada bulan Januari ke pengadilan yang lebih rendah
ditolak dengan alasan bahwa pengacara wartawan gagal menyerahkan cukup
bukti untuk membuktikan bahwa Wa Lone (32) dan Kyaw Soe Oo (28) tidak
bersalah.
Pengacara
Khin Maung Zaw mengatakan bahwa dalam penyerahan 1,5 jam ke pengadilan,
ia mengutip 13 alasan di mana ia yakin prosedur peradilan telah
dilanggar.
Menurut Khin Maung Zaw, dengan keputusan ini, pihak
pengacara akan kembali bertemu dengan hakim untuk dapat mempertahankan
banding jika ia memutuskan bahwa prosedur hukum telah dilanggar. Dalam
hal itu, semua putusan dari pengadilan rendah akan dihapuskan, yang
dapat menyebabkan kedua wartawan dibebaskan atau hukumannya dikurangi,
atau menghadapi putusan baru pengadilan.
Jika banding ditolak,
maka putusan pengadilan yang lebih rendah akan tetap berlaku. Tampaknya
hukum masih dapat memungkinkan beberapa peluang lebih lanjut untuk
meninjau kembali kasus tersebut, serta kesempatan untuk meminta
pengampunan.
Belum diputuskan tanggal untuk sidang banding lanjutan.
"Hari
ini, kami berharap bersama untuk yang terbaik dan percaya bahwa keluarga
kami bisa bersatu sesegera mungkin," kata Chit Su Win, istri Kyaw Soe
Oo, seperti dikutip dari ABC News.go.com, Rabu (27/3/2019).
Pan
Ei Mon, istri Wa Lone, mengatakan dia yakin hakim akan memutuskan
berdasarkan alasan atas dasar argumen yang diajukan oleh pengacara.
"Aku tidak begitu mengerti tentang peradilan," katanya.
"Tapi aku hanya ingin bersatu dengan suamiku dan aku ingin mereka berdua pulang secepat mungkin," tukasnya.
Jakarta, CB -- Pengadilan Myanmar menjatuhkan vonis hukuman penjara 20 tahun terhadap pemimpin etnis di Rakhine, Aye Maung, dan penulis lokal, Wai Hin Aung, atas tuduhan makar.
"Aye
Maung dan penulis Wai Hin Aung dijatuhi masing-masing hukuman 20 tahun
atas tuduhan makar tingkat tinggi dan dua tahun masing-masing atas
penghinaan negara," ujar pengacara Win, Aye Nu Sein, kepada AFP, Selasa (19/3).
Usai sidang, aparat langsung menenangkan ratusan pendukung Aye yang sudah menunggu di depan Pengadilan Sittwe di Rakhine.
Pendukung
Aye di Rakhine memang tergolong banyak, mengingat ia adalah mantan
ketua Partai Nasional Arakan yang kerap menyuarakan ketidakadilan atas
etnis minoritas Rohingya.
Aye dan Wai diadili karena dituduh
melontarkan pidato yang menyulut gesekan pada Januari 2018 lalu, sehari
sebelum bentrokan kembali pecah di Rakhine.
Menurut laporan
sejumlah media lokal, saat itu Aye mengkritik pemerintah pusat karena
memperlakukan etnis minoritas di Rakhine layaknya "budak" dan menyerukan
perlawanan bersenjata.
Keesokan harinya, para pengunjuk rasa di Rakhine bergerak hingga sempat
menduduki salah satu gedung pemerintahan. Kepolisian kemudian melepaskan
tembakan, menewaskan tujuh orang.
Selama ini, Rakhine menjadi
salah satu titik panas di Myanmar, di mana etnis minoritas Muslim,
terutama Rohingya, dilaporkan didera persekusi bahkan pembantaian.
Dalam
operasi militer terakhir yang pecah sejak pertengahan 2017 lalu, ribuan
orang dilaporkan tewas, sementara 740 ribu Rohingya membanjiri
Bangladesh.
Sejumlah pengungsi Rohingya antri untuk mendapatkan
paket makanan dari relawan Indonesia di Kamp Pengungsian Kutupalong,
Cox Bazar, Bangladesh, Minggu (1/10).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Tentara Arakan dtuding terkait dengan kasus kekerasan terorganisir di kamp pengungsi.
CB,
YANGON -- Kelompok Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) meminta para
simpatisan dan pengikutnya menahan diri dan tidak melakukan tindak
kejahatan di kamp-kamp pengungsi di Bangladesh. Seruan itu dilakukan
menyusul terbitnya laporan pembunuhan dan penculikan yang ditudingkan ke
kelompok tersebut.
ARSA mengkritisi pemberitaan media yang berbasis di Bangladesh karena
telah mengaitkannya dengan kasus kekerasan terorganisir di kamp-kamp
pengungsi, termasuk serangkaian pembunuhan. ARSA mengakui adanya
kejadian tersebut, tapi membantah pimpinannya menyetujuinya.
"Orang-orang
itu tidak hanya menentang Pemerintah Bangladesh, tapi juga membuat ARSA
bertanggung jawab atas kejahatan mereka. Dan karena aktivitas mereka,
seluruh komunitas difitnah di seluruh dunia," kata ARSA dalam sebuah
pernyataan video yang diunggah melalui akun Twitter-nya pada Rabu (13/3).
Terlepas
dari pemberitaan yang mengambinghitamkan kelompoknya atas serangkaian
kasus pembunuhan, ARSA tetap mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah
Bangladesh. Oleh sebab itu, ARSA meminta para pengungsi Rohingya,
termasuk para simpatisan, agar tidak melanggar peraturan dari otoritas
berwenang di sana.
Kelompok itu pun menegaskan masih akan
melanjutkan misinya menentang Pemerintah Myanmar. "Kegiatan kami untuk
hak-hak kami yang sah sedang berlangsung melawan pemerintah teroris
Myanmar dan genosida militer," katanya.
ARSA adalah
kelompok yang kerap menyerang aparat keamanan dan tentara Myanmar di
Rakhine. Pada Agustus 2017, mereka menyerang pos militer Myanmar di luar
Rakhine. Serangan tersebut menewaskan beberapa tentara Myanmar.
Setelah
kejadian itu, militer Myanmar segera melakukan operasi pemburuan
terhadap anggota ARSA di Rakhine. Operasi tersebut menjadi cikal bakal
terjadinya krisis pengungsi Rohingya.
Dalam operasinya,
tentara Myanmar bertindak brutal dan tak pandang bulu. Mereka
memberondong warga sipil Rohingya dengan tembakan dan membakar
permukimannya. Tak hanya itu, mereka juga dilaporkan memperkosa
wanita-wanita Rohingya.
Operasi militer itu menyebabkan
orang-orang Rohingya berbondong-bondong meninggalkan Rakhine menuju
Bangladesh. Saat ini terdapat lebih dari 700 ribu pengungsi Rohingya di
wilayah perbatasan Bangladesh, Cox's Bazar.
Sementara itu,
sebuah tim dari kantor kejaksaan Pengadilan Pidana Internasional (ICC)
telah menuntaskan kunjungannya selama beberapa pekan ke kamp-kamp
pengungsi Rohingya di Cox's Bazar pada Senin (11/3). Direktur
Yurisdiksi, Divisi Pelengkap, dan Kerja Sama ICC Phaksio Mochochoko
mengatakan berupaya membuat kemajuan dalam penyelidikan awal krisis
Rohingya.
"Kami berkomitmen membuat kemajuan berkelanjutan pada proses pemeriksaan pendahuluan," ujar Mochochoko, dikutip laman Anadolu Agency.
Namun,
dia menegaskan pemeriksaan pendahuluan bukanlah sebuah investigasi. Itu
merupakan penilaian berdasarkan kriteria Statuta Roma guna memutuskan
apakah penyelidikan terhadap situasi Rohingya yang sedang berlangsung
diperlukan.
MANDALAY
- Amerika Serikat (AS) kemungkinan akan mengambil sisa-sisa jasad
tentara yang hilang di Myanmar selama Perang Dunia Kedua, menandai misi
pertama ke Myanmar yang dilakukan oleh pesawat militer AS. Hal itu
diungkapkan oleh pejabat AS.
Setelah upacara singkat, jenazah
dibawa dari kota terbesar kedua Myanmar, Mandalay, ke laboratorium di AS
untuk analisis dan identifikasi lebih lanjut.
"Kami ingat. Anda tidak dilupakan," kata duta besar AS untuk Myanmar, Scot Marciel, pada upacara tersebut seperti dikutip dari Reuters, Rabu (13/3/2019).
Dia
mengatakan misi itu dimaksudkan untuk menghormati ingatan para tentara
yang jatuh dan untuk menunjukkan penghargaan atas tugas yang dilakukan
oleh mereka.
Dari tahun 1942 hingga 1945, wilayah udara di
Myanmar, yang kemudian disebut Burma, berfungsi sebagai koridor pasokan
penting dari India ke China setelah Jepang merebut kota Lashio di utara,
memutus rute pasokan utama Sekutu terakhir atas daratan ke China.
Selama
periode itu, pesawat-pesawat pengangkut Amerika melakukan penerbangan
harian ke Himalaya timur, rute berbahaya yang disebut punuk, menurut
situs web kedutaan AS di China.
Sisa-sisa jasad tentara AS
diyakini berasal dari pesawat B-25G dengan tujuh anggota awak di
dalamnya yang jatuh pada Februari 1944 di wilayah barat laut Sagain,
Myanmar, kata para pejabat AS.
Lebih
dari 82.000 orang Amerika hilang pada konflik masa lalu, dan 632
anggota tentara AS, sebagian besar awak pesawat, menghilang di Myanmar
selama Perang Dunia Kedua, data pemerintah AS menunjukkan.
Hubungan
antara kedua negara telah memanas setelah Washington tahun lalu
menjatuhkan sanksi terhadap sejumlah komandan militer dan polisi Myanmar
serta unit-unit militer. AS menuduh mereka melakukan pembersihan etnis
terhadap minoritas Muslim Rohingya.
Myanmar telah menolak tuduhan itu, dengan mengatakan pihaknya memerangi "teroris" Rohingya.
Sekitar
730 ribu etnis Rohingya melarikan diri dari Myanmar setelah Agustus
2017 setelah apa yang digambarkan oleh penyelidikan pemerintah AS
sebagai kampanye pembunuhan massal, pemerkosaan, dan kekejaman lainnya
yang direncanakan dengan baik oleh militer Myanmar.
Anak Rohingya berada di kamp pengungsian
di Cox's Bazar, Bangladesh, Kamis (7/3/2019). ANTARA
FOTO/REUTERS/Mohammad Ponir Hossain/djo
Jenewa (CB) - Pelapor Khusus PBB mengenai Myanmar pada Senin
(11/3) menyatakan situasi di Myanmar harus diserahkan kepada Mahkamah
Pidana Internasional (ICC) oleh Dewan Keamanan, atau satu pihak negara
atau kelompok pihak negara.
Ketika berbicara pada Sidang Ke-40 Dewan Hak Asasi Manusia, Yanghee Lee
mengatakan, "Semua korban tak boleh dipaksa menunggu api penyucian
kebungkaman internasional; Jika tidak mungkin untuk merujuk situasi ke
ICC, maka masyarakat internasional mesti mempertimbangkan pembentukan
pengadilan mandiri."
Lee mengatakan ia "khawatir dengan peningkatan situasi Rohingya, dengan
pendeportasian dari India dan Arab Saudi baru-baru ini, serta kedatangan
satu perahu di Malaysia baru pekan lalu".
"Saya terganggu saat mendengar laporan dari para pejabat Pemerintah
Bangladesh bahwa pada April mereka berencana memindahkan 23.000
pengungsi Rohingya dari berbagai kamp di Cox's Bazar ke Bhashan Char,
pulau yang muncul belum lama ini di Teluk Benggala," katanya.
"Relokasi yang tak terencana dengan baik dan pemindahan tanpa keinginan
pengungsi memiliki potensi akan menciptakan krisis baru," demikian
peringatan pelapor PBB itu, sebagaimana dikutip Kantor Berita Turki,
Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa.
"Pemerintah Bangladesh berkewajiban menjamin bahwa ini takkan dilaksanakan," katanya.
Konflik
Utusan PBB tersebut juga menyuarakan keprihatinan mengenai konflik
antara organisasi etnik yang bersenjata di Negara Bagian Shan, Myanmar
Utara.
"Meskipun ada gencatan senjata sepihak selama empat bulan oleh militer
pada Desember di bagian utara dan timur negeri tersebut, saya makin
prihatin mengenai konflik antara organisasi etnik yang bersenjata di
Negara Bagian Shan," kata wanita pejabat itu.
"Ada laporan baru-baru ini mengenai kematian warga sipil dan ribuan
orang telah kehilangan tempat tinggal untuk sementara selama beberapa
bulan belakangan ini. Sebanyak 1.700 orang menyelamatkan diri dari Namtu
dan Hispaw sejak 27 Februari," katanya.
"Pelanggaran yang berulangkali terjadi hanya membuat trauma atau kembali
membuat trauma orang dewasa dan anak-anak, mengganggu kehidupan
sehari-hari mereka, pendidikan mereka dan kehidupan mereka, serta
mempengaruhi kemampuan mereka untuk memperoleh akses ke perawatan
kesehatan dan layanan dasar. Ini harus berlanjut," katanya.
Ia kembali menyeru "semua pihak dalam konflik tersebut di seluruh dunia
agar melindungi warga sipil dan melakukan pencegahan serta mengakhiri
permusuhan".
Sejumlah warga Rohingya menunggu di truk Polisi
Myanmar untuk dibawa kembali menuju penampungan sementara yang didirika
pemerintah di Desa ManSi dekat Sittwe, Negara Bagian Rakhinne, Myanmar,
Rabu (21/11).
Foto: Nyunt Win/EPA EFE
OKI mendesak Myanmar bertanggungjawab atas kejahatan kemanusiaan.
CB.CO.ID,
MESIR -- Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) telah mengadopsi resolusi
untuk membawa kasus kekerasan Rohingya ke Pengadilan Internasional atau
International Court of Justice (ICJ). Hal itu diumumkan Kementerian Luar
Negeri Bangladesh, Senin (4/3).
"Resolusi untuk mengejar bantuan hukum melalui ICJ datang setelah
serangkaian negosiasi panjang untuk mencari pertanggungjawaban atas
kejahatan terhadap kemanusiaan dan pelanggaran berat hak asasi manusia
(HAM) dalam kasus Rohingya di Myanmar," kata Kementerian Luar Negeri
Bangladesh dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Daily Star.
Menurut
Bangladesh, keputusan mengadopsi resolusi itu dilakukan setelah Gambia
memimpin pertemuan dengan 10 anggota komite tingkat tinggi OKI.
Pertemuan perdana dilaksanakan di Ibu Kota Gambia Banjul pada 10
Februari lalu.
Komite itu merekomendasikan untuk mengambil
langkah-langkah sesuai dengan prinsip hukum internasional, terutama
Konvensi Genosida serta prinsip-prinsip HAM dan hukum humaniter lainnya.
Tindakan bulat tersebut menjadi preseden bagi OKI untuk
menempuh jalur hukum guna memperoleh keadilan dalam menangani kejahatan
kemanusiaan terhadap Rohingya. Termasuk menetapkan hak-hak merka untuk
mendapatkan kewarganegaraan yang sah di tanah asalnya, yakni Negara
Bagian Rakhine, Myanmar.
Kekerasan terhadap etnis Rohingya
terjadi pada Agustus 2017, tepatnya ketika militer Myanmar memburu
anggota Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA). Warga sipil Rohingya
turut menjadi sasaran tindakan brutal dan represif pasukan Myanmar.
Kejadian
itu segera memicu gelombang pengungsi ke Bangladesh. Saat ini terdapat
lebih dari 750 ribu pengungsi Rohingya yang hidup di kamp-kamp di zona
perbatasan Bangladesh-Myanmar, yakni Cox's Bazar.
CB, Jakarta - Ribuan demonstran berkumpul di ibu kota Myanmar, Yangon, untuk menyuarakan dukungan amandemen konstitusi 2008.
Dalam
aksi ini, para aktivis senior demokrasi menyampaikan pidato kepada masa
dan meneriakan slogan menentang keditkatoran militer.
Dari
laporan Reuters, dikutip 28 Februari 2019, proposal amandemen
konstitusi diajukan oleh Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Aung
San Suu Kyi pada Januari lalu. Partai mengusulkan membentuk komite yang
akan menyusun ulang konstitusi, namun ditentang oleh anggota parlemen
militer.
Ini adalah langkah besar Suu Kyi untuk mengakhiri dominasi militer selama tiga tahun terakhir.
"Kami
berunjuk rasa mendukung komite amandemen konstitusi," kata Yin Htwe,
penyelenggara aksi di ibu kota."Kami berada di pihak rakyat."
Pemimpin
oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi menghadiri pertemuan partai Liga
Nasional untuk Demokrasi di Yangon 13 Desember 2014. [REUTERS / Soe Zeya
Tun]
Juru bicara militer mengatakan NLD salah prosedur
untuk mengamandemen piagam konstitusi 2008, yang diciptakan selama
kekuasaan militer.
"Membentuk komite gabungan untuk mengubah konstitusi tidak sejalan dengan konstitusi," kata Mayor Jenderal Tun Tun Nyi.
Berdasarkan
Piagam Konstitusi Myanmar 2008, militer mendapat jatah seperempat kursi
parlemen. Karenanya, setiap perubahan memerlukan pemungutan suara lebih
dari 75 persen anggota, memberikan tentara veto yang efektif.
Piagam
juga menghalangi Suu Kyi menjadi presiden, karena ada larangan calon
presiden memiliki pasangan warga asing atau anak-anak. Suu Kyi memiliki
dua putra dengan mendiang suaminya Michael Aris, seorang akademisi
Inggris.
Untuk mengisi jabatannya, selama hampir tiga tahun, Aung
Sang Suu Kyi telah memerintah Myanmar dengan posisi baru sebagai
penasihat negara, di bawah konstitusi Myanmar 2008.
Piagam
ini juga memberikan kontrol militer pada kementerian yang bertanggung
jawab atas keamanan, termasuk urusan pertahanan dan dalam negeri.
Partai
NLD Aung San Suu Kyi belum mengatakan ketentuan-ketentuan konstitusi
apa yang mungkin ingin direformasi, namun di masa lalu, beberapa anggota
partai telah menyerukan perubahan pada Pasal 436, yang memberikan
militer veto yang efektif atas amandemen konstitusi Myanmar.
Pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi. (REUTERS/Soe Zeya Tun)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, dilaporkan bakal absen dalam konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
tentang Pelucutan Senjata di Jenewa, Swiss, pekan ini. Diduga kuat hal
ini ada hubungannya dengan dugaan persekusi serta pembantaian etnis
Rohingya, yang dilakukan aparat dan kelompok radikal Buddha di negara
itu.
Kehadiran Suu Kyi akan diwakilkan Menteri Persatuan untuk
Kerja Sama Internasional Myanmar, Kyaw Tin. Suu Kyi semula dijadwalkan
menjadi pembicara dalam salah satu sesi Konferensi Pelucutan Senjata PBB
sekitar pukul 11.00 waktu Jenewa pada Rabu (27/2) mendatang.
Dari agenda terbaru yang dilihat Reuters, Senin (25/2), hanya Kyaw Tin yang akan menjadi pembicara mewakili Myanmar dalam sesi tersebut.
Sejumlah pejabat PBB juga disebut tidak mendapat informasi terkait kehadiran Suu Kyi di Jenewa.
Sementara itu, juru bicara pemerintah Myanmar, Zaw Htay, juga tidak
merespons pernyataan Reuters terkait agenda Suu Kyi tersebut.
Sejumlah diplomat Myanmar di Jenewa juga tak dapat dimintai komentar terkait hal itu.
Suu
Kyi banyak melewatkan sejumlah pertemuan internasional sejak krisis
kemanusiaan di negara bagian Rakhine kembali memburuk pada Agustus 2017.
Banyak
pihak yang kecewa terhadap sikap Suu Kyi yang merupakan peraih Nobel
Perdamaian. Dia dianggap gagal melindungi etnis minoritas Rohingya yang
menerima persekusi hingga dugaan pelanggaran hak asasi manusia dari
aparat Myanmar.
Sebagai bentuk kekecewaan, sejumlah lembaga
bahkan mencabut kembali penghargaan yang sudah mereka berikan kepada Suu
Kyi. Bahkan almamater Suu Kyi, yakni Universitas Oxford di Inggris,
mencopot lukisannya yang tadinya dipampang di dinding salah satu
bangunan mereka.
Hubungan antara Myanmar dan PBB juga terus renggang sejak krisis yang
membuat ratusan ribu etnis Rohingya melarikan diri ke Bangladesh.
Sejak
itu, Myanmar terus menutup diri dari dunia internasional hingga
melarang pelapor khusus PBB untuk HAM, Yanghee Lee, datang ke negara
tersebut. Mereka juga menolak peningkatan jumlah koordinator PBB di
Myanmar.
Jakarta, CB -- Myanmar membentuk komite untuk membahas reformasi konstitusi rancangan militer, langkah pertama Aung San Suu Kyi yang dianggap menunjukkan perlawanannya terhadap kekuasaan angkatan bersenjata dalam pemerintahan.
Tun
Tun Hein, seorang anggota parlemen dari partai Suu Kyi, Liga Nasional
untuk Demokrasi (NLD), mengatakan bahwa tujuan utama panel itu adalah
"menulis rancangan untuk mengubah konstitusi 2008."
Ia kemudian menjabarkan bahwa panel itu akan berisi 46 anggota dewan,
yaitu 18 dari NLD, 8 dari tentara, sementara sisanya dari partai
lainnya.
Hingga kini, belum ada rincian bagian dari konstitusi
yang akan direformasi. Namun, pembentukan panel ini dianggap sebagai
ancaman nyata bagi kekuasaan militer dalam pemerintahan.
Di
bawah konstitusi yang disusun pada 2008 lalu, militer mengendalikan
semua kementerian keamanan dan diberikan seperempat jatah kursi
parlemen. Dengan demikian, tentara memiliki hak veto untuk semua
perubahan konstitusi.
Sejak bertarung dalam pemilu, NLD terus berjanji akan mengubah aturan
tersebut. Panel ini sendiri dibentuk tak lama setelah dua pengadilan
Myanmar menjatuhkan hukuman mati atas dua terdakwa pembunuhan Ko Ni,
pengacara Muslim yang memperjuangkan perombakan regulasi militer
tersebut.
Menjadi target ujaran kebencian online oleh para
nasionalis Budha, Ko Ni ditembak dari jarak dekat tepat di kepala di
luar bandara Yangon pada Januari 2017.
Saat itu, sebagai
penasihat hukum NLD, Ko Ni sedang bekerja untuk mengamandemen konstitusi
yang dirancang oleh militer pada 2008.
Polisi menahan aktivis saat protes atas
patung Jenderal Aung San, pahlawan kemerdekaan Myanmar dan ayah dari
pemimpin Aung San Suu Kyi di Loikaw, negara bagian Kayah, Myanmar, Kamis
(7/2/2019). Foto diambil tanggal 7 Februari 2019. (REUTERS/Stringer)
Yangon, (CB) - Myanmar akan membatalkan tuduhan-tuduhan
yang diajukan terhadap sejumlah pengunjuk rasa dari suku minoritas yang
berdemonstrasi menentang satu patung pahlawan kemerdekaan Jenderal Aung
San, kata media negara pada Rabu.
Para pejabat juga akan mengadakan pembicaraan dengan mereka dan menawarkan konsesi yang jarang terjadi.
Langkah pembatalan tersebut terjadi ketika Aung San Suu Kyi, pemimpin
Liga Nasional bagi Demokrasi yang berkuasa dan puteri dari jenderal itu.
Ketakpuasan di kawasan-kawasan minoritas suku meningkat menjelang
pemilihan yang disiapkan berlangsung tahun depan.
Pada Selasa, polisi menembakkan peluru-peluru karet, gas air mata dan
meriam air untuk membubarkan unjuk rasa yang diikuti sekitar 3.000 orang
di Loikaw, ibu kota negara bagian Kayah, yang juga dikenal dengan nama
Karenni, di bagian timur Myanmar.
Aung San memediasi pakta tahun 1947 di antara sejumlah kelompok-kelompok
etnis Myanmar yang ditandai dengan hari libur tahunan pada 12 Februari,
tetapi para pengunjuk rasa Karenni mengatakan janji-janjinya tidak
dilaksanakan setelah pembunuhan jenderal tersebut tahun itu.
Pada Rabu, surat kabar resmi "Global New Light of Myanmar" melaporkan
para pejabat negara telah berunding dengan pengunjuk rasa hari
sebelumnya dan sepakat mencabut dakwaan-dakwaan terhadap mereka.
Sebaliknya para pegiat setuju untuk menangguhkan protes-protes mereka,
katanya, dengan menambahkan perundingan-perundingan akan terjadi dalam
sebulan, mencakup isu-isu seperti tulisan di alas patung.
Patung tersebut mungkin dipindahkan dari posisinya di alun-alun Loikaw, kata harian itu, seperti disiarkan Reuters.
"Kelompok pengunjuk rasa membubarkan diri setelah kami capai
perjanjian," kata Khun Thomas, salah seorang pemimpin protes Loikaw. Dia
mengatakan para pegiat mengharapkan dakwaan-dakwaan mengenai
berkumpulnya mereka tak berizin, hasutan dan fitnah terhadap lebih 50
orang dicabut secara resmi ketika mereka pergi ke pengadilan pada Rabu.
Para pejabat mengungkap pembangunan patung itu di Loikaw bulan ini,
memicu protes paling belakangan dalam serangkaian unjuk rasa yang mulai
berlangsung ketika rencana-rencana bagi pembuatan monumen tersebut
pertama kali diumumkan pada pertengahan tahun 2018.
Para pegiat minoritas etnis yang mendesak pemberlakuan sistem
pemerintahan federal di Myanamar menentang patuing itu dan
monumen-monumen lain bagi seorang pemimpin dari mayoritas suku Burma di
negara itu.
Ketika naik ke tampuk kekuasaan pada tahun 2016, Suu Kyi menetapkan
prioritas utamanya mengusahakan perdamaian dengan kelompok-kelompok
etnis bersenjata, tetapi kemajuan telah berjalan lamban.
Muslim Rohingya tiba di Desa Thae Chaung, Sittwe, negara bagian Rakhine, Myanmar, Rabu (21/11).
Foto: Nyunt Win/EPA EFE
Penembakan desa yang berpenghuni tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun.
CB,
LONDON – Amnesty International menyampaikan laporan bahwa pasukan
keamanan Myanmar telah menembaki desa-desa dan mencegah warga sipil
mengakses makanan dan bantuan kemanusiaan di negara bagian Rakhine barat
sejak awal 2019.
Pasukan keamanan juga disebut menggunakan undang-undang yang represif untuk menahan warga sipil.
"Operasi-operasi
terbaru ini adalah satu lagi pengingat bahwa militer Myanmar beroperasi
tanpa memperhatikan hak asasi manusia," kata Direktur Crisis Response
Amnesty International, Tirana Hassan, dilansir Anadolu Agency, Selasa (12/2).
Hassan mengatakan, menembaki desa-desa berpenghuni dan menahan persediaan makanan tidak dapat dibenarkan dalam situasu apapun.
Pihaknya
juga menerima laporan bahwa divisi tentara yang terlibat aksi kekejaman
terhadap Rohingya Agustus-September 2017 lalu telah dikerahkan ke
Negara Bagian Rakhine dalam beberapa pekan terakhir.
"Terlepas
dari kecaman internasional atas kekejaman militer Myanmar, semua bukti
menunjukkan bahwa mereka dengan berani melakukan pelanggaran yang lebih
serius," kata Hassan.
Masih menurut laporan itu,
pelanggaran ini terjadi setelah misi pencarian fakta PBB menyerukan
penyelidikan pidana dan penuntutan kepada pejabat senior Myanmar di
bawah hukum internasional atas kejahatan terhadap penduduk Rohingya di
Rakhine, dan terhadap etnis minoritas di Kachin dan negara-negara bagian
utara Shan.
Laporan itu mengungkapkan, kelompok
etnis Rakhine bersenjata yang dikenal sebagai Tentara Arakan melakukan
serangan terkoordinasi pada empat pos polisi di negara bagian Rakhine
utara. Mereka dilaporkan membunuh 13 petugas polisi pada 4 Januari
2019.
"Dan pemerintah sipil Myanmar
menginstruksikan militer untuk meluncurkan sebuah operasi untuk
'menghancurkan' Tentara Arakan, yang oleh juru bicara pemerintah disebut
sebagai 'organisasi teroris'," katanya.
Tentara Arakan adalah kelompok Buddha bersenjata yang menginginkan lebih banyak otonomi bagi etnis minoritas Buddha Rakhine.
Mereka telah berperang melawan militer sebagai bagian dari aliansi kelompok-kelompok bersenjata di Myanmar utara dan.
Tentara
Arakan ini telah mengalihkan perhatiannya ke negara-negara Chin dan
Rakhine dalam beberapa tahun terakhir, dan sudah terjadi bentrokan
secara sporadis dengan pasukan keamanan di sana. Hingga kemudian,
tentara Myanmar memindahkan banyak aset dan pasukan ke wilayah tersebut.
CB, Jakarta - Facebook telah mencopot akun 4 kelompok pemberontak bersenjata Myanmar
dan menyebut keempatnya sebagai organisasi berbahaya. Sebelumnya,
raksasa media sosial AS ini telah mencopot dan memblokir ratusan akun,
halaman dan organisasi yang merupakan jaringan militer Myanmar.
Keempat
kelompok pemberontak itu adalah The Arakan Army, The Myanmar Democratic
Alliance Army, Kachin Independence Army, dan Ta'ang National Liberation
Army.
Facebook
bertindak setelah mendapat kritik karena tidak berupaya mencegah
kekerasan dalam konten dan kebencian yang disebarkan di platformnya,
saat konflik menajam di Myanmar.
"Dalam upaya mencegah dan membuat gangguan secara offline, kami tidak
membolehkan organisasi-organisasi ini atau individu-individu yang
menyampaikan misi kekerasan atau terlibat dalam kekerasan muncul di
Facebook," ujar Facebook dalam pernyataannya seperti dikutip dari
Channel News Asia, Selasa, 5 Februari 2019.
Keempat
kelompok pemberontak ini telah berjuang demi mendapatkan otonomi
melalui berbagai konflik sejak Myanmar merdeka dari Inggris tahun 1948.
Keempat kelompok pemberontak yang disebut Facebook belum menandatangani
kesepakatan gencatan senjata dengan pemerintah. Mereka juga kerap
bentrok dengan pasukan bersenjata Myanmar dalam beberapa tahun terakhir.
Kachin
Independence Army menguasai wilayah utara Myanmar. Arakan Army telah
terlibat pertarungan di wilayah barat sejak Desember lalu yang
mengakibatkan 5.000 meninggalkan rumah mereka.
Serangan Arakan Army pada Januari lalu telah menewaskan 13 polisi perbatasan Myanmar.
Juru
bicara Ta'ang National Liberation Army, Mong Aik Kyaw membenarkan
halaman akun Facebooknya sudah dicopot. Namun menolak untuk menanggapi
alasan Facebook tersebut. Sedangkan 3 kelompok pemberontak lainnya tidak
memberikan tanggapan.
Facebook menyatakan peristiwa tersebut jadi bukti jelas bahwa keempat kelompok pemberontak Myanmar bertanggung
jawab atas berbagai serangan terhadap warga sipil dan terlibat
kekerasan di Myanmar, sehingga dilarang menggunakan layanan Facebook
untuk memanasi situasi di lapangan.
CB, Jakarta - Penasihat Negara Myanmar
Aung San Suu Kyi mengatakan anggota parlemen bertanggung jawab untuk
mengubah konstitusi sekarang setelah sebuah proposal amandemen telah
disetujui untuk meninjau kembali piagam konstitusi.
Suu Kyi mengatakan, selain memberlakukan undang-undang, perubahan piagam adalah mandat yang sangat penting dari parlemen.
"Anggota
parlemen tidak hanya bertanggung jawab atas hukum yang berkaitan dengan
rakyat tetapi juga amandemen konstitusi," kata Suu Kyi, dikutip dari
Myanmar Times, 6 Februari 2019.
Suu Kyi membuat komentar dua hari setelah Amyotha Hluttaw (Majelis
Tinggi) Aung Kyi Nyunt mengajukan proposal mendesak untuk membentuk
komite amandemen konstitusi.
Usulan itu adalah inisiatif pertama
untuk mendorong perubahan piagam sejak Partai Liga Nasional untuk
Demokrasi (NLD) yang berkuasa mulai berkuasa pada 2016.
Amandemen
dari piagam militer 2008 yang dirancang oleh militer adalah di antara
janji-janji pemilihan NLD yang tetap tidak terpenuhi. Banyak yang
melihat isi konstitusi tidak demokratis, terutama ketentuan yang
mengalokasikan 25 persen kursi parlemen untuk militer.
Pada acara
yang sama Jumat lalu, Presiden U Win Myint mengingatkan legislator untuk
tidak bertentangan dengan ketentuan piagam dalam melaksanakan proyek
dengan pemerintah daerah atau negara bagian.
Dia mendesak mereka untuk menghormati cabang eksekutif dan yudisial pemerintah untuk menjaga sistem checks and balances yang sehat.
Komite
parlemen gabungan untuk merancang amandemen Konstitusi Militer Myanmar
tampaknya akan terbentuk setelah mayoritas kuat anggota parlemen yang
bergabung dalam debat proposal di Parlemen pada Selasa mendukung gagasan
tersebut.
Dikutip dari The Irrawaddy, Dalam langkah pertama oleh
Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) untuk mengubah piagam
militer-drafter sejak mengambil alih kekuasaan pada tahun 2016, anggota
parlemen partai U Aung Kyi Nyunt mengajukan proposal minggu lalu untuk
membentuk komite ad hoc "secepat mungkin".
Pembuat undang-undang
yang ditunjuk militer legislatif keberatan keras, mengklaim langkah itu
melanggar aturan konstitusional. Anggota parlemen militer, yang dijamin
25 persen kursi di Parlemen oleh Konstitusi, muncul hingga debat Selasa
tentang proposal tetapi menolak untuk berpartisipasi.
Tiga
puluh anggota parlemen bergabung dalam perdebatan, dengan 12 dari NLD,
11 dari lima partai etnis minoritas, lima dari Partai Solidaritas dan
Pembangunan (USDP) dan satu dari Partai Persatuan Demokrasi Nasional.
Semua kecuali lima dari USDP yang didukung militer berbicara mendukung
komite dan menawarkan saran tentang bentuk apa yang harus diambil.
Konstitusi Myanmar telah dikritik karena tidak demokratis baik di
dalam maupun di luar negeri untuk artikel yang menempatkan militer di
luar kendali pemerintah sipil dan yang membatasi hak-hak etnis minoritas
termasuk hak untuk menentukan nasib sendiri.
NLD telah mendorong
amandemen konstitusi sejak 2013. Dalam jajak pendapat nasional pada saat
itu, 97 persen responden di 267 kota di seluruh negeri mengatakan
mereka ingin Konstitusi Myanmar diubah.
Dalam debat hari Selasa,
Daw Htu May, dari Arakan League for Democracy, mengatakan ia menyambut
baik pembentukan komite reformasi karena "krisis konstitusi adalah
krisis Myanmar" dan menyerukan sebuah badan inklusif.
Aung San Suu Kyi membuka KTT Investasi Myanmar 2019 di Nay Pyi Taw, ibukota Myanmar. [MYANMAR TIMES]
U
Sai Tun Aye, dari Liga Nasionalitas Demokrasi Shan, mengatakan
reformasi konstitusi diperlukan untuk menangani masalah-masalah seperti
desentralisasi, yang pada gilirannya dapat membantu etnis minoritas
mencapai penentuan nasib sendiri yang lebih besar.
U Maung Myint
dari USDP "secara serius" keberatan, menggemakan keluhan militer dari
minggu lalu bahwa aturan konstitusional dilanggar.
Mengutip Bab 12
Konstitusi, USDP dan militer mengatakan setiap amandemen yang diusulkan
harus diajukan sebagai RUU sebelum diajukan ke Parlemen untuk dibahas.
"Panitia harus dibentuk setelah kita memiliki RUU. Sekarang terbalik urutan prosedurnya," kata U Maung Myint.
Namun,
U Aung Kyi Nyunt, yang mengusulkan komite, dan Ketua U T Khun Myat
mengatakan proposal itu tidak ada hubungannya dengan penyusunan RUU.
"Pembentukan
komite adalah langkah pertama untuk menyusun rancangan undang-undang
untuk mengubah Konstitusi," kata U T Khun Myat.
Parlemen, tempat
partai NLD Aung San Suu Kyi memiliki lebih dari setengah kursi, akan
memberikan suara pada pembentukan komite penyusun amandemen konstitusi Myanmar pada hari Rabu.
Sejumlah warga Rohingya menunggu di truk Polisi
Myanmar untuk dibawa kembali menuju penampungan sementara yang didirika
pemerintah di Desa ManSi dekat Sittwe, Negara Bagian Rakhinne, Myanmar,
Rabu (21/11).
Foto: Nyunt Win/EPA EFE
Konferensi akan menyerukan pertanggungjawaban dan perlindungan untuk Rohingya.
CB,
NEW YORK -- Koalisi Rohingya Merdeka (FRC) akan menjadi tuan rumah
konferensi internasional di Barnard College, Columbia University, di New
York City pada 8 dan 9 Februari.
Konferensi dua-hari tersebut, yang direncanakan diikuti oleh
cendekiawan kenamaan dari seluruh dunia, utusan PBB, pegiat, dan
pengungsi akan menyerukan pertanggungjawaban dan perlindungan bagi etnik
minoritas nasional di Myanmar, kata FRC di dalam satu pernyataan pada
Jumat (1/2).
"Ini adalah pertemuan langka sivitas akademika
dan pegiat yang berasal dari dan dengan keahlian mengenai Burma
(Myanmar), bersama praktisi hukum pidana internasional dan kemanusiaan,"
kata pernyataan tersebut.
FRC adalah kelompok pegiat
global terkemuka yang dipimpin oleh dan untuk rakyat Rohingya, kata
pernyataan itu. Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai rakyat yang
paling tertindas di dunia, telah menghadapi kekhawatiran yang meningkat
mengenai serangan sejak puluhan orang tewas dalam kerusuhan
antarmasyarakat pada 2012.
Sejak 25 Agustus 2017, hampir 24
ribu Muslim Rohingya tewas oleh pasukan negara Myanmar, demikian satu
laporan dari Lembaga Pembangunan Internasional Ontario (OIDA). Lebih
dari 34 ribu orang Rohingya juga dilemparkan ke dalam api, sementara
lebih dari 114 ribu orang lagi dipukuli, kata laporan OIDA, yang
berjudul "Forced Migration of Rohingya: The Untold Experience".
Sebanyak
18 ribu anak perempuan dan perempuan Rohingya diperkosa oleh polisi dan
personel militer Myanmar. Sementara, lebih dari 115 ribu rumah milik
orang Rohingya dibakar dan 113 ribu rumah lagi dirusak, tambah
pernyataan tersebut, sebagaimana dilaporkan Kantor Berita Turki, Anadolu.
Menurut
Amnesty International, lebih dari 750 ribu pengungsi Rohingya,
kebanyakan anak kecil dan perempuan, menyelamatkan diri dari Myanmar dan
menyeberang ke negara tetangga Myanmar, Bangladesh. Hal itu setelah
pasukan Myanmar melancarkan penindasan terhadap masyarakat minoritas
Muslim pada Agustus 2017.
PBB juga mendokumentasikan
pemerkosaan massal, pembunuhan termasuk bayi dan anak kecil, pemukulan
brutal dan penghilangan manusia oleh pasukan negara Myanmar. Di dalam
laporannya, para penyelidik PBB mengatakan pelanggaran semacam itu bisa
menjadi kejahatan terhadap umat manusia.
CB, Jakarta - Partai berkuasa Myanmar Liga
Nasional Demokrasi atau NLD berencana mengajukan sebuah proposal
perubahan konstitusi. Jika rencana ini dijalankan, maka ini akan menjadi
tantangan terbesar dalam tiga tahun terakhir bagi stabilitas politik
Myanmar yang sampai sekarang masih dibayangi kekuasaan militer.
Dikutip dari reuters.com,
Selasa, 29 Januari 2019, rencana amendemen konstitusi ini bisa menambah
ketegangan antara militer dan Ketua Partai NLD Aung San Suu Kyi yang
sudah berselisih sejak partai itu memenangkan pemilu pada 2015 lalu.
Proposal
itu mengemuka di tengah-tengah derasnya tekanan internasional atas
kasus dugaan pembunuhan massal terhadap masyarakat suku Rohingya pada
2017 lalu. Serangan sistematis atas kaum Rohingya menyebabkan 730 ribu
warga melarikan diri ke Bangladesh.
“Mereka akan memasukkan
proposalnya hari ini. Apa yang termaktub dalam proposal itu adalah janji
pemilu,” kata Ye Htut, anggota majelis tinggi Myanmar dari Partai NLD.
Dalam
konstitusi 2008 yang dibuat saat Myanmar berada dalam kekuasaan
militer, memang ditegaskan bahwa militer berhak atas
jatah seperempat kursi di majelis tinggi dan majelis rendah. Konstitusi
Myanmar juga memberikan militer sejumlah jatah menteri di sejumlah
Kementerian yang berperan kunci seperti Kementerian Pertahanan dan
Kementerian Dalam Negeri.Untuk menggolkan proposal perubahan konstitusi mereka, Partai NLD membutuhkan lebih dari 75 persen suara dukungan.
Konstitusi
Myanmar saat ini juga melarang Suu Kyi duduk di kursi Presiden Myanmar.
Alasannya, semua warga yang punya pasangan bukan warga negara Myanmar
tak bisa menjadi kepala negara. Suu Kyi menikah dengan seorang warga
negara Inggris, Michael Aris. Dari pernikahan itu, dia dikaruniai dua
orang anak.
Menghadapi
aturan ini, maka selama hampir tiga tahun terakhir, Suu Kyi berfungsi
sebagai pemimpin de facto Myanmar yang kekuasaannya bahkan di atas
presiden.
Suu Kyi yang juga peraih Nobel bidang perdamaian sudah
lama ingin melakukan reformasi konstitusi sebagai bagian dari transisi
demokrasi setelah selama hampir 50 tahun Myanmar diatur oleh pemerintahan militer.
Pelapor Khusus HAM PBB di Myanmar, Yanghee Lee. Foto/Istimewa
DHAKA - Penyelidik hak asasi manusia (HAM) PBB mengatakan panglima militer Myanmar harus diadili karena genosida terhadap minoritas Muslim Rohingya. Ia menambahkan bahwa menahan pelaku untuk bertanggung jawab atas kejahatan diperlukan sebelum para pengungsi yang melarikan diri kembali ke negara itu.
Pelapor Khusus HAM PBB di Myanmar, Yanghee Lee, berbicara dalam perjalanan ke Thailand dan Bangladesh, di mana ia bertemu para pejabat dan pengungsi Rohingya yang diusir dari negara bagian Rakhine barat setelah penumpasan tentara pada tahun 2017.
"Min Aung Hlaing dan yang lainnya harus dimintai pertanggungjawaban atas genosida di Rakhine dan atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang di bagian lain Myanmar," kata Lee, yang dilarang dari negara itu, merujuk pada panglima militer Myanmar.
Wawancara ini menandai pertama kalinya Lee secara terbuka menyerukan panglima militer untuk diadili karena genosida. Sebuah misi pencari fakta PBB di Myanmar tahun lalu mengatakan bahwa kampanye militer, yang menurut para pengungsi termasuk pembunuhan massal dan pemerkosaan, diatur dengan niat genosida dan merekomendasikan Min Aung Hlaing dan lima jenderal lainnya dituntut dengan kejahatan paling buruk di bawah hukum internasional.
Sejak Agustus 2017 sekitar 730 ribu Rohingya telah melarikan diri dari Rakhine ke Bangladesh, tempat mereka sekarang tinggal di kamp-kamp yang penuh sesak.
"Agar pemulangan terjadi para pelaku harus dimintai pertanggungjawaban, karena mengirim kembali para pengungsi tanpa pertanggungjawaban akan benar-benar memperburuk atau memperpanjang situasi mengerikan di Myanmar," ujar Lee.
"Dan kemudian kita akan melihat siklus pengusiran lagi," tukasnya seperti dilansir dari Reuters, Sabtu (26/1/2019).
Juru bicara militer dan pemerintah Myanmar tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar. Negara itu sebelumnya telah menyangkal hampir semua tuduhan yang dibuat oleh para pengungsi terhadap pasukannya, yang katanya terlibat dalam operasi kontra-terorisme yang sah.
DHAKA
- Setidaknya 1.300 Muslim Rohingya telah menyeberang ke Bangladesh dari
India sejak awal tahun ini. Eksodus ini dipicu oleh kekhawatiran akan
dideportasi ke Myanmar oleh India.
Nayana Bose, juru bicara
Kelompok Koordinasi Antar Sektor (ISCG), yang mencakup badan-badan PBB
dan organisasi kemanusiaan asing lainnya, mengatakan laju kedatangan
baru telah meningkat sejak 3 Januari.
"Sekitar 1.300 orang dari 300 keluarga telah tiba dari India ke Bangladesh sampai hari ini," katanya seperti dikutip Al Jazeera dari AFP, Kamis (17/1/2019).
"Para pendatang baru ditempatkan di pusat transit PBB," tambahnya.
Juru bicara UNHCR Firas Al-Khateeb mengatakan badan pengungsi PBB telah mengetahui situasi tersebut.
Mereka
yang melintasi perbatasan dalam beberapa pekan terakhir telah ditahan
oleh polisi dan dikirim ke Cox's Bazar, sebuah distrik di selatan yang
menampung kamp-kamp pengungsi terbesar di dunia.
India telah
menuai kritik tajam karena memulangkan pengungsi Rohingya ke Myanmar
dalam beberapa bulan terakhir, meskipun anggota kelompok minoritas yang
dianiaya itu menghadapi risiko keamanan jika kembali ke negara asal
mereka.
PBB dan kelompok hak asasi manusia menuduh India
mengabaikan hukum internasional dan mengembalikan Rohingya ke bahaya
yang mungkin terjadi di Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama
Buddha.
"Selama setahun terakhir pemerintah India telah membuat
hidup para pengungsi Rohingya di India sangat sulit," kata Ravi Nair,
dari Pusat Dokumentasi Hak Asasi Manusia Asia Selatan (SAHRDC).
Nair
mengatakan India harus menghormati "hak atas perlindungan" dan
"non-refoulement", praktik tidak memaksa pengungsi atau pencari suaka
untuk kembali ke negara di mana mereka besar kemungkinan akan mengalami
penganiayaan, yang merupakan aspek dari hukum humaniter internasional .
India,
yang bukan merupakan penandatangan Konvensi Pengungsi PBB, menampung
230 Rohingya pada tahun 2018 - yang terbanyak dari tahun-tahun
sebelumnya ketikan kaum nasionalis Hindu menyerukan agar kelompok Muslim
yang terlantar harus dideportasi secara massal.
Nair mengatakan kunjungan rutin oleh pejabat intelijen setempat, ini termasuk pelecehan tentang dokumen mereka.
"Sejumlah
besar Rohingya, data kami menunjukkan lebih dari 200, dari Jammu ke
Tripura, Assam dan negara-negara Benggala Barat telah ditangkap dan
dipenjara," ungkap Nair.
Nair dari SAHRDC mengatakan kebijakan
pemerintah jingoistic, ultra-nasionalis (Partai Bharatiya Janata) yang
berkuasa mencerminkan bahwa itu tidak ada hubungannya dengan masalah
kemanusiaan.
"Menteri Luar Negeri Bangladesh diharapkan datang ke
sini minggu depan, dan kami berharap dia akan mengambil ini dengan kuat
dengan India", Nair menyimpulkan.
Penolakan di India, dan
ketakutan akan deportasi ke Myanmar, telah mendorong lebih banyak lagi
Muslim Rohingya yang tidak memiliki kewarganegaraan ke Bangladesh, di
mana sejuta orang Rohingya tinggal di kamp-kamp pengungsi yang luas di
tenggara negara itu.
Sekitar 40.000 Rohingya diyakini telah
berlindung di India. Polisi mengatakan mereka yang datang tinggal di
India selama bertahun-tahun.
Lusinan Rohingya juga dideportasi
dari Arab Saudi ke Bangladesh minggu lalu. Mereka ditangkap karena
menggunakan paspor Bangladesh secara ilegal untuk melakukan perjalanan
ke kerajaan.
Rohingya selama beberapa dekade telah menghadapi
penganiayaan dan pembunuhan berencana di Myanmar, yang menolak mengakui
mereka sebagai warga negara dan menyebut mereka sebagai imigran ilegal
"Bengali".
Mereka terkonsentrasi di negara bagian Rakhine, pusat
serangan brutal tentara Myanmar pada Agustus 2017 yang oleh penyelidik
PBB digambarkan sebagai genosida.
Setidaknya 720.000 Rohingya
melarikan diri dari penumpasan berdarah dan memasuki Bangladesh untuk
bergabung dengan sekitar 300.000 lainnya yang sudah tinggal di kamp
pengungsi.
Amnesty International, di antara kelompok-kelompok hak
asasi lainnya, telah mengecam India karena secara paksa memulangkan
Rohingya ke Myanmar ketika penganiayaan di Rakhine sedang berlangsung.
Oxford
Human Rights Hub mengatakan India dan Mahkamah Agungnya berada dalam
"pelanggaran beberapa kewajiban hak asasi manusia internasional" ketika
memutuskan untuk mendeportasi para pencari suaka Rohingya pada Oktober
2018.
"Di tengah meningkatnya gelombang nasionalisme Hindu, keputusan ini menimbulkan kekhawatiran," kata Oxford Human Rights.
NEW DELHI
- Majelis rendah parlemen India menyetujui rancangan undang-undang
(RUU) yang terkesan diskriminatif. RUU itu berisi pemberian memberikan
hak tinggal dan kewarganegaraan bagi semua imigran kecuali imigran
Muslim.
Untuk menjadi undang-undang, RUU itu masih membutuhkan
persetujuan majelis tinggi. Kelompok imigran yang bisa mendapatkan
kewarganegaraan di India antara lain berasal dari komunitas Hindu, Jain,
Parsis, dan beberapa kelompok agama non-Muslim lainnya yang bermigrasi
secara ilegal dari Bangladesh, Pakistan, dan Afghanistan.
"Mereka
tidak punya tempat untuk pergi kecuali India," kata Menteri Dalam
Negeri Rajnath Singh mengatakan kepada parlemen pada hari Selasa.
"Penerima manfaat dari undang-undang tersebut dapat tinggal di negara
bagian mana pun," katanya lagi, yang dilansir Al Jazeera, Rabu (9/1/2019).
Para
kritikus menyebut RUU itu terang-terangan anti-Muslim dan upaya dari
kubu nasionalis Hindu; Partai Bharatiya Janata (BJP) pimpinan Perdana
Menteri Narendra Modi untuk meningkatkan basis pemilih Hindu menjelang
pemilu yang akan diadakan pada bulan Mei.
RUU itu telah memicu
protes di negara bagian timur laut Assam, di mana hampir 4 juta orang,
yang dituduh sebagai orang asing, secara efektif dicabut
kewarganegaraannya pada tahun lalu.
Para pemrotes di sana marah
bukan karena RUU itu mengecualikan Muslim, tetapi karena RUU itu akan
memberikan kewarganegaraan kepada orang-orang Hindu yang tidak
berdokumen yang gagal membuktikan kewarganegaraan mereka dan karenanya
dikeluarkan dari rancangan Daftar Warga Negara (NRC) yang diterbitkan
Juli lalu.
Suhas Chakma, direktur Rights and Risks Analysis Group
yang berbasis di New Delhi, mengatakan RUU kewarganegaraan itu
benar-benar tidak konstitusional. "Karena menargetkan kelompok-kelompok
tertentu," katanya.
Menurutnya, RUU itu tidak mungkin diloloskan
majelis tinggi parlemen, karena kursi majelis tinggi tidak dikuasai oeh
partai yang berkuasa.
"Ini akan menjadi bumerang bagi BJP," katanya, mengacu pada pada kemarahan di negara bagian Assam.
Dalam
protes hari Selasa, para demonstran membuat blokade dengan ban yang
terbakar dan merusak dua kantor BJP. Massa mengganggu lalu lintas dan
bisnis dari pagi hingga sore.
Mereka juga membakar patung Perdana Menteri Narendra Modi.
Mukesh
Agarwal, juru bicara kepolisian Assam, mengatakan lebih dari 700
demonstran ditangkap. Polisi menggunakan gas air mata untuk membubarkan
massa.
Samujjal
Bhattacharya, pemimpin Serikat Pelajar Assam, mengatakan bahwa
memberikan hak tinggal dan kewarganegaraan untuk imigran tidak
berdokumen dari Bangladesh akan mengancam masyarakat adat.
"Sudah,
kami memiliki banyak sekali imigran Muslim dari Bangladesh yang
memasuki Assam secara ilegal selama bertahun-tahun. Sekarang, pemerintah
berusaha membuat undang-undang yang berusaha memberikan kewarganegaraan
kepada umat Hindu dari Bangladesh. Kami ingin semua migran ilegal
terdeteksi dan dideportasi, terlepas dari agamanya," kata Bhattacharya.
Masalah
imigrasi dari Bangladesh telah memicu pemberontakan publik secara
berkala di Assam sejak pemerintah India memberikan hak kepada orang
Bangladesh yang memasuki negara itu sebelum tahun 1971. Tahun itu
merupakan tahun Bangladesh meraih kemerdekaan dari Pakistan.