Warga Korea Selatan (Korsel) menonton tayangan
peluncuran proyektil Korea Utara (Korut) dalam program berita di Seoul
Railway Station di Seoul, Korsel, Sabtu (4/5).
Foto: AP Photo/Ahn Young-joon
Korut menembakkan dua rudal jarak pendek pada Kamis pekan lalu.
CB,
BEIJING -- Diplomat tinggi pemerintah Cina mengatakan masih ada
kemungkinan memecahkan masalah nuklir Korea Utara (Korut) melalui dialog
internasional. Pernyataan ini diungkapkan setelah Pyongyang melepaskan
dua tembakan rudal jarak pendek.
Korut menembakkan dua rudal jarak pendek pada Kamis pekan lalu. Hal
itu menjadi uji coba kedua semacam ini dalam waktu kurang dari satu
pekan.
Dalam perjalanannya menuju Rusia, Penasihat Negara
Cina Wang Yi mengatakan proses resolusi sudah buntu. Menurutnya, sejak
pertemuan AS-Korut di Hanoi pada Februari gagal, ketidakpastian terus
meningkat.
"Tapi kami melihat dari sisi Korut masih
menahan tujuan dasar untuk mencapai denuklirisasi semenanjung (Korea),
dan dari sisi AS belum mengabaikan pemikiran dasar untuk menyesaikan isu
ini melalui dialog," kata Wang dalam pernyataan Kementerian Luar Negeri
Cina, Selasa (14/5).
Wang yakin proses denuklirisasi
Semenanjung Korea belum keluar jalur. "Dan tetap dalam kerangka kerja
untuk resolusi politik," katanya.
Ia menambahkan
kebuntuan terjadi karena kedua belah pihak belum menemukan peta jalan
yang layak dan realistis untuk membuat resolusi. Sebelumnya, Presiden
Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan ia tidak melihat uji coba
rudal Korut telah 'melanggar kepercayaan'.
Kapal
kargo The Wise Honest Korea Utara yang ditangkap Indonesia disita oleh
Amerika Serikat. Foto/Department of Justice/Handout via REUTERS
PAGO PAGO
- Sebuah kapal kargo Korea Utara (Korut) yang ditangkap Indonesia dan
disita atau direbut oleh Amerika Serikat (AS) telah tiba di Samoa
Amerika. Di negara kepulauan di Samudra Pasifik inilah kapal tersebut
akan menjalani inspeksi.
Kapal kargo The Wise Honest ditangkap
otoritas berwenang Indonesia karena dicurigai digunakan untuk melanggar
sanksi internasional. The Wise Honest telah ditarik ke pelabuhan Pago
Pago pada Sabtu pagi dan berlabuh di bagian dermaga utama pelabuhan pada
sore hari.
Perjalanan dari Indonesia ke kepulauan itu memakan
waktu sekitar tiga minggu. "(Samoa) dipilih karena lokasi strategis,"
kata petugas urusan publik Coast Guard AS, Amanda Wyrick.
"Kami
juga memiliki hubungan yang kuat dan kemitraan yang baik dengan
pemerintah Samoa Amerika," kata Wyrick lagi. "Dengan demikian dikatakan,
kita juga sudah memiliki sumber daya yang mampu menjamin keamanan kapal
tetapi yang terpenting Pelabuhan Pago Pago."
Kapal itu ditahan
pada April 2018 saat melakukan perjalanan ke Indonesia. Pejabat
Departemen Kehakiman AS mengumumkan pada Kamis lalu bahwa AS telah
merebut kapal itu.
Wyrick mengatakan Departemen Kehakiman AS
memimpin penyelidikan sehingga mereka akan melakukan itu. "Setelah
penyelidikan disimpulkan, kapal akan dipindahkan," ujarnya. Namun dia
mengaku tak tahu tujuan kapal selanjutnya.
"Saya tahu bahwa Departemen Kehakiman akan melakukan penyelidikan secepat mungkin," imbuh Wyrick.
Dia
mengatakan bahwa pihaknya tidak memiliki jumlah personel Coast Guard AS
yang memadai atau orang-orang dari agen federal lainnya yang telah
melakukan perjalanan ke Samoa Amerika untuk penyelidikan.
"Kami
memiliki tim keamanan laut dan keamanan di sini dari Honolulu," kata
Wyrick. "Kami sedang melakukan patroli acak, juga melakukan inspeksi
kapal Pelabuhan Pago Pago, mengawasi hal-hal seperti pelanggaran
keamanan atau vandalisasi kapal itu sendiri."
Menurutnya, para pejabat juga memastikan pelabuhan itu dilindungi.
"Kami
terutama di Coast Guard, kami memahami pentingnya pelabuhan. Ini adalah
penyelamat dalam membawa barang ke pulau-pulau," kata Wyrick. "Jadi
kami ingin memastikan bahwa kami melakukan semua yang kami bisa, untuk
memastikan bahwa sama sekali tidak ada gangguan pada arus perdagangan
masuk dan keluar," paparnya, seperti dikutip Fox News, Senin (13/5/2019).
Wyrick
melanjutkan, pemerintah AS mengirim tim inspeksi ke kapal sebelum
merapat di Pago Pago. Dia mencatat ada pemeriksaan yang dilakukan
sebelum meninggalkan Indonesia."Dan, karena kapal telah melaut selama
tiga minggu, itu tergantung pada unsur-unsurnya," ujarnya.
"Pemeriksaan
kapal sebelum memasuki pelabuhan adalah untuk memastikan integritas
struktur kapal masih utuh. Dengan cara itu, begitu kita mengangkat ibu
jari, dan lampu hijau, dan inspektur menganggapnya aman, maka itu akan
masuk ke pelabuhan," kata Wyrick.
Pejabat AS membuat pengumuman
penyitaan kapal beberapa jam setelah Korea Utara menembakkan dua rudal
jarak pendek ke laut. Uji tembak rudal itu merupakan peluncuran senjata
kedua dalam lima hari dan menjadi sinyal bahwa perundingan mengenai
program senjata nuklirnya sedang dalam masalah.
Buruh Korea Utara di Kawasan Industri Kaesong. (Reuters/Kim Hong-Ji/Files)
Jakarta, CB -- Pemerintah Korea Utara melalui media massa mereka, DPRK Today, mendesak Korea Selatan
untuk membuka kembali kawasan indsutri bersama yang telah ditutup di
kawasan perbatasan, Kaesong, pada Minggu (12/5). Korut mengklaim
pembukaan itu tak perlu mendapat persetujuan Amerika Serikat.
Korea
Selatan berharap pembukaan kembali Kawasan Industri Kaesong dan
kelanjutan program wisata di Gunung Utara Kumgang yang lama tertunda
bisa membantu proses perdamaian dengan Korut. Namun, hal itu belum dapat
dilakukan akibat sanksi internasional yang masih diberlakukan terhadap
seteru mereka.
DPRK Today menyatakan hal itu sebenarnya tergantung pada Korea Selatan,
bukan AS, dalam menentukan membuka kembali kawasan pabrik.
"Dimulai
kembalinya operasi di kompleks bukan masalah yang membutuhkan
persetujuan Washington. Korsel memberikan alasan bagi pasukan asing
untuk campur tangan dalam proyek kerja sama dengan berbicara tentang
sanksi dan persetujuan," tulis DPRK Today seperti dilansir Yonhap News pada Minggu (12/5).
DPRK Today berulang kali menyatakan kelanjutan proyek hanya permasalahan keputusan pihak berwenang Korea Selatan.
"Penundaan oleh Korea Selatan dalam membuka kembali zona pabrik
menunjukkan negara itu tidak memiliki niatan baik dalam meningkatkan
hubungan kedua Korea," tulis DPRK Today.
Korsel menutup kawasan industri pada Februari 2016 setelah Korea Utara melakukan uji coba nuklir serta rudal jarak jauh.
Ketegangan
masih terjadi antara Korut dan AS setelah pemimpin tertinggi Korut Kim
Jong-un dan Presiden AS Donald Trump tak menghasilkan kesepakatan
denuklirisasi dalam KTT Hanoi pada Februari lalu.
Tiga
bulan setelah itu, Korut kembali melakukan uji coba rudal. Dua uji coba
sudah dilakukan dalam sepekan terakhir dan diawasi langsung Kim
Jong-un. Uji coba disebut bukan langkah provokasi melainkan disebut
normal dan bentuk 'jaga diri'.
Rudal jarak pendek terbaru yang diuji tembak Korea Utara 4 Mei lalu mirip dengan rudal Iskander Rusia. Foto/KCNA/REUTERS
WASHINGTON
- Para pakar senjata menilai rudal jarak pendek terbaru yang diuji
tembak Korea Utara (Korut) pada 4 Mei lalu mirip dengan rudal Iskander
Rusia. Pyongyang menggambarkannya sebagai senjata taktis terpandu.
Menurut
para pakar senjata, kemiripan yang mencolok terletak pada desain. Misil
Iskander Rusia merupakan senjata jarak dekat yang sangat akurat dan
mampu menyerang sasaran lebih dari 150 mil jauhnya.
Sistem
semacam itu memiliki potensi untuk menantang pertahanan rudal di Korea
Selatan dan semakin meningkatkan ketegangan di kawasan itu. Uji tembak
itu juga menunjukkan bahwa Korea Utara sedang mengembangkan sistem
senjata baru, bahkan ketika Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump
menyatakan optimisme tentang kesepakatan masa depan dengan pemimpin
Korea Utara Kim Jong-un.
"Rudal
gaya Iskander ini adalah hal yang perlu mulai kita khawatirkan," kata
Melissa Hanham, pakar senjata di One Earth Future, seperti dikutip NPR, Kamis (9/5/2019).
Korea
Utara menguji senjata itu pada 4 Mei sebagai bagian dari "latihan
serangan" yang mencakup penggunaan senjata lain seperti roket artileri.
Itu adalah uji coba rudal yang dipublikasikan pertama kali sejak Korea
Utara mendeklarasikan moratorium uji coba rudal antarbenua pada bulan
April 2018.
Rudal baru yang diuji tembak tergolong jarak pendek,
yang artinya tidak melanggar moratorium yang dibuat sendiri oleh rezim
Kim Jong-un.
Presiden Trump di Twitter meremehkan uji coba
senjata tersebut. "Saya percaya bahwa Kim Jong-un sepenuhnya menyadari
potensi ekonomi Korea Utara yang besar, dan tidak akan melakukan apa pun
untuk mengganggunya atau mengakhirinya," tulis Trump di Twitter.
Kendati
demikian, rudal baru itu terlihat lebih canggih daripada beberapa
desain misil Korea Utara sebelumnya. Menurut Hanham, tidak seperti rudal
jarak jauh Korea Utara, rudal jarak pendek baru ini terlihat berbahan
bakar padat. Senjata seperti ini dapat diluncurkan dengan cepat dengan
sedikit peringatan.
Michael
Elleman, seorang ahli fisika dan peneliti senior untuk pertahanan rudal
di International Institute for Strategic Studies mengatakan jika itu
adalah rudal seperti Iskander, maka senjata baru Pyongyang tersebut akan
sulit untuk dicegat oleh sistem pertahanan udara.
Ellemen menjelaskan, misil Iskander terbang pada ketinggian sekitar 30 mil. Itu terlalu tinggi untuk rudal pencegat surface-to-air
(darat-ke-udara) Patriot Amerika Serikat (AS), tetapi terlalu rendah
untuk Terminal High Altitude Area Defense (THAAD), sebuah sistem yang
mampu mencegat rudal jarak jauh.
Korut
mengatakan peluncuran roket pada akhir pekan lalu adalah latihan
reguler dan bagian dari pertahanan diri. Foto/Ilustrasi/Istimewa
SEOUL
- Korea Utara (Korut) buka suara soal peluncuran roket pada akhir pekan
lalu. Pyongyang menyatakan peluncuran roket itu adalah latihan reguler
dan pertahanan diri. Pyongyang juga membenarkan jika Pemimpin Korut, Kim
Jong-un, turut mengawasi latihan tersebut.
"Latihan baru-baru
ini yang dilakukan oleh tentara kami tidak lebih dari bagian dari
latihan militer reguler, dan itu tidak menargetkan siapa pun atau memicu
memburuknya situasi di kawasan," kata juru bicara Kementerian Luar
Negeri Korut yang tidak dikenal dalam sebuah pernyataan kepada kantor
berita KCNA yang dikutip Reuters, Rabu (8/5/2019).
Dalam kesempatan itu, Korut juga memperingatkan para kritikus yang mengomentari uji coba rudal tersebut.
"Tuduhan
yang tidak berdasar mungkin akan menghasilkan hasil yang mengarah ke
arah yang kita maupun mereka tidak ingin lihat sama sekali," tulis KCNA
mengutip juru bicara tersebut.
Juru bicara Kementerian Luar
Negeri Korut mengatakan ada standar ganda, dimana latihan militer yang
dilakukan oleh Korsel dan AS hanya mendatangkan sedikit kritik.
"Hanya
latihan militer reguler dan pertahanan diri kami yang dicap sebagai
provokatif, dan ini adalah manifestasi yang tak terselubung dari upaya
untuk menekan perlucutan senjata negara kami secara bertahap dan
akhirnya menyerang kami," kata juru bicara itu.
"Kami pikir ini sangat tidak menyenangkan dan disesalkan, dan kami membunyikan nada peringatan," cetusnya memperingatkan.
Latihan
pada hari Sabtu itu adalah uji coba pertama rudal balistik yang
dilakukan Korut sejak meluncurkan rudal balistik antarbenua jarak jauh
pada November 2017.
Uji coba itu dilakukan setelah pembicaraan
dengan Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan (Korsel) pada bulan
Februari macet, dan menimbulkan kekhawatiran di kedua negara, yang telah
berusaha membujuk Korut untuk meninggalkan senjata nuklir dan program
rudal balistiknya.
Seoul
merespons dengan menyerukan tetangganya untuk menghentikan tindakan
yang meningkatkan ketegangan militer di Semenanjung Korea.
Tetapi
Presiden AS Donald Trump, yang telah bertemu dengan Kim Jong-un dua
kali, mengatakan ia masih yakin dia bisa membuat kesepakatan dengan
Jong-un, dan para pejabat Korsel juga telah mengecilkan ujian.
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un
mengadakan pertemuan militer di Pyongyang, Korea Utara, dalam foto yang
disiarkan Rabu (27/3/2019) oleh Pusat Agensi Berita Korea Utara (KCNA).
ANTARA FOTO/KCNA/via REUTERS/cfo
Moskow-Seoul (CB) - Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan
Presiden Rusia Vladimir Putin akan bertemu pada Kamis (25/2) di kota
pelabuhan Pasifik milik Rusia, Vladivostok, untuk membahas kebuntuan
internasional soal program nuklir Pyongyang, kata seorang pejabat
Kremlin.
Kunjungan Kim merupakan bagian untuk membangun dukungan internasional,
kata para pengamat, setelah kegagalan pertemuan puncak Amerika Serikat
dan Korea Utara di Vietnam pada Februari berarti tidak ada kelonggaran
sanksi bagi Korea Utara.
Perincian pertemuan tersebut dibenarkan oleh Yuri Ushakov, pejabat kebijakan luar negeri di kantor kepresidenan Rusia, Kremlin.
Pokok bahasan utama dalam pertemuan adalah usaha internasional untuk
mengakhiri kebuntuan masalah program nuklir Korea Utara, kata Ushakov
kepada wartawan.
"Dalam beberapa bulan terakhir, situasi di sekitar semenanjung dalam
keadaan stabil, berkat upaya Korea Utara untuk menghentikan uji coba
roket-roket dan penghentian percobaan nuklirnya," kata Ushakov.
"Rusia ingin membantu dalam segala cara yang mungkin untuk meletakkan kecenderungan yang positif."
Kantor berita Korea Utara (KCNA) pada Selasa mengatakan bahwa kunjungan
tersebut akan segera dilaksanakan tetapi ia tidak memberi perincian
lebih lanjut.
Ajudan Kim, Kim Chang Son, berada di Vladivostok pada Minggu, menurut kantor berita Korea Selatan Yonhap.
Selama bertahun-tahun Rusia sudah terlibat untuk membujuk Korea Utara
agar menghentikan program nuklirnya. Negara ini bergabung dalam
perundingan enam pihak bersama kedua Korea, Jepang, Amerika Serikat dan
China, yang paling akhir dilaksanakan pada 2009.
NK News, suatu kelompok yang mengikuti perkembangan Korea Utara,
memperlihatkan foto-foto di laman mereka pada Senin (22/4) mengenai
persiapan di Universitas Timur Jauh Federal di Vladivostok, yang
kemungkinan akan menjadi tuan rumah pertemuan puncak. Para petugas
sedang memasang bendera-bendera kedua negara.
Kementerian Luar Negeri Korea Selatan mengatakan memahami agenda yang
meliputi hubungan Korea Utara dan Rusia, perlucutan senjata nuklir dan
kerja sama regional.
"Rusia memiliki pandangan yang sama dengan kita, seperti tentang
penyelesaian denuklirisasi di Semenanjung Korea dan menetapkan
kesepakatan damai," kata juru bicara Kemlu Korsel Kim In-chul di Seoul.
"Saya berharap pertemuan puncak ini akan memberikan pengaruh baik," tambahnya.
Setelah kegagalan dalam pertemuan di Hanoi dengan Presiden Donald Trump,
Kim kemungkinan ingin membuktikan bahwa ia masih diperhitungkan oleh
para pemimpin dunia dan masih punya banyak pilihan, kata seorang
profesor Far Eastern Federal University.
Kim tidak mau terlihat terlalu tergantung pada Washington, Beijing dan Seoul, kata profesor tersebut.
"Bagi Rusia, pertemuan puncak Kim-Putin akan menegaskan kedudukan Moskow
sebagai pemain penting di Semenanjung Korea. Pertemuan ini penting bagi
nama baik internasional Rusia."
Ilustrasi bendera Korea Utara. (John Pavelka/Wikimedia Commons)
Jakarta, CBa -- Seorang warga Amerika Serikat, Andrew Hong, yang diduga menjadi dalang penyerbuan Kedutaan BesarKorea Utara
di Spanyol saat ini dilaporkan menghilang. Menurut kuasa hukumnya, Lee
Wolosky, dia tidak tahu keberadaan kliennya dan kemungkinan dia
menghindar dari kejaran tim pembunuh yang diutus Korut.
Seperti
dilansir CNN, Selasa (23/4), Hong merupakan ketua kelompok Cheollima
Civil Defense (CCD). Aparat keamanan AS, US Marshals, sudah menggerebek
kediamannya pada Kamis pekan lalu, tetapi dia tidak ada di tempat.
"Dia khawatir akan keselamatannya. Kami punya alasan untuk meyakini tim
pembunuh Korut sudah dikirim untuk membunuh Hong dan kemungkinan juga
yang lainnya, dan dia mengambil langkah untuk menghindari mereka," kata
Wolosky.
Tidak lama setelah penyerbuan itu, hakim Spanyol, Jose
de la Mata, menyatakan Hong adalah pemimpin dari kelompok yang menyerbu
kedubes Korut pada Februari lalu.
Menurut hakim, Hong dan
anggota CCD menganiaya dan memborgol sejumlah staf kedubes Korut. Mereka
juga memaksa salah satu pejabat senior untuk membelot.
Mereka lantas kabur dari kedutaan itu dengan membawa dua komputer dan sejumlah perangkat keras.
Sedangkan
seorang mantan Marinir AS, Christopher Ahn, yang diduga terlibat dalam
penyerbuan itu sudah ditangkap dan diajukan ke pengadilan. Namun,
kasusnya sampai saat ini masih tertutup dari masyarakat.
Melalui
situsnya, CCD mengatakan kelompoknya telah berbagi informasi yang
diperoleh hasil penyusupan dengan Biro Investigasi Federal Amerika
Serikat (FBI). Kelompok yang pernah mendeklarasikan diri sebagai
pemerintah tandingan Korut itu menganggap informasi-informasi tersebut
"bernilai besar".
CCD yang menyatakan diri sebagai Pemerintahan Khusus Pembebasan Joseon
bertujuan untuk menggulingkan rezim Kim Jong-un. Mereka menyatakan
menjadi rujukan dan tempat meminta bantuan bagi warga Korut yang
membelot.
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un
memimpin Rapat Pleno ke-4 Komisi Pusat ke-7 Partai Pekerja Korea (WPK)
di Pyongyang, pada foto hari Rabu (10/4/2019) yang disiarkan oleh Kantor
Berita Pusat Korea Utara (KCNA) pada Kamis (11/4/2019). (REUTERS/KCNA)
Seoul (CB) - Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengawal uji coba
senjata taktis jenis baru pada Rabu, lapor media pemerintah KCNA, Kamis.
Itu merupakan uji coba senjata publik pertama Korut, sejak KTT kedua
antara AS dan Korut pada Februari di Hanoi berakhir tanpa kesepakatan.
KCNA tidak menyebutkan secara pasti jenis senjata tersebut, termasuk
apakah itu rudal atau senjata jenis lain, namun "taktis" menyiratkan
senjata jarak dekat, lawan rudal balistik jarak jauh yang dianggap
sebagai ancaman oleh AS.
Namun, rudal tersebut memiliki "mode khusus untuk memandu penerbangan" dan "hulu ledak yang kuat", kata KCNA.
Kim menuturkan "rampungnya pengembangan sistem senjata tersebut menjadi
peristiwa yang sangat penting dalam meningkatkan kekuatan tempur"
militer Korut, menurut KCNA.
Kabar kunjungan Kim ke situs uji coba senjata taktis muncul setelah
pemimpin tersebut berkunjung ke Angkatan Udara dan Anti-Pesawat Korea
Utara pada Selasa, demikian KCNA. Kim melakukan inspeksi pelatihan
penerbangan dan menyatakan "sangat puas" pada kesiapan tempur mereka.
Sementara itu, citra satelit sejak pekan lalu menunjukkan pergerakan di
situs nuklir utama Korut yang dapat dikaitkan dengan proses ulang bahan
radioaktif menjadi bahan bakar bom, ungkap Pusat Studi Internasional dan
Strategi yang berbasis di Amerika Serikat, Selasa.
Gambar satelit yang dipublikasi sebuah lembaga kajian dari
Amerika Serikat memperlihatkan adanya aktivitas di pusat nuklir Korea
Utara. Sumber: Reuters
CB, Jakarta - Sejumlah
gambar satelit yang dipublikasi sebuah lembaga kajian dari Amerika
Serikat memperlihatkan adanya aktivitas di pusat nuklir Korea Utara. Aktivitas itu kemungkinan bisa dikaitkan dengan pemprosesan ulang bahan-bahan radioaktif untuk menjadi bahan bakar bom.
Dikutip
dari reuters.com, Rabu, 17 Maret 2019, aktivitas baru di pusat nuklir
Korea Utara ini menjadi bukti kegagalan pertemuan kedua antara Presiden
Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di
kota Hanoi, Vietnam, pada akhir Februari lalu. Pertemuan itu ditujukan
untuk mencetak kemajuan dalam upaya denuklirisasi Korea Utara.
Foto
satelit itu dipublikasi oleh lembaga kajian Pusat Strategi dan Studi
Internasional yang bermakas di Washington, Amerika Serikat.
Gambar-gambar itu diambil mulai pada 12 April 2019 di area uji coba
nuklir Yongbyon, Korea Utara. Dari foto-foto itu, terlihat sejumlah
kendaraan berada dekat fasilitas pengayaan uranium dan labolatorium
radiokimia. Aktivitas pergerakan disana bisa mengindikasikan adanya
transfer bahan-bahan radioaktif.
"Di masa lalu, kendaraan pengangkut semacam ini muncul terkait
pergerakan bahan-bahan radioaktif atau pemprosesan ulang. Aktivitas yang
ditemukan saat ini sejalan dengan konfigurasi mereka tanpa
mengesampingkan kemungkinan aktivitas seperti yang dilakukan
sebelumnya," tulis Pusat Strategi dan Studi Internasional dalam
laporannya.
Kementerian
Luar Negeri Amerika Serikat menolak berkomentar atas laporan ini. Namun
sebuah sumber mengatakan tim ahli Amerika Serikat telah menduga
aktivitas di pusat nuklir Yongbyon itu terkait dengan pemprosesan, namun
mereka masih belum bisa meyakinkan adanya peningkatan aktivitas nuklir.
Jenny Town, ahli dari masalah Korea Utara dari lembaga kajian
Pusat Stimson, mengatakan jika pemprosesan ulang telah dilakukan, maka
hal ini akan menjadi pukulan telak terhadap dialog Amerika Serikat - Korea Utara dalam setahun terakhir dan menjadi kegagalan dalam mencapai sebuah kesepakatan kedua negara terkait masa depan Yongbyon.
Pemimpin
Korut, Kim Jong-un menuturkan, pihaknya akan terus meningkatkan
kemampuan militernya dalam menghadapi risiko yang berkelanjutan terhadap
kedaulatannya. Foto/Istimewa
PYONGYANG
- Pemimpin Korea Utara (Korut), Kim Jong-un menuturkan, pihaknya akan
terus meningkatkan kemampuan militernya dalam menghadapi risiko yang
berkelanjutan terhadap kedaulatannya.
"Kita harus selalu ingat
bahwa perdamaian hanya dapat dipastikan dengan kemampuan militer yang
kuat, dan dengan kuat mempertahankan prinsip pertahanan diri dan terus
meningkatkan kemampuan pertahanan negara," ucap Jong-un, seperti
dilansir Reuters pada Minggu (14/4).
Dia menyebut kemerdekaan
militer Korut pedang berharga yang kuat untuk mempertahankan kedaulatan,
memperingatkan bahwa iklim perdamaian di semenanjung Korea mungkin
tidak bertahan lama.
"Iklim
perdamaian yang mulai menetap di semenanjung Korea tidak tahan lama dan
upaya pasukan musuh dalam invasi ke DPRK belum hilang," sambungnya,
menggunakan nama resmi dari Korut.
Sebelumnya, Jong-un menyebut
kebijakan sanksi Amerika Serikat (AS) adalah sebuah tindakan yang bodoh
dan juga berbahaya. Menurutnya, hal ini hanya akan kembali meningkatkan
ketegangan hubungan kedua negara.
Dalam pidatonya di hadapan
Majelis Rakyat Tertinggi Korut, Jong-un mengatakan hubungan dia dengan
Presiden AS, Donald Trump sangat baik. Namun, dia belum tertarik untuk
melakukan pertemuan ketiga dengan Trump, jika hanya akan mengulangi
pertemuan Hanoi, Vietnam.
Dia
mengatakan, di Hanoi AS datang dengan rencana yang sama sekali tidak
dapat direalisasikan dan tidak benar-benar siap untuk duduk bersama dan
menyelesaikan masalah yang ada. Jong-un menuturkan bahwa ia akan
menunggu hingga akhir tahun ini bagi AS untuk memutuskan untuk mengambil
sikap lebih fleksibel.
Presiden Korea Selatan Moon Jae-in bersalaman dengan pemimpin tertinggi Korea Utara Kim Jong-un di Pyongyang, Rabu (19/8).
Foto: Pyongyang Press Corps Pool via AP
Presiden Korsel aktif dalam pembahasan perdamaian dengan Korut
CB,
JAKARTA -- Presiden Korea Selatan Moon Jae-in berencana meringankan
sanksi untuk Korea Utara. Rencana tersebut akan disampaikan Moon Jae-in
saat bertemu Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih pekan ini.
Presiden Korsel akan mengunjungi Washington DC dalam rangka
perkumpulan Diplomasi Nuklir Korea Utara, di mana kedua pemimpin negara
akan mendiskusikan denuklirisasi Korea Utara, yang diharapkan membawa
kedamaian di Semenanjung Korea.
"Moon
berencana untuk mengupayakan diplomasi dengan meminta Trump untuk
memberikan langkah-langkah timbal balik setelah Seoul dan Washington
menjabarkan dasar yang diperlukan melalui diskusi tingkat kerja," kata
pejabat Korea Selatan kepada Korean Times, Senin (8/4).
Meski
belum diketahui sanksi mana yang dimaksud, namun Korea Selatan
tampaknya akan mencoba mengupayakan pengurangan sanksi yang berdampak
langsung pada para penduduk. "Sepertinya Presiden Moon akan mengendurkan
sanksi yang memengaruhi kehidupan warga Korut," kata Pemerintah Korsel.
Moon diketahui memang aktif dalam pembahasan perdamaian
dengan Korut. Upaya perdamaian antara Korut dan AS tertunda setelah
pertemuan Trump dan Kim Jong Un di Hanoi beberapa waktu lalu berakhir
tanpa adanya keputusan apapun.
Trump menyatakan, pihaknya
menarik diri dari upaya kesepakatan karena Korut meminta pencabutan
seluruh sanksi sebelum menyetujui denuklirisasi total. Namun, Korut
membantah klaim Trump, menyatakan bahwa Korut hanya ingin menghapus
sanksi yang berkaitan dengan kemaslahatan masyarakat.
Jet
tempur siluman F-35A Lightning II Amerika Serikat saat latihan bersama
dengan jet-jet tempur Korea Selatan di dekat Pangkalan Udara Kunsan, 1
Desember 2017. Foto/REUTERS/US Air Force/Josh Rosales
SEOUL - Media pemerintah Korea Utara (Korut), Uriminzokkiri,
mengecam Korea Selatan (Korsel) atas keputusannya untuk mengerahkan jet
tempur siluman F-35A buatan Amerika Serikat (AS). Media itu
memperingatkan konsekuensi bencana yang ditimbulkan dari pengerahan jet
tempur canggih tersebut.
Uriminzokkiri merupakan salah satu media cabang dari Korea Central News Agency (KCNA), kantor berita rezim Korut.
Dalam
artikel editorialnya, media tersebut menyerukan Seoul untuk
mempertimbangkan dampak buruk dari penempatan jet-jet tempur di sekitar
Semenanjung Korea. "Tindakan tidak bersahabat ini memperburuk ketegangan
militer di Semenanjung Korea dan merupakan tantangan langsung terhadap
upaya untuk mencapai perdamaian," tulis media tersebut, dikutip Sputnik, Senin (8/4/2019).
Korea
Selatan menerima dua jet tempur F-35A perdana akhir bulan lalu. Pada
akhir tahun ini, negara tersebut kemungkinan akan menerima delapan unit
lagi.
Seoul memesan total 40 unit jet tempur siluman F-35 dari
Lokcheed Martin AS. Sebelum pengiriman, pilot Korea Selatan menghabiskan
waktu berbulan-bulan untuk berlatih mengoperasikan enam pesawat F-35A
di sebuah pangkalan udara di Arizona.
Sementara itu, armada
Angkatan Udara Korea Utara sebagian besar terdiri dari pesawat terbang
era Soviet, termasuk MiG-21 dan Su-25 yang dibangun dengan lisensi.
Negara komunis itu juga memiliki MiG-23 dan MiG-29, yang pertama kali
diperkenalkan pada awal tahun 1980-an dan berfungsi sebagai pesawat
tempur paling modern di negara itu.
Awal
tahun ini, harapan untuk kemajuan dalam mencapai perdamaian di
Semenanjung Korea itu memudar karena pembicaraan antara pemimpin Korea
Utara Kim Jong-un dan Presiden AS Donald Trump di Hanoi runtuh tanpa
menghasilkan kesepakatan. Pekan lalu, Pelaksana Tugas Menteri Pertahanan
AS Patrick Shanahan menekankan bahwa AS tidak akan mengurangi tingkat
latihan militernya dengan Korea Selatan, dan sebaliknya akan membangun
kemampuan manuver.
Jakarta, CB -- Pemandangan di Pyongyang
Minggu pagi (7/4), nampak berbeda dibanding hari-hari lain bahkan akhir
pekan sekali pun. Hari itu ratusan turis hadir di ibukota Korea Utara untuk terlibat dalam acara maraton tahunan.
Acara pariwisata berbasis olahraga (sport tourism)
ini, merupakan andalan dalam agenda pariwisata Korea Utara. Tak hanya
itu saja, acara ini menjadi bagian dalam peringatan ulang tahun Kim Il
Sung.
Mengutip AFP, Minggu (7/4), tahun lalu wisatawan
mancanegara yang hadir di acara ini berjumlah 450 orang namun jumlah
untuk ini melonjak lebih dari dua kali lipat atau sekitar 950 orang.
Peningkatan ini diperkirakan karena meredamnya tensi politik
antara Korea Utara dan Korea Selatan, pasca pertemuan dua pemimpin
negara tersebut.
Sebelum ketegangan dua negara tersebut meredam, banyak warga dunia berpikir ulang untuk mengunjungi Korea Utara.
Bahkan
Amerika Serikat sempat melarang warganya untuk mengujungi Korea Utara,
lantaran insiden yang menimpa seorang warga negaranya.
Maraton
seakan menjadi pintu gerbang bagi wisatawan dari luar negeri untuk
kembali mengunjungi Korea utara. Meskipun Amerika Serikat belum mencabut
larangan bagi warganya, namun sebagian besar penduduk dunia seakan
tidak menggubrisnya.
Bagi para peserta Maraton, tantangan dan kesempatan untuk
menjelajahi Korea Utara jauh lebih menyenangkan ketimbang memperhatikan
ketegangan politik. Setidaknya turis dari beberapa negara yang jauh
seperti Demnark dan Australia nampak hadir di perhelatan tersebut.
Sebelumnya,
Badan Pariwisata Korea Utara mengatakan kalau sepanjang bulan Juli
sampai Agustus tahun lalu jumlah turis mancanegara yang datang mencapai
1.800 orang.
Meski suasana di Korea Utara masih terdengar angker,
namun negara ini memiliki pemandangan yang indah, terutama gedung yang
megah dan kebersihan jalanannya.
Ada juga beragam kegiatan wisata yang menarik, seperti Pyongyang Marathon dan wisata ke pabrik bir.
Menteri Luar Negeri dari negara anggota G7 meminta Korut dan AS melanjutkan perundingan denuklirisasi Korut. Foto/Istimewa
PARIS
- Para menteri luar negeri negara anggota kelompok tujuh atau G7
dilaporkan desak Amerika Serikat (AS) dan Korea Utara (Koru) untuk
melanjutkan perundingan mengenai denuklirisasi.
Desakan itu dibuat dalam sebuah komunike setelah perundingan dua gari di Dinard, Prancis barat, seperti dikutip dari KBS.co.kr, Minggu (7/4/2019).
Para
diplomat top negara-negara industri itu meminta Korut untuk tidak
melakukan provokasi dan melanjutkan negosiasi nuklir dengan AS. Mereka
juga menyatakan penyesalannya bahwa Korut tidak mengambil
langkah-langkah nyata dan dapat diverifikasi untuk membongkar senjata
nuklirnya.
Para
menteri juga menegaskan komitmen negara mereka terhadap penerapan
sanksi PBB terhadap Korut, dan mendesak China dan Rusia untuk menegakkan
sanksi secara menyeluruh.
Pertemuan Kim Jong-un dan Donald Trump
di Hanoi, Vietnam, pada akhir Februari lalu berakhir dengan tanpa
adanya kesepakatan. Bukan hanya itu, pertemuan tersebut juga berakhir
lebih cepat dari yang dijadwalkan, setelah Trump 'walk out' di tengah
pertemuan.
Trump, dalam sebuah konferensi pers kemudian
mengungkap alasan dia 'walk out' dan tidak membuat kesepakatan apapun
dengan Jong-un. Alasanya adalah permintaan penghapusan sanksi yang tidak
bisa diterima oleh Trump.
Pemimpin
Korut Kim Jong-un mengeluarkan perintah khusus kepada para jenderalnya
jelang bertemu dengan Presiden AS Donald Trump akhir Februari lalu.
Foto/Istimewa
WASHINGTON
- Pemimpin Korea Utara (Korut), Kim Jong-un, dilaporkan mengeluarkan
perintah khusus kepada para jenderalnya sebelum bertemu dengan Presiden
Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada bulan Februari lalu. Jong-un
tampaknya sangat ingin mengamankan sebuah kesepakatan dalam pertemuan
itu meski pada akhirnya berujung pada kegagalan.
Seorang pejabat
senior Korea Selatan (Korsel) dan pejabat pertahanan AS mengatakan
Jong-un mengeluarkan perintah agar para jenderalnya tidak melakukan
rencana yang tidak direncanakan. Jong-un juga meminta agar pasukan Korut
berada dalam posisi pasif, tanpa ada indikasi mereka bergerak di
lapangan. Jong-un khawatir setiap gerakan unit militernya yang tidak
sengaja akan meningkatkan ketegangan jelang pertemuan.
Tujuan
Jong-un adalah untuk memastikan langkah-langkah membangun kepercayaan
militer akan tetap ada, terutama di zona demiliterisasi antara Korut dan
Korsel, dengan harapan membantunya meyakinkan Trump untuk melonggarkan
sanksi terhadap rezim.
Perintah
yang sebelumnya tidak diungkapkan oleh pemimpin Korut dan kegagalan
untuk meyakinkan Trump menyetujui pencabutan sebagian sanksi tanpa
bergerak ke arah denuklirisasi telah menggarisbawahi penilaian oleh AS
bahwa Kim berpikir dia bisa meyakinkan Trump untuk setuju.
"Dia meremehkan Presiden," kata pejabat AS seperti dikutip dari CNN, Kamis (4/4/2019).
Menurut
pejabat itu pasukan Korut kemudian kembali ke status penempatan reguler
mereka. Perintah itu tidak melibatkan lokasi rudal dan nuklir yang
selalu di bawah kendali ketat Kim Jong-un.
Perintah yang
dikeluarkan oleh Kim Jong-un sebelum KTT secara signifikan akan
mengurangi kemampuan unit yang terkena dampak untuk tiba-tiba
menembakkan senjata mereka. AS tidak melihat bukti bahwa Korut bermaksud
melakukan provokasi dengan menggunakan kekuatan konvensionalnya,
menunjukkan bahwa perintah Jong-un mungkin lebih berkaitan dengan
kekhawatirannya tentang kesalahan tiba-tiba di lapangan.
Beberapa
pejabat senior militer AS terus mengatakan, untuk saat ini, mereka
tidak melihat bukti Jong-un sedang merencanakan peluncuran satelit atau
rudal, atau uji coba nuklir, yang semuanya akan dipandang oleh AS
sebagai provokasi besar. Prioritasnya tampaknya masih mendapatkan
bantuan sanksi dari AS dan berusaha menjalin lebih banyak hubungan
ekonomi dengan Korea Selatan (Korsel).
Pertemuan
Kim Jong-un dan Donald Trump di Hanoi, Vietnam, pada akhir Februari
lalu berakhir dengan tanpa adanya kesepakatan. Bukan hanya itu,
pertemuan tersebut juga berakhir lebih cepat dari yang dijadwalkan,
setelah Trump 'walk out' di tengah pertemuan.
Trump, dalam sebuah
konferensi pers kemudian mengungkap alasan dia 'walk out' dan tidak
membuat kesepakatan apapun dengan Jong-un. Alasanya adalah permintaan
penghapusan sanksi yang tidak bisa diterima oleh Trump.
Pesawat pengintai RC-135S Cobra Ball.[missiledefenseadvocacy.org]
CB, Jakarta - Pesawat pengintai AS khusus pendeteksi rudal balistik tiba di Jepang untuk mengawasi rudal Korea Utara.
Pesawat
AU AS RC-135S, atau yang dikenal Cobra Ball, tiba di Pangkalan Udara
Kadena, Okinawa, akhir pekan kemarin, seperti dikutip dari Sputnik, 3
April 2019.
Akun
Twitter pelacak penerbangan Aircraft Spot, mendeteksi pesawat terbang
dari Diego Garcia, pangkalan udara AS di kepulauan Samudera Hindia ke
Jepang dan diyakini mendarat pada Sabtu pukul 8.30 pm.
Pesawat RC-135S dilengkapi dengan berbagai jenis kamera canggih untuk melacak rudal balistik dan kemungkinan hulu ledak.
Pesawat
pengintai tiba di Jepang setelah laporan baru-baru ini dari pejabat
intelijen Korea Selatan bahwa Korea Utara ingin menyelesaikan renovasi
Stasiun Peluncuran Satelit Sohae.
Media
Korea Selatan, Joong Ang Daily melaporkan bahwa Suh Hoon, kepala Badan
Intelijen Nasional Korea Selatan, memberikan kesaksian kepada Majelis
Nasional baru-baru ini bahwa Korea Utara hampir menyelesaikan pemulihan
stasiun peluncuran.
Para ahli nuklir telah mencatat bahwa situs
tersebut telah digunakan kembali. Suh Hoon juga menambahkan bahwa truk
pengangkut barang terlihat di situs militer Korut dekat Pyongyang. Stasiun Peluncuran Satelit Sohae.[38north.org]
Semua
fasilitas seharusnya dibongkar berminggu-minggu setelah pemimpin Korea
Utara Kim Jong Un bertemu dengan Presiden AS Donald Trump dalam KTT
bersejarah di Singapura pada Juni tahun lalu.
Setelah pertemuan, Trump mengumumkan bahwa AS akan menghentikan latihan militer udara dengan Korea Selatan.
Menurut
sebuah pernyataan dari Gedung Putih, Kim telah setuju untuk
menyelesaikan denuklirisasi, dan kedua negara berjanji untuk bekerja
sama.
Namun momentum dari KTT pertama mendingin, dan selama
pertemuan jilid dua kedua pemimpin di Vietnam, kedua belah pihak gagal
mencapai kesepakatan. Korea Utara menuntut semua sanksi dihapus,
sementara AS ingin denuklirisasi penuh semua situs yang mampu
mengembangkan senjata, dan meminta Korea Utara menyerahkan senjata nuklir dan bahan bakarnya ke Amerika Serikat.
Presiden Korea Utara Kim Jong-un (kanan) bersama istrinya, Ri Sol-ju (kiri).
Foto: Bussiness Insider
Isu denuklirisasi Semenanjung Korea diyakini akan menjadi topik bahasan.
CB,
MOSKOW -- Pemerintah Rusia mengundang pemimpin tertinggi Korea Utara
(Korut) Kim Jong-un berkunjung ke Moskow. Hal itu diungkap pejabat
Kremlin Yuri Ushakov kepada awak media, Rabu (3/4).
Ushakov mengatakan undangan berkunjung ke Rusia telah dikirim kepada
Pemerintah Korut. “Undangan kami telah diserahkan, tanggal akan
disepakati,” ujarnya, dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.
Namun, Pemerintah Korut belum merespons undangan tersebut. “Kami sedang menunggu tanggapan mitra Korut kami,” kata Ushakov.
Ushakov
tak memberi keterangan terperinci perihal isu apa saja yang hendak
didiskusikan Presiden Rusia Vladimir Putin jika bertemu Kim di Moskow.
Namun, isu denuklirisasi Semenanjung Korea diyakini termasuk topik utama
yang dibahas.
Rusia
adalah salah satu negara yang selalu menyerukan agar sanksi ekonomi
terhadap Korut dicabut. Moskow menilai, menjatuhkan sanksi agar
Pyongyang menanggalkan program rudal serta nuklirnya tak efektif.
Diplomasi dan perundingan adalah jalur yang mesti ditempuh.
Bulan
lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump melakukan pertemuan
kedua dengan Kim Jong-un di Hanoi, Vietnam untuk membahas denuklirisasi.
Namun pertemuan tersebut berakhir tanpa kesepakatan.
Hal
itu disebabkan kedua belah pihak mempertahankan posisinya tentang
penerapan sanksi. Korut, yang telah menutup beberapa situs uji coba
rudal dan nuklirnya, meminta AS mencabut sebagian sanksi ekonominya.
Namun,
AS tetap berkukuh tak akan mencabut sanksi apa pun, kecuali Korut telah
melakukan denuklirisasi menyeluruh dan terverifikasi. Belum ada
indikasi kapan Trump dan Kim akan bertemu lagi. Namun, Gedung Putih
menyatakan kedua negara masih berharap dapat melakukannya di masa
mendatang.
Warga Vietnam Doan Thi Huong, tersangka
dalam kasus pembunuhan Kim Jong Nam yang adalah saudara tiri pemimpin
Korea Utara Kim Jong Un, saat meninggalkan Pengadilan Tinggi Shah Alam
di pinggiran Kuala Lumpur, Lumpur, Malaysia, 14/3/2019. (REUTERS/LAI
SENG SIN)
Kuala Lumpur (CB) - Jaksa penuntut Malaysia membatalkan dakwaan
terhadap wanita Vietnam, yang dituduh membunuh kakak tiri Pemimpin Korea
Utara Kim Jong Un, setelah ia mengaku bersalah atas tuduhan baru yang
lebih ringan, yaitu mencelakakan dengan cara berbahaya.
Jaksa mengatakan kepada pengadilan bahwa mereka memberikan dakwaan yang
lebih ringan setelah menerima perwakilan dari Kedutaan Besar Vietnam dan
pengacaranya.
Doan Thi Huong, yang berusia 30 tahun, mengaku bersalah atas dakwaan
baru, yang membawanya mendekam di penjara hingga 10 tahun, denda atau
cambuk.
Hudong dituduh mengusapkan racun VX, senjata bahan kimia yang mematikan,
ke wajah Kim Jong Nam di bandara Kuala Lumpur pada Februari 2017.
Jika dinyatakan bersalah dalam pembunuhan tersebut, ia akan menghadapi hukuman mati.
Huong didakwa bersama warga Indonesia, Siti Aisyah.
Bulan lalu jaksa secara mengejutkan membatalkan dakwaan pembunuhan atas
Siti Aisyah, namun menolak untuk melakukan hal yang sama terhadap Huong,
meskipun ada banding dari pemerintah Vietnam. Tidak ada alasan yang
diberikan untuk keputusan tersebut.
Tahun lalu, seorang hakim meminta Huong dan Siti Aisyah untuk memasuki
tahap pembelaan mereka. Hakim mengatakan ada bukti bahwa kedua wanita
tersebut dan empat pria asal Korea Utara merupakan bagian dari
"konspirasi yang disusun rapih" untuk menghabisi kakak tiri Kim Jong Un.
Keempat pria itu masih buron.
Tim pengacara kedua wanita tersebut mengungkapkan bahwa klien-klien
mereka berpikir bahwa mereka sedang dilibatkan dalam acara lelucon dan
tidak tahu bahwa mereka sedang meracuni Kim.
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dan Presiden
AS Donald Trump dalam KTT yang berlangsung di Hanoi, Vietnam.
(REUTERS/Jonathan Ernst)
Jakarta, CB -- Pada hari perundingan
mereka di Hanoi yang gagal bulan lalu, Presiden Amerika Serikat (AS)
Donald Trump menyerahkan selembar kertas kepada pemimpin Korea Utara Kim
Jong Un yang berisi seruan untuk pemindahan senjata nuklir dan bahan
bakar bom dari Pyongyang ke Amerika Serikat, menurut dokumen dikutip
oleh Reuters, seperti yang dikutip pada Sabtu (30/3).
Trump
memberi Kim secarik kertas berbahasa Korea dan bahasa Inggris yang
menjelaskan posisi AS di Hotel Metropole Hanoi pada 28 Februari, menurut
seorang sumber anonim yang mengetahui jalannya pertemuan tersebut.
Itu
adalah pertama kalinya Trump secara eksplisit mendefinisikan apa yang
ia maksud dengan denuklirisasi ke Kim, kata sumber tersebut.
Makan siang antara kedua pemimpin dibatalkan pada hari yang sama.
Meskipun tidak ada pihak yang memberikan penjelasan lengkap mengapa KTT
itu gagal, dokumen tersebut dapat membantu menjelaskannya.
Keberadaan
dokumen tersebut pertama kali disebutkan oleh penasihat keamanan
nasional Gedung Putih John Bolton dalam wawancara televisi yang
diberikannya setelah KTT yang berlangsung selama dua hari. Dalam
wawancara itu Bolton tidak mengungkapkan maksud utama AS seperti yang
terungkap dalam dokumen tersebut.
Dokumen itu tampaknya mewakili
denuklirisasi "model Libya" yang telah ditolak Korea Utara berulang
kali. Dokumen itu akan dilihat oleh Kim sebagai penghinaan dan
provokatif, menurut para analis.
Trump sebelumnya mengatakan "model Libya" hanya akan digunakan jika kesepakatan tidak dapat dicapai.
Gagasan
Korea Utara menyerahkan senjatanya pertama kali diusulkan oleh Bolton
pada tahun 2004. Dia menghidupkan kembali proposal tahun lalu ketika
Trump menugaskannya sebagai penasihat keamanan nasional.
Dokumen
itu dimaksudkan untuk memberikan kepada Korea Utara definisi yang jelas
dan ringkas tentang apa yang dimaksud AS dengan "finalisasi, sepenuhnya
dapat diverifikasi, denuklirisasi," kata sumber tersebut.
Gedung
Putih belum memberikan tanggapannya atas temuan dokumen ini. Departemen
Luar Negeri menolak berkomentar tentang apa yang akan menjadi dokumen
rahasia.
Setelah pertemuan tingkat tinggi itu, seorang pejabat
Korea Utara menuduh Bolton dan Sekretaris Negara Mike Pompeo "seperti
gangster", mengatakan Pyongyang sedang mempertimbangkan untuk menunda
pembicaraan dengan AS dan mungkin mempertimbangkan larangan atas rudal
dan uji coba nuklir.
Versi bahasa Inggris dari dokumen tersebut yang dikutip oleh Reuters,
menyerukan "pembongkaran sepenuhnya infrastruktur nuklir Korea Utara,
program perang kimia dan biologi dan kemampuan penggunaan ganda terkait;
dan rudal balistik, peluncur, dan fasilitas terkait. "
Selain seruan untuk mentransfer senjata nuklir dan bahan bakar bom Pyongyang, dokumen itu memiliki empat poin penting lainnya.
Mereka
meminta Korea Utara untuk memberikan deklarasi komprehensif tentang
program nuklirnya dan akses penuh kepada AS dan inspektur internasional;
untuk menghentikan semua kegiatan terkait dan pembangunan fasilitas
baru; untuk menghilangkan semua infrastruktur nuklir; dan untuk
mengalihkan semua ilmuwan dan teknisi program nuklir ke kegiatan
komersial.
KTT di ibu kota Vietnam terhenti tak lama setelah
Trump dan Kim gagal mencapai kesepakatan mengenai sejauh mana
pengampunan atas sanksi ekonomi bagi Korea Utara sebagai imbalan atas
langkah negara tersebut untuk menghentikan program nuklirnya.
KTT
pertama antara Trump dan Kim, yang berlangsung di Singapura pada Juni
2018, hampir dibatalkan setelah Korea Utara menolak tuntutan Bolton atas
"model Libya" yang terjadi antara AS dan Libya pada 2004.
Tujuh
tahun setelah perjanjian denuklirisasi dicapai antara AS dan pemimpin
Libya, Muammar Gaddafi, AS mengambil bagian dalam operasi militer yang
dipimpin NATO terhadap pemerintahan Gaddafi dan akhirnya ia digulingkan
oleh pemberontak lalu tewas terbunuh.
Seorang
pejabat Kementerian Luar Negeri Korea Utara (Korut) menuturkan,
serangan terhadap kantor Kedutaan Besar mereka di Spanyol adalah aksi
terorisme. Foto/Istimewa
PYONGYANG
- Seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Korea Utara (Korut)
menuturkan, serangan terhadap kantor Kedutaan Besar mereka di Spanyol
adalah aksi terorisme. Serangan itu diketahui terjadi pada Februari
lalu.
"Suatu intrusi ilegal ke dalam dan pendudukan misi
diplomatik dan tindakan pencurian adalah pelanggaran berat terhadap
kedaulatan negara dan merupakan pelanggaran mencolok hukum
internasional, dan tindakan semacam ini tidak boleh ditoleransi di
dunia," kata pejabat itu, seperti dilansir Reuters pada Minggu (31/3).
Dia
kemuudian menyerukan penyelidikan dan mengatakan Korut secara cermat
mengawasi desas-desus bahwa Biro Penyelidikan Federal Amerika Serikat
(AS) atau FBI dan kelompok anti-Kout berada di balik serangan itu.
Namun,
Korut telah berhenti menyalahkan Washington secara langsung atas
serangan itu dan meminta pemerintah Spanyol untuk melakukan penyelidikan
secara bertanggung jawab. "Kami akan menunggu hasilnya dengan sabar,"
ucapnya.
Sementara itu, sebelumnya diwartakan hakim Pengadilan
Nasional Spanyol, Jose de la Mata, mengeluarkan surat perintah
penangkapan internasional untuk dua tersangka pelaku serangan terhadap
Kedutaan Besar Korut di Madrid.
Tujuh anggota geng beranggotakan
10 orang yang menyerang kedutaan Korut pada 22 Februari telah diadili.
Hakim menuntut mereka dengan penahanan ilegal, perampokan dengan
kekerasan dan intimidasi, dan keanggotaan dalam geng kriminal di antara
tuntutan kejahatan lainnya.
Hakim Spanyol membenarkan bahwa semua penyerang yang terlibat dalam insiden itu saat ini berada di luar negeri.
Menurut
dokumen pengadilan, para penyerang bertindak atas inisiatif mereka
sendiri dan menyatakan bahwa mereka adalah anggota gerakan hak asasi
manusia untuk pembebasan Korut.