Credit republika.co.id
Tampilkan postingan dengan label KAZAKHSTAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KAZAKHSTAN. Tampilkan semua postingan
Jumat, 29 Maret 2019
Kamis, 21 Maret 2019
Dilantik, Presiden Kazakhstan Usulkan Ganti Nama Ibu Kota
Kassym-Jomart Tokayev dilantik menjadi
Presiden Kazakhstan menggantikan Nursultan Nazarbayev, Rabu (20/3).
(Kazakh Presidential Press Service/Handout via Reuters)
Jakarta, CB -- Ketua Senat Kazakhstan,
Kassym-Jomart Tokayev, dilantik menjadi presiden, menggantikan
Nursultan Nazarbayev yang mengundurkan diri setelah 30 tahun berkuasa
pada Rabu (20/3).
Tokayev akan mengisi jabatan presiden sampai periode Nazarbayev berakhir pada Maret 2020. Dalam pernyataan perdananya sebagai presiden, Tokayev mengusulkan penggantian nama Ibu Kota Astana menjadi Nazarbayev.
"Saya mengusulkan untuk menamakan Ibu Kota Astana menjadi Nazarbayev untuk menghormati presiden pertama kita," ucap Tokayev di depan parlemen.
Tokayev menganggap Nazarbayev "telah menunjukkan kebijaksanaan" dengan keputusannya mengundurkan diri. Dia juga memuji pendahulunya itu sebagai seorang visioner yang reformis.
Tokayev akan mengisi jabatan presiden sampai periode Nazarbayev berakhir pada Maret 2020. Dalam pernyataan perdananya sebagai presiden, Tokayev mengusulkan penggantian nama Ibu Kota Astana menjadi Nazarbayev.
"Saya mengusulkan untuk menamakan Ibu Kota Astana menjadi Nazarbayev untuk menghormati presiden pertama kita," ucap Tokayev di depan parlemen.
Tokayev menganggap Nazarbayev "telah menunjukkan kebijaksanaan" dengan keputusannya mengundurkan diri. Dia juga memuji pendahulunya itu sebagai seorang visioner yang reformis.
"Dunia telah menyaksikan peristiwa bersejarah. Hasil kemerdekaan Kazakhstan ada di depan mata," kata Tokayev.
Meski sudah tak menjabat sebagai presiden, Nazarbayev akan tetap memegang sejumlah peran di dewan keamanan nasional dan partai politik.
Tokayev menyebut "pendapat dan masukan Nazarbayev akan selalu menjadi istimewa, dapat dikatakan prioritas penting dalam pengambilan keputusan strategis."
Nazarbayev, yang juga hadir dalam pelantikan Tokayev, memberi tepuk tangan kepada penerusnya itu.
Astana menggantikan Almaty sebagai Ibu Kota Kazakhstan pada 1997 lalu. Sejak itu, kota yang semua berada di utara Kazakhstan terus berubah, menjadi modern dan futuristik.
Dalam bahasa Kazakh, nama Astana secara harfiah berarti "utama" atau "ibu kota"
Spekulasi perubahan nama Astana memang sudah muncul sejak lama. Beberapa pihak memprediksi nama kota itu akan diganti menjadi nama pemimpin Kazakhstan.
Dikenal
dengan nama panggilan "Papa", Nazarbayev telah menjabat sebagai
pemimpin Kazakhstan sejak 1989 lalu, ketika negara itu masih menjadi
bagian dari Uni Soviet.
Anggota parlemen Kazakhstan memberi gelar Nazarbayev sebagai "Pemimpin Bangsa". Ia merupakan pemimpin era Uni Soviet terakhir yang masih berkuasa hingga saat ini.
Meski termasuk generasi tua, Nazarbayev tetap dianggap sebagai pemimpin populer di negaranya, yang memiliki penduduk sebanyak 18 juta orang.
Dia melakukan banyak reformasi hingga menjadi negara dengan sumber energi besar. Meski begitu, ia dikenal tidak menoleransi oposisi.
Anggota parlemen Kazakhstan memberi gelar Nazarbayev sebagai "Pemimpin Bangsa". Ia merupakan pemimpin era Uni Soviet terakhir yang masih berkuasa hingga saat ini.
Meski termasuk generasi tua, Nazarbayev tetap dianggap sebagai pemimpin populer di negaranya, yang memiliki penduduk sebanyak 18 juta orang.
Dia melakukan banyak reformasi hingga menjadi negara dengan sumber energi besar. Meski begitu, ia dikenal tidak menoleransi oposisi.
Credit cnnindonesia.com
Rabu, 20 Maret 2019
Meski Mundur, Nazarbayev Tetap Dominasi Politik Kazakhstan
CB, Jakarta - Setelah menjabat hampir 30 tahun, Presiden Kazakhstan
Nursultan Nazarbayev mengundurkan diri, namun akan tetap menjadi ketua
partai berkuasa dan ketua Dewan Keamanan Nasional yang berpengaruh.
"Saya telah memutuskan untuk mengakhiri tugas saya sebagai presiden," kata Nazarbayev dalam pidato yang disiarkan televisi kepada negara itu pada 19 Maret, berbicara beberapa jam setelah kantor kepresidenan mengatakan ia akan membuat pengumuman penting.
"Tahun ini saya akan memegang jabatan tertinggi selama 30 tahun," kata Nazarbayev, 78 tahun, yang telah memimpin negara kaya energi sejak runtuhnya Soviet tahun 1991.
"Orang-orang memberi saya kesempatan untuk menjadi presiden pertama
Kazakhstan yang merdeka," katanya, dikutip dari Radia Free Europe/Radio
Liberty, 20 Maret 2019.
Nazarbayev mengindikasikan bahwa ketua majelis tinggi parlemen, Qasym-Zhomart Toqaev, akan bertindak sebagai presiden sementara untuk sisa masa jabatannya, sesuai dengan konstitusi.
Toqaev akan dilantik pada 20 Maret, dan pemilihan presiden berikutnya akan digelar pada 2020.
Meski mengundurkan diri, Nazarbayev menunjukkan bahwa dia telah memperoleh status elbasy atau pemimpin bangsa, sebuah gelar yang dianugerahkan kepadanya oleh parlemen pada 2010.
"Saya tetap menjadi ketua Dewan Keamanan, yang telah diberi wewenang serius," katanya. Dia menyatakan tetap sebagai ketua partai Nur Otan dan sebagai anggota Dewan Konstitusi Kazakhstan.
Presiden Kazakhstan Nursultan Nazarbayev secara mengejutkan menyatakan mundur dari jabatannya setelah 30 tahun memimpin negara itu. Sumber: id.wikipedia.org
Menurut pakar Nazarbayev tetap akan berpengaruh terhadap pemerintahan Kazakhstan meski tidak menjabat sebagai presiden.
"Saya pikir kita berada di tengah-tengah transisi yang mungkin akan memakan waktu satu tahun atau lebih," kata Paul Goble, seorang analis Rusia dan pasca-Soviet.
Erica Marat, seorang profesor di Washington National Defense University yakin, kehadiran Nazarbayev akan terasa di Kazakhstan selama beberapa waktu.
"Dia akan tetap menjadi tokoh politik sentral sampai akhir masa hidupnya. Pemujaannya kemungkinan akan hidup selama beberapa dekade," tutur Marat.
Sebagai ketum partai Nur Otan, Nazarbayev kemungkinan akan memilih kandidat partai itu untuk pemilihan presiden tahun depan.
Sementara posisi Nursultan Nazarbayev sebagai kepala Dewan Keamanan, yang ia sebut dalam pidato pengunduran dirinya memiliki kewenangan penting, akan memungkinkannya untuk mengendalikan kebijakan luar negeri Kazakhstan.
"Saya telah memutuskan untuk mengakhiri tugas saya sebagai presiden," kata Nazarbayev dalam pidato yang disiarkan televisi kepada negara itu pada 19 Maret, berbicara beberapa jam setelah kantor kepresidenan mengatakan ia akan membuat pengumuman penting.
"Tahun ini saya akan memegang jabatan tertinggi selama 30 tahun," kata Nazarbayev, 78 tahun, yang telah memimpin negara kaya energi sejak runtuhnya Soviet tahun 1991.
Nazarbayev mengindikasikan bahwa ketua majelis tinggi parlemen, Qasym-Zhomart Toqaev, akan bertindak sebagai presiden sementara untuk sisa masa jabatannya, sesuai dengan konstitusi.
Toqaev akan dilantik pada 20 Maret, dan pemilihan presiden berikutnya akan digelar pada 2020.
Meski mengundurkan diri, Nazarbayev menunjukkan bahwa dia telah memperoleh status elbasy atau pemimpin bangsa, sebuah gelar yang dianugerahkan kepadanya oleh parlemen pada 2010.
"Saya tetap menjadi ketua Dewan Keamanan, yang telah diberi wewenang serius," katanya. Dia menyatakan tetap sebagai ketua partai Nur Otan dan sebagai anggota Dewan Konstitusi Kazakhstan.
Presiden Kazakhstan Nursultan Nazarbayev secara mengejutkan menyatakan mundur dari jabatannya setelah 30 tahun memimpin negara itu. Sumber: id.wikipedia.org
Menurut pakar Nazarbayev tetap akan berpengaruh terhadap pemerintahan Kazakhstan meski tidak menjabat sebagai presiden.
"Saya pikir kita berada di tengah-tengah transisi yang mungkin akan memakan waktu satu tahun atau lebih," kata Paul Goble, seorang analis Rusia dan pasca-Soviet.
Erica Marat, seorang profesor di Washington National Defense University yakin, kehadiran Nazarbayev akan terasa di Kazakhstan selama beberapa waktu.
"Dia akan tetap menjadi tokoh politik sentral sampai akhir masa hidupnya. Pemujaannya kemungkinan akan hidup selama beberapa dekade," tutur Marat.
Sebagai ketum partai Nur Otan, Nazarbayev kemungkinan akan memilih kandidat partai itu untuk pemilihan presiden tahun depan.
Sementara posisi Nursultan Nazarbayev sebagai kepala Dewan Keamanan, yang ia sebut dalam pidato pengunduran dirinya memiliki kewenangan penting, akan memungkinkannya untuk mengendalikan kebijakan luar negeri Kazakhstan.
Credit tempo.co
Jumat, 30 November 2018
Pembicaraan perdamaian Suriah di Astana tolak agenda separatis
Ankara, Suriah (CB) - Agenda separatis yang merusak
keutuhan wilayah dan kedaulatan Suriah ditolak selama babak ke-11
pembicaraan perdamaian Suriah, yang baru saja berakhir, di Astana,
Kazakhstan, kata Kementerian Luar Negeri Turki pada Kamis.
"Dalam pertemuan tersebut, upaya yang dilancarkan bagi penyelesaian politik konflik Suriah dikoordinasikan dan perkembangan di lapangan dibahas," kata kementerian itu di dalam satu pernyataan.
Para peserta menolak semua upaya untuk menciptakan kondisi yang dipaksakan di lapangan dengan dalih memerangi terorisme, dan menyampaikan tekad mereka "untuk dengan tegus menentang agenda separatis yang bertujuan merusak kedaulatan dan keutuhan wilayah Suriah serta keamanan nasional negara tetangga", tambah pernyataan tersebut.
Babak pembicaraan dua-hari itu berakhir pada Kamis dengan satu pertemuan antara wakil Rusia dan Pemerintah Presiden Suriah Bashar al-Assad di Ibu Kota Kazakhstan, Astana.
"Dalam pertemuan tersebut, upaya yang dilancarkan bagi penyelesaian politik konflik Suriah dikoordinasikan dan perkembangan di lapangan dibahas," kata kementerian itu di dalam satu pernyataan.
Para peserta menolak semua upaya untuk menciptakan kondisi yang dipaksakan di lapangan dengan dalih memerangi terorisme, dan menyampaikan tekad mereka "untuk dengan tegus menentang agenda separatis yang bertujuan merusak kedaulatan dan keutuhan wilayah Suriah serta keamanan nasional negara tetangga", tambah pernyataan tersebut.
Babak pembicaraan dua-hari itu berakhir pada Kamis dengan satu pertemuan antara wakil Rusia dan Pemerintah Presiden Suriah Bashar al-Assad di Ibu Kota Kazakhstan, Astana.
Kementerian tersebut menyatakan para peserta kembali menegaskan tekad bersama mereka untuk meningkatkan konsultasi dan menuntaskan pembentukan komite konstitusional sesegera mungkin.
Tekad para peserta untuk sepenuhnya melaksanakan Memorandum mengenai Stabilisasi Situasi di Daerah Penurunan Ketegangan Idlib kembali disampaikan, kata Kantor Berita Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis malam. Mereka menekankan pentingnya gencatan senjata yang langgeng di Idlib, kata Kementerian Luar Negeri Turki.
Menurut kementerian itu, para peserta menyambut baik pembebasan tambil balik dan serentak beberapa orang, yang ditahan oleh kelompok oposisi dan pemerintah, pada 24 November sebagai proyek perintis Kelompok Kerja mengenai Pembebasan Tahanan/Orang yang Diculik, Penyerahan Jenazah dan Pengidentifikasian Orang yang Hilang.
Menurut pernyataan tersebut, babak ke-12 pertemuan tingkat tinggi mengenai Suriah akan diselenggarakan pada Februari 2019 di Astana.
Kesepakatan Idlib
Pertemuan pertama di Astana untuk mencapai gencatan senjata di Suriah diselenggarakan pada Januari 2017.
Sembilan pertemuan diselenggarakan di Astana, sedangkan yang ke-10 diadakan di Sochi, Rusiah, pada Juli 2018.
Deklarasi akhir pertemuan puncak Juli --yang diselenggarakan oleh negara penjamin-- di Rusia menyoroti pembentukan satu komite konstitusional buat Suriah.
Pada 5 Juli, Komisi Perundingan Suriah mengajukan daftar 50 calon untuk mewakili oposisi Suriah di dalam komite konstitusional kepada utusan PBB untuk Suriah yang sudah berakhir masa jabatannya Staffan de Mistura.
Setelah satu pertemuan di Sochi antara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan timpalannya dari Rusia Vladimir Putin pada 17 September, kedua pihak sepakat untuk menciptakan zona demiliterisasi -- tempat semua tindakan agresi dengan tegas dilarang -- di Idlib.
Berdasarkan ketentuan dalam kesepakatan itu, kelompok oposisi di Idlib akan tetap berada di daerah tempat mereka sudah ada, sementara Rusia dan Turki akan melakukan patroli gabungan di daerah tersebut guna mencegah berlanjutnya pertempuran.
Pada 10 Oktober, Kementerian Pertahanan Turki mengumumkan bahwa oposisi Suriah dan kelompok lain anti-pemerintah telah menyelesaikan penarikan senjata berat dari zona demiliterisasi Idlib.
Meskipun ada kesepakatan gencatan senjata, Pemerintah Bashar al-Assad dan sekutunya telah melanjutkan serangan bersekala rendaha di zona penurunan ketegangan Idlib.
Konflik di Suriah meletus pada 2011, ketika Pemerintah Bashar menindas demonstrasi dengan kekuatan berlebihan.
Credit antaranews.com
Senin, 13 Agustus 2018
Kamis, 17 Mei 2018
Perundingan damai Suriah di Astana tak membuahkan hasil
Astana (CB) - Perundingan soal Suriah yang dipelopori oleh
Rusia di Astana, Kazakhstan, gagal membawa konflik yang telah
berlangsung tujuh tahun itu ke arah penyelesaian politik pada Selasa
(15/5), dan memunculkan ketidakpastian bagi masa depan upaya diplomatik
untuk mengakhiri krisis.
Didukung oleh Rusia dan Iran, yang bersekutu dengan rezim pemerintah Suriah, serta Turki yang mendukung pemberontak, negosiasi di Astana yang dimulai Januari tahun lalu berjalan paralel dengan perundingan yang diawasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa.
Perundingan dua hari yang melibatkan rezim dan oposisi Suriah itu merupakan putaran kesembilan negosiasi Suriah yang digelar di Kazakhstan hingga saat ini.
Namun, dengan gagalnya perundingan di Jenewa dan tidak adanya kemajuan dalam putaran perundingan terbaru di Kazakhstan, dorongan diplomatik untuk mengakhiri krisis Suriah tampaknya menemui jalan buntu.
Resolusi gabungan yang dibuat oleh tiga negara penjamin pada Selasa menyebutkan bahwa pertemuan tingkat tinggi berikutnya tentang isu Suriah akan berlangsung di kota Rusia, Sochi, pada Juli.
Namun, anggota oposisi bersenjata Suriah yang hadir di Astana dengan cepat menolak hadir di acara yang akan digelar di Rusia.
"Kami ingin negosiasi dilangsungkan di Astana dan hanya di Astana. Jika negara penjamin ingin menggelar pertemuan lain di negara lain, itu terserah mereka," kata Ahmed Tomeh, anggota delegasi oposisi, setelah perundingan tersebut.
Kepala perunding Rusia Alexander Lavrentyev menanggapi dengan mengatakan bahwa negara tempat perundingan "bukan hal penting" dan mengatakan kelompok lain kemungkinan akan menghadiri pertemuan di Sochi.
"Proses Astana hidup, sekarang hidup dan akan terus hidup," katanya, sementara menolah mengonfirmasi apakah Sochi akan menggantikan ibu kota Kazakhstan sebagai tempat utama perundingan.
Lavrentyev mencela Amerika Serikat karena tidak mengirim delegasi untuk mengamati perundingan damai Suriah terkini.
Dia juga menyatakan bahwa ISIS "praktis sudah hancur" di Suriah.
Sejak perundingan soal Suriah di Astana mulai pada awal tahun lalu, mereka utamanya fokus pada upaya untuk menjaga pasukan rezim Suriah dan pemberontak oposisi saling berjauhan.
Utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Suriah Staffan de Mistura juga hadir dalam perundingan untuk mengakhiri konflik multi-pihak yang telah merenggut 350.000 nyawa tersebut, demikian menurut siaran kantor berita AFP.
Didukung oleh Rusia dan Iran, yang bersekutu dengan rezim pemerintah Suriah, serta Turki yang mendukung pemberontak, negosiasi di Astana yang dimulai Januari tahun lalu berjalan paralel dengan perundingan yang diawasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa.
Perundingan dua hari yang melibatkan rezim dan oposisi Suriah itu merupakan putaran kesembilan negosiasi Suriah yang digelar di Kazakhstan hingga saat ini.
Namun, dengan gagalnya perundingan di Jenewa dan tidak adanya kemajuan dalam putaran perundingan terbaru di Kazakhstan, dorongan diplomatik untuk mengakhiri krisis Suriah tampaknya menemui jalan buntu.
Resolusi gabungan yang dibuat oleh tiga negara penjamin pada Selasa menyebutkan bahwa pertemuan tingkat tinggi berikutnya tentang isu Suriah akan berlangsung di kota Rusia, Sochi, pada Juli.
Namun, anggota oposisi bersenjata Suriah yang hadir di Astana dengan cepat menolak hadir di acara yang akan digelar di Rusia.
"Kami ingin negosiasi dilangsungkan di Astana dan hanya di Astana. Jika negara penjamin ingin menggelar pertemuan lain di negara lain, itu terserah mereka," kata Ahmed Tomeh, anggota delegasi oposisi, setelah perundingan tersebut.
Kepala perunding Rusia Alexander Lavrentyev menanggapi dengan mengatakan bahwa negara tempat perundingan "bukan hal penting" dan mengatakan kelompok lain kemungkinan akan menghadiri pertemuan di Sochi.
"Proses Astana hidup, sekarang hidup dan akan terus hidup," katanya, sementara menolah mengonfirmasi apakah Sochi akan menggantikan ibu kota Kazakhstan sebagai tempat utama perundingan.
Lavrentyev mencela Amerika Serikat karena tidak mengirim delegasi untuk mengamati perundingan damai Suriah terkini.
Dia juga menyatakan bahwa ISIS "praktis sudah hancur" di Suriah.
Sejak perundingan soal Suriah di Astana mulai pada awal tahun lalu, mereka utamanya fokus pada upaya untuk menjaga pasukan rezim Suriah dan pemberontak oposisi saling berjauhan.
Utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Suriah Staffan de Mistura juga hadir dalam perundingan untuk mengakhiri konflik multi-pihak yang telah merenggut 350.000 nyawa tersebut, demikian menurut siaran kantor berita AFP.
Credit antaranews.com
Rabu, 14 Maret 2018
Presiden Jokowi terima Senat Parlemen Kazakhstan
Jakarta (cb) - Presiden Joko Widodo antara lain berbicara
tentang keragaman masyarakat Indonesia saat menerima kunjungan delegasi
Senat Parlemen Kazakhstan di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa.
"Terima kasih telah berkunjung ke negara kami. Negara dengan populasi muslim terbesar, 87 persen dari 260 juta penduduk kami merupakan umat muslim," kata Presiden saat menerima delegasi dari Kazakhstan yang antara lain meliputi Ketua Senat Parlemen Kassym-Jomart Tokayev, Wakil Ketua Komite Hubungan Internasional, Pertahanan dan Keamanan Senat Darkhan Kaletayev, dan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Kazakhstan untuk RI Askhat Orazbay.
Kepada delegasi yang juga terdiri atas Wakil Ketua Komisi Kebijakan Ekonomi, Inovasi Pembangunan dan Kewirausahaan Senat Sarsenbay Yangsegenov, anggota Komisi Pembangunan Sosial Budaya dan Pengetahuan Senat Sergey Ershov, anggota Komisi Hukum dan Sistem Pengadilan Senat Marat Tagimov, Presiden Jokowi juga menjelaskan upaya masyarakat Indonesia yang beragam suku, budaya dan agamanya menjaga perdamaian.
"Alhamdulillah kami dapat menjaga kebersamaan dalam prinsip perdamaian dan toleransi yang selalu memberi kenyamanan," kata Presiden.
Sementara delegasi Senat Parlemen Kazakhstan menyampaikan keinginan mereka menjajaki potensi kerja sama bilateral kepada Presiden Jokowi, yang selain menerima delegasi Kazhakstan juga akan menerima kunjungan Dewan Bisnis Amerika Serikat-ASEAN di Istana Merdeka.
"Terima kasih telah berkunjung ke negara kami. Negara dengan populasi muslim terbesar, 87 persen dari 260 juta penduduk kami merupakan umat muslim," kata Presiden saat menerima delegasi dari Kazakhstan yang antara lain meliputi Ketua Senat Parlemen Kassym-Jomart Tokayev, Wakil Ketua Komite Hubungan Internasional, Pertahanan dan Keamanan Senat Darkhan Kaletayev, dan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Kazakhstan untuk RI Askhat Orazbay.
Kepada delegasi yang juga terdiri atas Wakil Ketua Komisi Kebijakan Ekonomi, Inovasi Pembangunan dan Kewirausahaan Senat Sarsenbay Yangsegenov, anggota Komisi Pembangunan Sosial Budaya dan Pengetahuan Senat Sergey Ershov, anggota Komisi Hukum dan Sistem Pengadilan Senat Marat Tagimov, Presiden Jokowi juga menjelaskan upaya masyarakat Indonesia yang beragam suku, budaya dan agamanya menjaga perdamaian.
"Alhamdulillah kami dapat menjaga kebersamaan dalam prinsip perdamaian dan toleransi yang selalu memberi kenyamanan," kata Presiden.
Sementara delegasi Senat Parlemen Kazakhstan menyampaikan keinginan mereka menjajaki potensi kerja sama bilateral kepada Presiden Jokowi, yang selain menerima delegasi Kazhakstan juga akan menerima kunjungan Dewan Bisnis Amerika Serikat-ASEAN di Istana Merdeka.
Credit antaranews.com
Langganan:
Postingan (Atom)