Para peserta didik kamp pendidikan vokasi etnis
Uighur di Kota Kashgar, Daerah Otonomi Xinjiang, Cina, berolahraga di
lapangan voli pelataran asrama, Jumat (3/1/2019).
Foto: ANTARA FOTO/M. Irfan Ilmie
Kazakhstan menghindari kritik kebijakan Cina atas warga minoritas di Xinjiang.
CB,
BEIJING -- Diplomat pemerintah Cina, Wang Yi menyatakan berterima kasih
pada Kazakhstan atas dukungannya untuk program deradikalisasi di
Xinjiang.
"Kami menghargai pemahaman dan dukungan pemerintah Kazakhstan untuk
posisi Cina. Kami tidak akan pernah membiarkan orang atau kekuatan apa
pun merusak persahabatan dan rasa saling percaya antara Cina dan
Kazakhstan," kata Wang.
Dalam sebuah pernyataan pada Kamis
malam (28/3), Anggota Dewan Negara Cina tersebut bertemu dengan Menteri
Luar Negeri Kazakhstan, Beibut Atamkulov di Beijing. Dia mengklaim
langkah-langkah deradikalisasi Cina di Xinjiang begitu efektif.
Wang
mengungkapkan, langkah-langkah Cina dilakukan untuk melindungi keamanan
dan memberikan kontribusi bagi perdamaian. Hal itu juga dilakukan dalam
menindak pasukan teror dan menghilangkan pemikiran ekstremis.
Wang
juga menyampaikan, Cina dan Kazakhstan harus memperkuat kerja sama
keduanya di bidang Hak Asasi Manusia (HAM) dan memastikan orang lain
tidak mencoba mempolitisasi masalah tersebut.
Pemerintah
negara Asia Tengah menghindari untuk mengkritik kebijakan Xinjiang.
Namun telah menegosiasikan pembebasan puluhan orang, dengan dua
kewarganegaraan, Kazakhstan dan Cina yang ditahan di Cina.
Bulan
ini, polisi Kazakhstan menahan seorang aktivis kelahiran Cina. Aktivis
tersebut telah melakukan kampanye atas nama etnis Kazakhstan di Cina.
Adapun
para kritikus menyebutkan Cina mengoperasikan kamp-kamp interniran
untuk warga Uighur dan muslim lainnya yang tinggal di Xinjiang.
Sementara pemerintah menyebutnya sebagai pusat pelatihan kejuruan.
Xinjiang
merupakan rumah bagi minoritas Kazakhstan yang cukup besar. Kelompok
HAM menyatakan, beberapa di antara mereka berakhir di fasilitas
deradikalisasi.
Sementara itu, Cina telah meningkatkan
upaya dalam melawan kritik yang berkembang di Barat dan
kelompok-kelompok HAM terkait dengan program di Xinjiang.
Kassym-Jomart Tokayev dilantik menjadi
Presiden Kazakhstan menggantikan Nursultan Nazarbayev, Rabu (20/3).
(Kazakh Presidential Press Service/Handout via Reuters)
Jakarta, CB -- Ketua Senat Kazakhstan,
Kassym-Jomart Tokayev, dilantik menjadi presiden, menggantikan
Nursultan Nazarbayev yang mengundurkan diri setelah 30 tahun berkuasa
pada Rabu (20/3).
Tokayev akan mengisi jabatan presiden sampai
periode Nazarbayev berakhir pada Maret 2020. Dalam pernyataan perdananya
sebagai presiden, Tokayev mengusulkan penggantian nama Ibu Kota Astana
menjadi Nazarbayev.
"Saya mengusulkan untuk menamakan Ibu Kota
Astana menjadi Nazarbayev untuk menghormati presiden pertama kita," ucap
Tokayev di depan parlemen.
Tokayev menganggap Nazarbayev
"telah menunjukkan kebijaksanaan" dengan keputusannya mengundurkan diri.
Dia juga memuji pendahulunya itu sebagai seorang visioner yang
reformis.
"Dunia telah menyaksikan peristiwa bersejarah. Hasil kemerdekaan Kazakhstan ada di depan mata," kata Tokayev.
Meski
sudah tak menjabat sebagai presiden, Nazarbayev akan tetap memegang
sejumlah peran di dewan keamanan nasional dan partai politik.
Tokayev
menyebut "pendapat dan masukan Nazarbayev akan selalu menjadi istimewa,
dapat dikatakan prioritas penting dalam pengambilan keputusan
strategis."
Nazarbayev, yang juga hadir dalam pelantikan Tokayev, memberi tepuk tangan kepada penerusnya itu.
Astana menggantikan Almaty sebagai Ibu Kota Kazakhstan pada 1997 lalu.
Sejak itu, kota yang semua berada di utara Kazakhstan terus berubah,
menjadi modern dan futuristik.
Dalam bahasa Kazakh, nama Astana secara harfiah berarti "utama" atau "ibu kota"
Spekulasi
perubahan nama Astana memang sudah muncul sejak lama. Beberapa pihak
memprediksi nama kota itu akan diganti menjadi nama pemimpin Kazakhstan.
Dikenal
dengan nama panggilan "Papa", Nazarbayev telah menjabat sebagai
pemimpin Kazakhstan sejak 1989 lalu, ketika negara itu masih menjadi
bagian dari Uni Soviet.
Anggota parlemen Kazakhstan memberi gelar
Nazarbayev sebagai "Pemimpin Bangsa". Ia merupakan pemimpin era Uni
Soviet terakhir yang masih berkuasa hingga saat ini.
Meski
termasuk generasi tua, Nazarbayev tetap dianggap sebagai pemimpin
populer di negaranya, yang memiliki penduduk sebanyak 18 juta orang.
Dia
melakukan banyak reformasi hingga menjadi negara dengan sumber energi
besar. Meski begitu, ia dikenal tidak menoleransi oposisi.
CB, Jakarta - Setelah menjabat hampir 30 tahun, Presiden Kazakhstan
Nursultan Nazarbayev mengundurkan diri, namun akan tetap menjadi ketua
partai berkuasa dan ketua Dewan Keamanan Nasional yang berpengaruh.
"Saya
telah memutuskan untuk mengakhiri tugas saya sebagai presiden," kata
Nazarbayev dalam pidato yang disiarkan televisi kepada negara itu pada
19 Maret, berbicara beberapa jam setelah kantor kepresidenan mengatakan
ia akan membuat pengumuman penting.
"Tahun ini saya akan memegang
jabatan tertinggi selama 30 tahun," kata Nazarbayev, 78 tahun, yang
telah memimpin negara kaya energi sejak runtuhnya Soviet tahun 1991.
"Orang-orang memberi saya kesempatan untuk menjadi presiden pertama
Kazakhstan yang merdeka," katanya, dikutip dari Radia Free Europe/Radio
Liberty, 20 Maret 2019.
Nazarbayev mengindikasikan bahwa ketua
majelis tinggi parlemen, Qasym-Zhomart Toqaev, akan bertindak sebagai
presiden sementara untuk sisa masa jabatannya, sesuai dengan konstitusi.
Toqaev akan dilantik pada 20 Maret, dan pemilihan presiden berikutnya akan digelar pada 2020.
Meski mengundurkan diri, Nazarbayev menunjukkan bahwa dia telah memperoleh status elbasy atau pemimpin bangsa, sebuah gelar yang dianugerahkan kepadanya oleh parlemen pada 2010.
"Saya
tetap menjadi ketua Dewan Keamanan, yang telah diberi wewenang serius,"
katanya. Dia menyatakan tetap sebagai ketua partai Nur Otan dan sebagai
anggota Dewan Konstitusi Kazakhstan.
Presiden
Kazakhstan Nursultan Nazarbayev secara mengejutkan menyatakan mundur
dari jabatannya setelah 30 tahun memimpin negara itu. Sumber:
id.wikipedia.org
Menurut pakar Nazarbayev tetap akan berpengaruh terhadap pemerintahan Kazakhstan meski tidak menjabat sebagai presiden.
"Saya
pikir kita berada di tengah-tengah transisi yang mungkin akan memakan
waktu satu tahun atau lebih," kata Paul Goble, seorang analis Rusia dan
pasca-Soviet.
Erica
Marat, seorang profesor di Washington National Defense
University yakin, kehadiran Nazarbayev akan terasa di Kazakhstan selama
beberapa waktu.
"Dia
akan tetap menjadi tokoh politik sentral sampai akhir masa hidupnya.
Pemujaannya kemungkinan akan hidup selama beberapa dekade," tutur Marat.
Sebagai ketum partai Nur Otan, Nazarbayev kemungkinan akan memilih kandidat partai itu untuk pemilihan presiden tahun depan.
Sementara
posisi Nursultan Nazarbayev sebagai kepala Dewan Keamanan, yang ia
sebut dalam pidato pengunduran dirinya memiliki kewenangan penting, akan
memungkinkannya untuk mengendalikan kebijakan luar negeri Kazakhstan.
Nazarbayev memimpin sejak Kazakhstan masih menjadi bagian dari Uni Soviet.
CB,ALMATY -- Presiden Kazakhstan Nursultan Nazarbayev mengundurkan diri
setelah 30 tahun memimpin, Selasa (19/3). Dikenal sebagai 'Papa' bagi
banyak rakyatnya, pria 78 tahun tersebut telah memimpin Kazakhstan sejak
1989, ketika masih menjadi bagian dari Uni Soviet.
Dia
adalah pemimpin era Uni Soviet terakhir yang masih memimpin. "Saya
telah mengambil keputusan yang tidak mudah, yakni mundur sebagai
presiden," kata Nazarbayev dalam pidatonya di televisi.
Dengan
latar belakang bendera negara berwarna biru dan kuning, dia kemudian
menandatangani dekrit pengunduran dirinya mulai 20 Maret. "Sebagai
pendiri negara Kazakh yang merdeka, tugas saya adalah memfasilitasi
lahirnya generasi baru pemimpin yang akan melanjutkan reformasi di
negara ini," ujarnya.
Namun, sekutu dekat Presiden Rusia
Vladimir Putin ini mengatakan ia akan tetap memegang kunci dewan
keamanan dan pemimpin Partai Nur Otan. Dia akan menyerahkan kepresidenan
kepada sekutu yang setia hingga akhir masa jabatannya pada April 2020.
Nazarbayev
tidak memiliki penerus untuk mengemban posisinya sebagai presiden.
Sesuai konstitusi, Ketua Parlemen Kassym-Jomart Tokayev (65 tahun) akan
memegang jabatan sebagai presiden selama masa jabatan Nazarbayev.
Tokayev
mengenyam pendidikan di Moskow. Ia adalah seorang diplomat yang fasih
berbahasa Kazakh, Rusia, Inggris, dan Cina. Dia sebelumnya pernah
menjabat sebagai menteri luar negeri dan perdana menteri.
Warga memeriksa kerusakan di sebuah
lokasi yang terkena serangan udara di kota yang dikuasai pemberontak
Idlib, Suriah, Selasa (7/2/2017). (REUTERS/Ammar Abdullah/cfo/17)
Ankara, Suriah (CB) - Agenda separatis yang merusak
keutuhan wilayah dan kedaulatan Suriah ditolak selama babak ke-11
pembicaraan perdamaian Suriah, yang baru saja berakhir, di Astana,
Kazakhstan, kata Kementerian Luar Negeri Turki pada Kamis.
"Dalam pertemuan tersebut, upaya yang dilancarkan bagi penyelesaian
politik konflik Suriah dikoordinasikan dan perkembangan di lapangan
dibahas," kata kementerian itu di dalam satu pernyataan.
Para peserta menolak semua upaya untuk menciptakan kondisi yang
dipaksakan di lapangan dengan dalih memerangi terorisme, dan
menyampaikan tekad mereka "untuk dengan tegus menentang agenda separatis
yang bertujuan merusak kedaulatan dan keutuhan wilayah Suriah serta
keamanan nasional negara tetangga", tambah pernyataan tersebut.
Babak pembicaraan dua-hari itu berakhir pada Kamis dengan satu pertemuan
antara wakil Rusia dan Pemerintah Presiden Suriah Bashar al-Assad di
Ibu Kota Kazakhstan, Astana.
Kementerian tersebut menyatakan para peserta kembali menegaskan tekad
bersama mereka untuk meningkatkan konsultasi dan menuntaskan pembentukan
komite konstitusional sesegera mungkin.
Tekad para peserta untuk sepenuhnya melaksanakan Memorandum mengenai
Stabilisasi Situasi di Daerah Penurunan Ketegangan Idlib kembali
disampaikan, kata Kantor Berita Anadolu --yang dipantau Antara di
Jakarta, Kamis malam. Mereka menekankan pentingnya gencatan senjata yang
langgeng di Idlib, kata Kementerian Luar Negeri Turki.
Menurut kementerian itu, para peserta menyambut baik pembebasan tambil
balik dan serentak beberapa orang, yang ditahan oleh kelompok oposisi
dan pemerintah, pada 24 November sebagai proyek perintis Kelompok Kerja
mengenai Pembebasan Tahanan/Orang yang Diculik, Penyerahan Jenazah dan
Pengidentifikasian Orang yang Hilang.
Menurut pernyataan tersebut, babak ke-12 pertemuan tingkat tinggi
mengenai Suriah akan diselenggarakan pada Februari 2019 di Astana.
Kesepakatan Idlib
Pertemuan pertama di Astana untuk mencapai gencatan senjata di Suriah diselenggarakan pada Januari 2017.
Sembilan pertemuan diselenggarakan di Astana, sedangkan yang ke-10 diadakan di Sochi, Rusiah, pada Juli 2018.
Deklarasi akhir pertemuan puncak Juli --yang diselenggarakan oleh negara
penjamin-- di Rusia menyoroti pembentukan satu komite konstitusional
buat Suriah.
Pada 5 Juli, Komisi Perundingan Suriah mengajukan daftar 50 calon untuk
mewakili oposisi Suriah di dalam komite konstitusional kepada utusan PBB
untuk Suriah yang sudah berakhir masa jabatannya Staffan de Mistura.
Setelah satu pertemuan di Sochi antara Presiden Turki Recep Tayyip
Erdogan dan timpalannya dari Rusia Vladimir Putin pada 17 September,
kedua pihak sepakat untuk menciptakan zona demiliterisasi -- tempat
semua tindakan agresi dengan tegas dilarang -- di Idlib.
Berdasarkan ketentuan dalam kesepakatan itu, kelompok oposisi di Idlib
akan tetap berada di daerah tempat mereka sudah ada, sementara Rusia dan
Turki akan melakukan patroli gabungan di daerah tersebut guna mencegah
berlanjutnya pertempuran.
Pada 10 Oktober, Kementerian Pertahanan Turki mengumumkan bahwa oposisi
Suriah dan kelompok lain anti-pemerintah telah menyelesaikan penarikan
senjata berat dari zona demiliterisasi Idlib.
Meskipun ada kesepakatan gencatan senjata, Pemerintah Bashar al-Assad
dan sekutunya telah melanjutkan serangan bersekala rendaha di zona
penurunan ketegangan Idlib.
Konflik di Suriah meletus pada 2011, ketika Pemerintah Bashar menindas demonstrasi dengan kekuatan berlebihan.
Pembicaraan mengenai penggunaan laut Kaspia sudah dirintis sejak 1996
CB,
MOSKOW -- Rusia, Iran, Kazakstan, Turkmenistan dan Azerbaijan pada Ahad
(12/8) menandatangani perjanjian penggunaan bersama Laut Kaspia.
Perjanjian itu akhirnya ditandatangani setelah melalui perundingan dua
dasawarsa.
Presiden dari kelima negara itu menorehkan tinta mereka untuk
mengesahkan status hukum kesepakatan bersejarah menyangkut Laut Kaspia.
Kantor kepresidenan Rusia, Kremlin, mengatakan penandatangan itu
berlangsung pada Pertemuan Puncak Kaspia Kelima di kota Aktau,
Kazakstan.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan
perjanjian itu membenahi hak dan kewajiban khusus negara penandatangan
perjanjian itu atas keadaan Laut Kaspia serta membentuk aturan jelas
atas penggunaannya secara bersama-sama, kata Kremlin dalam pernyataan
resminya.
Putin mengatakan perjanjian itu secara jelas
mengatur masalah penetapan batas, pelayaran dan penataan wilayah
penangkapan ikan yang diperlukan. Selain juga membenahi prinsip-prinsip
interaksi militer-politik negara peserta serta menjamin penggunaan Laut
Kaspia secara khusus bagi tujuan damai.
Menurut Putin,
dasar peraturan yang diperlukan bagi penyelesaian status hukum Laut
Kaspia tercakup dalam enam perjanjian terkait bidang ekonomi,
transportasi dan keamanan. Keenam perjanjian itu juga ditandatangani
pada Ahad (12/8).
Secara khusus menyangkut dasar perjanjian
kerja sama ekonomi di Kaspia, prioritas akan diberikan pada pembangunan
hubungan perdagangan dan ekonomi kawasan serta penguatan kerja sama
yang erat dan saling menguntungkan. Putin juga menggarisbawahi prospek
kerja sama antara negara-negara Kaspia dalam bidang pariwisata, ekologi
dan perlindungan sumber daya biologi, penumpasan perdagangan narkoba
serta pencegahan dan penanganan keadaan darurat.
Sementara
itu, Presiden Kazakhstan Nursultan Nazarbayev, seperti dikutip kantor
berita Interfax, mengatakan, "Kita perlu memanfaatkan segala kemungkinan
yang disediakan perjanjian dan dokumen-dokumen yang ditandatangani
untuk mendorong hubungan perdagangan dan ekonomi di antara negara-negara
pantai ini."
Nazarbayev juga mengatakan kelima negara
telah sepakat untuk menandatangani perjanjian soal langkah-langkah untuk
membangun kepercayaan pada sektor militer, sebagai upaya untuk
memastikan keseimbangan persenjataan di kawasan serta memperkuat
keamanan dan stabilitas di kawasan.
Proses pengerjaan
perjanjian tersebut telah dikembangkan sejak 1996. Menteri luar negeri
kelima negara tersebut mencapai kesepakatan atas rancangan perjanjian
itu di Moskow pada Desember 2017.
Arsip Foto. Seorang pengunjuk rasa
terlihat sebagai bayangan di balik bendera Suriah saat unjuk rasa di
luar kedubes Amerika Serikat terhadap kemungkinan serangan terhadap
Suriah di Athena, Yunani, Jumat (13/4/2018). (REUTERS/Alkis
Konstantinidis)
Astana (CB) - Perundingan soal Suriah yang dipelopori oleh
Rusia di Astana, Kazakhstan, gagal membawa konflik yang telah
berlangsung tujuh tahun itu ke arah penyelesaian politik pada Selasa
(15/5), dan memunculkan ketidakpastian bagi masa depan upaya diplomatik
untuk mengakhiri krisis.
Didukung oleh Rusia dan Iran, yang bersekutu dengan rezim pemerintah
Suriah, serta Turki yang mendukung pemberontak, negosiasi di Astana yang
dimulai Januari tahun lalu berjalan paralel dengan perundingan yang
diawasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa.
Perundingan dua hari yang melibatkan rezim dan oposisi Suriah itu
merupakan putaran kesembilan negosiasi Suriah yang digelar di Kazakhstan
hingga saat ini.
Namun, dengan gagalnya perundingan di Jenewa dan tidak adanya kemajuan
dalam putaran perundingan terbaru di Kazakhstan, dorongan diplomatik
untuk mengakhiri krisis Suriah tampaknya menemui jalan buntu.
Resolusi gabungan yang dibuat oleh tiga negara penjamin pada Selasa
menyebutkan bahwa pertemuan tingkat tinggi berikutnya tentang isu Suriah
akan berlangsung di kota Rusia, Sochi, pada Juli.
Namun, anggota oposisi bersenjata Suriah yang hadir di Astana dengan cepat menolak hadir di acara yang akan digelar di Rusia.
"Kami ingin negosiasi dilangsungkan di Astana dan hanya di Astana. Jika
negara penjamin ingin menggelar pertemuan lain di negara lain, itu
terserah mereka," kata Ahmed Tomeh, anggota delegasi oposisi, setelah
perundingan tersebut.
Kepala perunding Rusia Alexander Lavrentyev menanggapi dengan mengatakan
bahwa negara tempat perundingan "bukan hal penting" dan mengatakan
kelompok lain kemungkinan akan menghadiri pertemuan di Sochi.
"Proses Astana hidup, sekarang hidup dan akan terus hidup," katanya,
sementara menolah mengonfirmasi apakah Sochi akan menggantikan ibu kota
Kazakhstan sebagai tempat utama perundingan.
Lavrentyev mencela Amerika Serikat karena tidak mengirim delegasi untuk mengamati perundingan damai Suriah terkini.
Dia juga menyatakan bahwa ISIS "praktis sudah hancur" di Suriah.
Sejak perundingan soal Suriah di Astana mulai pada awal tahun lalu,
mereka utamanya fokus pada upaya untuk menjaga pasukan rezim Suriah dan
pemberontak oposisi saling berjauhan.
Utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Suriah Staffan de Mistura juga
hadir dalam perundingan untuk mengakhiri konflik multi-pihak yang telah
merenggut 350.000 nyawa tersebut, demikian menurut siaran kantor berita
AFP.
Presiden Joko Widodo menerima delegasi
Senat Parlemen Kazakhstan yang ingin menjajaki potensi kerja sama
bilateral di Istana Merdeka Jakarta, Selasa (13/3/2018). (ANTARA/Bayu
Prasetyo)
Jakarta (cb) - Presiden Joko Widodo antara lain berbicara
tentang keragaman masyarakat Indonesia saat menerima kunjungan delegasi
Senat Parlemen Kazakhstan di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa.
"Terima kasih telah berkunjung ke negara kami. Negara dengan populasi
muslim terbesar, 87 persen dari 260 juta penduduk kami merupakan umat
muslim," kata Presiden saat menerima delegasi dari Kazakhstan yang
antara lain meliputi Ketua Senat Parlemen Kassym-Jomart Tokayev, Wakil
Ketua Komite Hubungan Internasional, Pertahanan dan Keamanan Senat
Darkhan Kaletayev, dan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh
Kazakhstan untuk RI Askhat Orazbay.
Kepada delegasi yang juga terdiri atas Wakil Ketua Komisi Kebijakan
Ekonomi, Inovasi Pembangunan dan Kewirausahaan Senat Sarsenbay
Yangsegenov, anggota Komisi Pembangunan Sosial Budaya dan Pengetahuan
Senat Sergey Ershov, anggota Komisi Hukum dan Sistem Pengadilan Senat
Marat Tagimov, Presiden Jokowi juga menjelaskan upaya masyarakat
Indonesia yang beragam suku, budaya dan agamanya menjaga perdamaian.
"Alhamdulillah kami dapat menjaga kebersamaan dalam prinsip perdamaian
dan toleransi yang selalu memberi kenyamanan," kata Presiden.
Sementara delegasi Senat Parlemen Kazakhstan menyampaikan keinginan
mereka menjajaki potensi kerja sama bilateral kepada Presiden Jokowi,
yang selain menerima delegasi Kazhakstan juga akan menerima kunjungan
Dewan Bisnis Amerika Serikat-ASEAN di Istana Merdeka.