TAIPEI
- Seorang pilot pesawat jet tempur Taiwan keliru menembakkan senjata
bela diri ketika behadapan dengan sebuah pesawat tempur Tentara
Pembebasan Rakyat (PLA) China. Senjata yang ditembakkan pilot tersebut
adalah proyektil umpan inframerah.
Belum diketahui kapan dan dimana insiden itu terjadi, namun sumber yang mengetahui masalah tersebut mengungkapnya kepada China Times awal pekan ini. Insiden itu tidak memicu konflik langsung.
"Penembakan
proyektil umpan inframerah adalah tindakan defensif, sehingga tidak
menyebabkan pertukaran tembakan," kata sumber yang tidak disebutkan
namanya tersebut, seperti dikutip South China Morning Post, Rabu (1/5/2019).
Proyektil umpan biasanya digunakan untuk menghindari terkena rudal musuh yang datang.
Dalam
insiden terpisah, pilot Taiwan lainnya secara tidak sengaja menembakkan
proyektil umpan inframerah ketika memantau pesawat pengintai P-3C
Amerika Serikat di dekat pulau itu.
Angkatan Udara Taiwan tidak menanggapi pertanyaan tentang kedua insiden itu.
Rincian
dari pertemuan udara antar-pesawat militer yang langka itu
menggarisbawahi ketegangan yang meningkat di Selat Taiwan. Taiwan
merupakan titik api yang berpotensi berbahaya bagi Beijing, yang
menganggap pulau sebagai provinsinya yang membangkang.
Beijing
telah meningkatkan kegiatan militer di dekat Taiwan sejak Tsai Ing-wen,
dari Partai Progresif Demokratik yang pro-kemerdekaan, menjadi presiden
pada tahun 2016. Presiden perempuan ini menolak untuk menerima prinsip
satu-China.
Pada akhir Maret, dua jet tempur PLA China melintasi
garis perbatasan yang memisahkan Taiwan dari China. Saat itu, Tsai
merespons dengan memerintahkan "pengusiran paksa" pesawat tempur PLA
jika nekat melewati "garis batas" lagi.
Collin Koh, seorang pakar
militer dari S. Rajaratnam School of International Studies di
Singapore’s Nanyang Technological University, mengatakan meningkatnya
tekanan militer dari Beijing dapat menyebabkan lebih banyak senjata
ditembakkan secara keliru.
"Meskipun tujuan sebenarnya (dari
pilot Taiwan menembakkan proyektil umpan infra merah) sulit untuk
dikonfirmasi, satu hal yang jelas—dalam keadaan tegang ada risiko
penggunaan kekuatan yang tidak disengaja atau tidak disengaja," kata
Koh.
"Jika PLA melanjutkan apa yang disebut patroli pulau di
sekitar Taiwan, kita dapat mengharapkan militer Taiwan untuk menjaga
respons mereka—dan dari waktu ke waktu ketegangan yang menumpuk dapat
meningkat menjadi kecelakaan."
Laporan South China Morning Post juga
mengatakan bahwa Taiwan telah menyebarkan sebagian kecil jet tempur
untuk memperingatkan dan memonitor pesawat-pesawat tempur PLA selama
setahun terakhir.
Menurut sumber surat kabar tersebut, kegiatan
militer di dekat pulau itu sedang dipantau pada jarak 30 km oleh militer
Taiwan karena berusaha menghindari konflik yang tidak disengaja.
Pakar
militer yang bermarkas di Beijing, Zhou Chenming, mengatakan Taiwan
berusaha mengerahkan lebih sedikit jet tempurnya untuk mengusir
pesawat-pesawat China yang mengisyaratkan bahwa Taipei merasakan tekanan
dari seberang Selat Taiwan.
Tetapi, mantan wakil menteri
pertahanan Taiwan Lin Chong-pin mengatakan tindakan itu lebih cenderung
menjadi tanda bahwa pemerintah Tsai mengambil pendekatan yang bijaksana
dan terkendali.
WASHINGTON
- Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) telah menyetujui
kemungkinan penjualan peralatan militer dan pelatihan pilot F-16 ke
Taiwan senilai Rp7 triliun. Demikian pernyataan Badan Kerja Sama
Keamanan Pertahanan (DCSA) mengatakan dalam siaran pers.
"Departemen
Luar Negeri telah memutuskan untuk menyetujui kemungkinan Penjualan
Militer Asing ke TECRO di Amerika Serikat untuk kelanjutan program
pelatihan pilot dan dukungan pemeliharaan/logistik untuk pesawat F-16
yang saat ini berada di Pangkalan Angkatan Udara Luke, Arizona dengan
perkiraan biaya Rp7 triliun," bunyi rilis tersebut seperti dikutip dari Sputnik, Selasa (16/4/2019).
TECRO
adalah Kantor Perwakilan Ekonomi dan Kebudayaan Taipei di AS. TECR0
bertanggung jawab untuk menjaga hubungan bilateral antara Taiwan dan AS.
Menteri
Pertahanan Taiwan Yen De-fa baru-baru ini mengungkapkan bahwa Taipei
berharap untuk mengetahui apakah mereka akan diizinkan untuk membeli jet
tempur F-16 tambahan dari Amerika Serikat pada bulan Juli. Ini
dilakukan untuk terus meningkatkan armada F-16A/B yang semakin tua.
"Pada
bulan Februari, Kementerian Pertahanan Nasional Taiwan meminta jet
tempur baru dan canggih untuk menunjukkan tekad dan kemampuan kami untuk
membela diri," kata Wakil Menteri Pertahanan Taiwan Shen Yi-ming kepada
wartawan pada saat itu, yang memicu protes dari Beijing.
China
telah meningkatkan tekanan pada Taiwan. Beijing mencurigai presiden
Taiwan mendorong kemerdekaan formal pulau itu, sebuah sinyal bahaya
untuk China yang tidak pernah meninggalkan penggunaan kekuatan untuk
membawa Taiwan berada di bawah kendalinya.
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen berbicara
pada peringatan 40 tahun Undang-undang Hubungan Taiwan di Taipei,
Taiwan, Selasa (16/4/2019). (REUTERS/TYRONE SIU)
Taipei (CB) - Taiwan tidak terintimidasi oleh latihan militer
China, Presiden Tsai Ing-wen pada Selasa setelah manuver militer China
terbaru dikecam oleh pejabat senior Amerika Serikat sebagai "pemaksaan"
dan ancaman terhadap stabilitas di kawasan tersebut.
Militer Pembebasan Rakyat China mengakui bahwa kapal perang, pengebom,
dan pesawat pengintai miliknya melakukan "latihan yang diperlukan" di
sekitar Taiwan pada Senin (15/4), meski pihaknya menggambarkan latihan
itu sebagai kegiatan rutin.
"Kami tidak akan membuat kompromi apa pun di wilayah kami, bahkan untuk
satu inci. Kami selalu berpegang teguh pada demokrasi dan kebebasan,"
kata Tsai saat menghadiri peringatan hubungan Taiwan-AS di Taipei. Ia
menambahkan bahwa pembelian senjata oleh Taiwan dari AS akan membantu
memperkuat kemampuan Pasukan Udara Taiwan.
Tsai berbicara di forum peringatan 40 tahun hubungan AS-Taiwan yang
digelar oleh Kementerian Luar Negeri Taiwan, menyusul keputusan
Washington yang memutus hubungan resmi dengan Taiwan pada 1979 untuk
mendukung China.
Taiwan menyebarkan sejumlah jet dan kapal untuk mengawasi pasukan Cina
pada Senin, menurut kementerian pertahanan mereka. Pihaknya menuduh
Beijing "berupaya merubah status quo Selat Taiwan."
China berulang kali melancarkan gerakan, yang menurutnya sebagai "patroli pengepungan pulau", dalam beberapa tahun belakangan.
Delegasi yang dipimpin mantan ketua DPR AS Paul Ryan berada di Taipei
untuk memperingati 40 tahun peresmian Taiwan Relations Act, yaitu
undang-undang yang mengatur hubungan AS-Taiwan, dan untuk menegaskan
kembali komitmen AS.
Ryan mengatakan AS menganggap setiap ancaman militer terhadap Taiwan
sebagai kekhawatiran. Ia mendesak China untuk menghentikan pergerakan
seperti itu, dengan menyebut langkah tersebut kontraproduktif.
AS tidak memiliki hubungan resmi dengan Taiwan, namun terikat oleh hukum
untuk membantu Taiwan mempertahankan diri dan menjadi sumber utama
senjata bagi mereka.
Sebuah bangunan miring berbahaya setelah
pondasinya ambruk dalam gempa berkekuatan 6,4 yang mengguncang Taiwan
bagian timur pada 6 Februari 2018. (Foto Istimewa/Paul Yang / AFP /
Getty Images)
Taiwan berada di persimpangan dua lempengan tektonik sehingga rentan terhadap gempa.
Taipei
(CB) - Gempa dengan magnitudo 5,6 pada skala Richter mengguncang
Kota Taitung, wilayah tenggara Taiwan, Rabu, demikian informasi BMKG
setempat.
Tidak ada laporan mengenai korban maupun kerusakan yang ditimbulkan.
Wartawan Reuters melaporkan gempa dengan kedalaman 10 kilometer
tersebut, menggetarkan sejumlah bangunan di Ibu Kota Taiwan di Taipei.
Belum ada penjelasan rinci terkait gempa tersebut.
Taiwan berada di persimpangan dua lempengan tektonik sehingga rentan terhadap gempa.
Lebih dari 100 orang meninggal akibat gempa di Taiwan selatan pada 2016.
Sejumlah warga Taiwan masih trauma akan gempa dengan magnitudo 7,6 SR
ang merenggut lebih dari 2.000 jiwa pada 1999.
SINGAPURA
- Amerika Serikat (AS) diam-diam setuju memenuhi permintaan Taiwan yang
ingin membeli 60 unit pesawat jet tempur F-16 Lockheed Martin. Pakar
hubungan internasional menilai langkah Washington itu akan membuat
Beijing shock atau terkejut karena AS selama ini tak peduli dengan apa yang dirasakan China.
Persetujuan
Washington untuk menjual 60 unit jet tempur F-16 ke Taipei ini
merupakan yang pertama sejak 1992. Langkah itu akan menandakan kesediaan
Amerika untuk mendukung pulau yang diperintah sendiri secara demokratis
tersebut karena beberapa lusin jet tempurnya tidak akan mampu
mengimbangi kekuatan militer China.
"Untuk Beijing, itu akan
sangat mengejutkan," kata Wu Shang-su, seorang peneliti di S. Rajaratnam
School of International Studies di Singapura.
"Tapi
itu akan lebih merupakan kejutan politik daripada kejutan militer. Itu
akan, ‘Oh, AS tidak peduli dengan apa yang kita rasakan'. Itu akan lebih
merupakan masalah simbolis atau emosional," ujarnya, seperti dikutip Bloomberg, Senin (1/4/2019).
Penjualan
senjata adalah di antara beberapa isyarat dukungan AS untuk Taiwan
dalam beberapa bulan terakhir, bahkan ketika Presiden Donald Trump dan
Presiden China Xi Jinping mendekati kesepakatan untuk mengakhiri perang
dagang yang mahal.
AS juga mengirim kapal perang melewati Selat
Taiwan dan mengakomodasi persinggahan Presiden Tsai Ing-wen di Hawaii
pekan lalu. Berbagai tindakan AS itu telah menuai protes dari China yang
menganggapnya sebagai langkah "sangat berbahaya".
Minat
baru AS di Taiwan menyusul seruan yang meningkat di Washington untuk
upaya mencegah China melampaui dominasi militer dan industri Amerika.
China
telah mengarahkan kekuatan industrinya ke arah investasi besar-besaran
dalam perangkat keras militer selama dua dekade terakhir. Salah satunya
membangun kekuatan angkatan lautnya menjadi berkelas dunia dan mengisi
garis pantainya dengan rudal yang mampu mengenai sasaran di Taiwan.
Negara ini menghabiskan 23 kali lebih banyak dari Taiwan untuk
pertahanan pada 2017 atau naik dua kali lipat dari 1997.
TAIPEI - Taipei marah setelah dua pesawat jet tempur J-11 China melintasi "median line
(garis tengah)" Selat Taiwan yang memisahkan kedua wilayah. Taipei
menyebut tindakan militer China sudah sembrono dan provokatif.
Aksi
kedua jet tempur Beijing itu berlangsung pada hari Minggu pagi.
Kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan Taipei mengerahkan
pesawat-pesawat tempurnya sendiri dan menyiarkan peringatan setelah dua
jet tempur J-11 melintasi "median line" Selat Taiwan.
"Pada
pukul 11 pagi, 31 Maret, dua jet PLAAF J-11 melanggar perjanjian
secara diam-diam yang telah lama diadakan dengan melintasi median line
Selat Taiwan," kata Kementerian Luar Negeri setempat di Twitter, seperti
dikutip South China Morning Post, Senin (1/4/2019).
“Itu
adalah tindakan yang disengaja, sembrono dan provokatif. Kami telah
memberi tahu mitra regional dan mengutuk China atas perilaku seperti
itu," lanjut kementerian tersebut.
Beijing telah meningkatkan
jumlah penyeberangan jet tempur dan kapal perang di dekat Taiwan atau
pun melewati Selat Taiwan dalam beberapa tahun terakhir. Langkah itu
telah meningkatkan ketegangan di kawasan setempat pada saat hubungan
kedua pihak berada pada titik rendah.
Aksi pesawat-pesawat tempur China ini tidak biasa. Media Taiwan melaporkan terakhir kali jet tempur China melewati median line itu pada 2011.
Taipei
menggambarkan "serangan" terbaru China sebagai tindakan yang disengaja.
Juru bicara Kantor Kepresidenan Alex Huang menyebut penerbangan itu
provokatif dan merusak status quo lintas-selat. Pemerintah maupun
militer Beijing belum berkomentar atas aksi kedua jet tempurnya yang
mendekati Taipei.
Penerbangan kedua jet tempur itu terjadi
seminggu setelah AS mengerahkan kapal perang dan kapal penjaga pantai
melintasi Selat Taiwan, yang membuat Beijing marah.
Meskipun
Selat Taiwan adalah jalur perairan internasional, namun China sering
kali tersingkir ketika AS atau kapal-kapal angkatan laut Barat lainnya
melewatinya.
Siapakah negara Taiwan? Pertanyaan ini bisa sekilas terasa aneh karena
faktanya masyarakat negara tersebut tidak berbeda dengan saudara tuanya
di China daratan (mainland), dalam hal ini Suku Hakka yang merupakan
mayoritas di negeri itu. Tapi, untuk beberapa dekade ke depan, bisa jadi
persepsi ini akan berubah.
Negeri kepulauan itu bisa menjadi
negara multikultur akibat banyak perkawinan antarnegara (cross-national
marriages) yang dilakukan antarwarga Taiwan dengan warga negara lainnya.
Selain itu, Taiwan juga semakin terbuka dengan pendatang atau imigran
dari negara lain, di luar dari China, Hong Kong, dan Makao (new
imigrant).
Dengan demikian, Taiwan benar-benar mempunyai
identitas berbeda dengan China daratan. Identitas baru Taiwan terbangun
seiring globalisasi, juga kebijakan yang lebih mendekatkan diri dengan
negara-negara the New Soutbound Policy dan strategi Indo Pafisik yang
berujung semakin dekatnya negara tersebut dengan negara di kawasan
selatan, bukan hanya dengan China daratan atau negara-negara di Asia
Utara.
“Taiwan
saat ini bisa disebut menuju negara multikultur. Taiwan sangat terbuka
terhadap warga negara lain,” ujar Wakil Dirjen National Imigration
Agency Bill C Chang saat menyambut kunjungan sejumlah wartawan dari
negara-negara The New Southbound Policy di Taipei, beberapa waktu lalu.
Jeremy
Chiang dan Alan Hao Yang dalam sebuan artikel bertajuk ‘A Nation
Reborn? Taiwan Belated Recognition of its Souetheast Asian Heritage’
yang dirilis jurnal The Diplomat menyebut, sejak President Tsai Ing-wen
dan Partai Demokratic Progessive memimpin sejak 2016, negeri itu
mengakui adanya hubungan daerah dengan negara-negara Asia Tenggara.
Di
sisi lain, mengambil survei Taiwan Nation Security dan analisisi
terkait lainnya, hanya 3% warga negara Taiwan mengidentifikasi diri
mereka secara eksklusif sebagai “Chinese” pada 2014 dan lebih dari 60%
warganya mengklaim Taiwan sebagai identitas tunggal mereka. Hal ini
diakui sebagai dampak proses Taiwanisasi yang dilakukan sejak
kepemimpinan Presiden Lee Teng-hui pada era 90-an sering dengan mulai
meningkatkan tekanan China terhadap Taiwan.
Jeremy dan Alan
menyebut, ketika sebagian besar diskusi tentang identitas Taiwan selama
era otoriterian dan awal pascaautoriterian berfokus pada upaya
menggambarkan perbedaan budaya antara Taiwan dan China daratan,
nilai-nilai multikulturalisme dan demokratik liberal berkembang mewarnai
diskursus identitas Taiwan.
Di
sisi lain, setelah munculnya demokratisasi pada masa 1990, gagasan
Taiwan sebagai sebuah masyarakat mono-etnik China secara cepat
kehilangan popularitasnya. “Masyarakat Taiwan dengan cepat menunjukkan
dirinya sebagai anggota masyarakat imigran multikultur yang terdiri dari
suku asli Taiwan, Suku Hoklo, Suku Hakka, dan warga negara China yang
datang ke Taiwan setelah 1949,” ujar mereka.
Multikultur
masyarakat Taiwan semakin berwarna pada 1990 seiring dengan kian
membesarnya kelompok new imigran di luar empat kelompok penduduk
sebelumnya dan mereka mulai menanam benih identitas Taiwan baru.
Sebagian besar penduduk baru itu berasal dari Asia Tenggara dan China
datang ke Taiwan akibat perkawinan antarnegara dengan warga negara
Taiwan.
Kini keturunan hasil perkawinan antarnegara dan new imigran semakin
mewarnai sekolah dasar dan sekolah menengah sehingga kehadiran mereka
secara signifikan memengaruhi lanskap demografi Taiwan. Gagasan “South
East Asia-Taiwanese” menjadi bagian penting masyarakat
Taiwan
semakin diperkuat Pemerintah Taiwan pada era 2.000-an. Terutama setelah
Presiden Tsai Ing-wn yang saat itu masih menjadi kandidat presiden
mengumumkan kebijakan The New Soutbound Policy pada 2015. Sejak itulah
warga masyarakat dari kawasan Asia Tenggara semakin mewarnai wajah baru
Taiwan. Perkawinan Antarnegara dan New Imigran
Banyaknya
perkawinan antarnegara yang terjadi di Taiwan selama ini tidak banyak
diketahui. Padahal faktanya sangat banyak. Perkawinan terutama terjadi
antara warga negara tersebut dengan China daratan, Vietnam, dan
Indonesia. Lebih dari itu, pemerintah setempat memberikan ruang gerak
dan hak terbilang sangat besar untuk mereka serta keturunan mereka agar
sebenar-benarnya menjadi orang Taiwan.
Berdasar data National
Immigration Agency, perkawinan antarnegara di negerinya relatif tinggi.
Pada 2018 lalu, misalnya, perkawinan antarwarga negara Taiwan dengan
warga China, Hong Kong, atau Makau mencapai 8.216 kasus, sedangkan
antarwarga negara Taiwan dengan negara lain mencapai 12.392 kasus.
Besarnya
perkawinan antarwarga negara Taiwan dengan warga di luar Suku Hakka,
termasuk pada tahun sebelumnya, menarik karena hal tersebut keluar dari
“tradisi” yang telah berlangsung lama sebelumnya. Jumlah imigran yang
datang ke negeri tersebut juga terbilang besar, walaupun mayoritas masih
berasa dari China daratan yang mencapai 342.000 orang.
Kendati
demikian, jumlah imigran dari non-China juga lumayan besar di antara
paling besar berasal dari Vietnam sebesar 105.596 orang, Indonesia
(30.016), Thailand (8.916), dan Filipina (9.681). Para imigran beserta
keluarganya tinggal tersebar di hampir semua provinsi di Taiwan.
Sebagian besar memilih hidup di New Taipei sebesar 104.692 orang beserta
30.888 orang anak.
Selain New Taipei, wilayah lain yang menjadi
sasaran imigran adalah Taipei, Kaohsiung, Taoyuan, Taichung, dan
Tainan. Berdasar data per 2017 lalu, dari ratusan ribu anak imigran,
sebagian besar merupakan keturunan warga China daratan berjumlah 73.540
orang, diikuti keturunan warga Vietnam (72.508), Indonesia (16.350),
Filipina (3.796), Kamboja (3.563), dan Thailand (3.263).
Hebatnya,
Taiwan bukan hanya terbuka dengan kehadiran mereka, tapi juga menyambut
sepenuhnya dengan menjadikan mereka sebagai warga Taiwan seutuhnya
dalam membentuk wajah baru Taiwan. Hal ini dibuktikan dengan upaya
pemerintahannya yang selalu meningkatkan pelayanan terhadap mereka, baik
dari sisi hak hidup (life), pelayanan kesehatan (medical), serta
pelatihan diberikan (course).
Pada
2003, Taiwan hanya memberikan hak hidup berupa hak tinggal dan adaptasi
hidup di negeri itu. Namun pada 2008, para imigran juga mendapatkan
bimbingan hidup (living assistance) dan pendidikan untuk anak-anak
mereka. Selanjutnya pada 2013, para imigran mendapatkan bimbingan
adaptasi untuk hidup dan bimbingan hidup serta adanya service center
untuk pelayanan mereka.
Pelayanan kesehatan dan pelatihan untuk
imigran juga terus ditingkatkan. Untuk pelayanan, misalnya, mereka saat
ini mendapatkan bimbingan kesehatan, asuransi kesehatan, serta
pengetahuan untuk merawat anak balita dan perempuan hamil. Sedangkan
untuk pelatihan, para imigran saat ini mendapatkan pelatihan bahasa,
pendidikan untuk orang tua dan pengetahuan untuk perawatan balita, serta
pelatihan pengobatan dan perawatan.
Untuk mendukung kelancaran berbagai program dimaksud menyediakan
berbagai fasilitas dan kegiatan, seperti counseling hotline, pendidikan
untuk keluarga dan kampanye hukum, mendirikan care and service network,
kendaraan untuk pelayanan bergerak, new imigrant development funds, dan
lainnya.
Khusus untuk imigran yang berasal dari negara-negara
Then New Soutbound, Taiwan juga melakukan sejumlah kegiatan di antaranya
membantu imigran dan anak-anak mereka mewujudkan mimpi atau “Make
Dreams Comes True”, proyek pelatihan untuk pemberdayaan generasi kedua
imigran, summer camp untuk new imigran, serta beasiswa untuk imigran dan
anak-anak mereka.
WASHINGTON
- Presiden Tsai Ing-wen mengatakan Taiwan mengajukan permintaan baru
kepada Amerika Serikat (AS) berupa pembelian tank M-1 Abrams dan jet
tempur F-16B. Dia mengatakan peralatan tempur itu dibutuhkan untuk
mendukung pertahanan negaranya seiring dengan meningkatkan tekanan dari
China.
Berbicara melalui jaringan video kepada kelompok think tank Heritage Foundation di Washington pada Rabu waktu AS, Tsai mengatakan bahwa Washington merepons positif permintaan Taipei.
Tsai
menyampaikan hal itu saat singgah di Hawaii dalam rangakain tur
Pasifik."Ini akan sangat meningkatkan kemampuan Angkatan Darat dan
Angkatan Udara kami, memperkuat moral militer dan menunjukkan kepada
dunia komitmen AS terhadap pertahanan Taiwan," katanya, seperti dikutip Reuters, Kamis (28/3/2019).
AS
tidak memiliki hubungan formal dengan Taiwan, tetapi terikat oleh
undang-undangnya untuk membantu menyediakan pulau itu dengan sarana dan
sumber utama senjata untuk mempertahankan diri.
Pada hari Minggu,
Washington mengirim kapal perang dan kapal Penjaga Pantai ke Selat
Taiwan. Pengiriman kapal-kapal itu berlangsung justru pada saat para
pejabat AS pergi ke Beijing untuk perundingan sengketa dagang.
Tsai
mengatakan tekanan dari China telah meningkat yang meminta agar Taiwan
menerima kebijakan "satu negara, dua sistem". "Ini menggarisbawahi
perlunya Taiwan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan diri," ujarnya.
"Untungnya Taiwan tidak berdiri sendiri," katanya. "Komitmen Amerika Serikat terhadap Taiwan lebih kuat dari sebelumnya."
Tsai
mengatakan bahwa dia merasa proses penjualan senjata AS ke Taiwan
menjadi kurang dipolitisasi. "Kami dapat melakukan diskusi terbuka
dengan AS mengenai peralatan yang tepat untuk pertahanan Taiwan dan AS
menanggapi positif permintaan kami," paparnya.
Tur Tsai di
Pasifik terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara Taipei dan
Beijing, yang telah meningkatkan tekanan diplomatik dan militer China
untuk menegaskan kedaulatannya atas Taiwan.
China mencurigai Tsai dan Partai Progresif Demokratik-nya yang
pro-kemerdekaan mendorong kemerdekaan secara formal pulau tersebut.
Presiden
Cina Xi Jinping pada bulan Januari mengatakan bahwa Beijing memiliki
hak untuk menggunakan kekuatan untuk membawa Taiwan di bawah kendalinya.
Namun, pihaknya berusaha untuk mencapai "penyatuan kembali" tersebut
dengan damai.
CB, Jakarta - Anggota
senat Amerika Serikat dari Partai Republik dan Partai Demokrat sepakat
merancang undang-undang yang akan meningkatkan hubungan bilateral
Amerika Serikat dengan Taiwan. Rencana senat Amerika Serikat ini, dikhawatirkan akan membuat ketegangan dengan Cina.
Dikutip
dari reuters.com, Rabu, 27 Maret 2019, anggota senat Bob Menendez, yang
berasal dari Partai Demokrat dan berpengaruh di Komite Hubungan Luar
Negeri, bersama Tom Cotton anggota senat Partai Republik dan Ted Cruz
serta senat dari partai Demokrat Catherine Cortez Masto dan Chris Coons,
kompak mengajukan rancangan undang-undang Taiwan.
Michael
McCaul politikus Partai Republik di Komite Hubungan Luar Negeri
berencana memperkenalkan langkah-langkah untuk mendukung rancangan
undang-undang ini ke DPR. Melalui rancangan undang-undang ini, maka
Presiden Amerika Serikat Donald Trump akan diberikan mandat untuk
mengevaluasi hubungan Amerika Serikat dengan Taiwan, berkoordinasi
dengan Kementerian Pertahanan Amerika Serikat untuk melakukan latihan
militer gabungan dengan Taiwan dan dukungan bagi penjualan senjata ke
Taiwan.
"Legislasi ini akan memperdalam keamanan Amerika Serikat - Taiwan,
ekonomi dan hubungan di bidang budaya. Pada saat yang sama, mengirimkan
sebuah pesan kalau sikap agresif Cina ke Taiwan tidak akan ditoleransi,"
kata Cotton.
Agar
rancangan undang-undang ini bisa berkekuatan hukum, maka rancangan
undang-undang ini harus disahkan oleh Senat dan DPR serta
ditanda-tangani oleh Presiden Trump. Rangkaian proses ini kemungkinan
akan membuat Beijing kecewa dan mengancam kesepakatan perang dagang
antara kedua negara dengan menaikkan tarif impor.
Taiwan adalah
salah satu wilayah Cina yang berkembang paling pesat. Beijing sebelumnya
sudah kecewa dengan Amerika Serikat yang melakukan patroli di Laut Cina
Selatan, sebuah wilayah laut yang masih dipersengketakan oleh Cina dan
sejumlah negara ASEAN.
Washington tidak memiliki hubungan resmi dengan Taiwan. Hubungan keduanya hanya diikat oleh hukum untuk memperkuat Taiwan dan
memasok senjata ke wilayah itu. Catatan Pentagon memperlihatkan,
Washington sejak 2010 sudah menjual senjata lebih dari US$15 miliar atau
Rp 213 triliun ke Taiwan.
TAIPEI
- Taiwan menjadikan Indonesia sebagai salah satu mitra strategis. Hal
ini tidak hanya sebatas dilakukan dengan memperkuat hubungan dagang
maupun investasi semata, tapi juga memperluas hubungan di bidang lain,
seperti pertanian, pendidikan, kesehatan, kebudayaan, dan lainnya.
Langkah
baru yang diambil negeri kepulauan tersebut merupakan implikasi dari
kebijakan Taiwan memformat kembali strategi Asianya dari go to south
yang semata berorientasi bisnis menjadi the New Southbound Policy yang
fokus pada enam negara. Selain Indonesia, negara lainnya adalah
Malaysia, Vietnam, Thailand, Filipina, Singapura, India, dan Australia.
Kebijakan
ini memiliki tiga karakter penting hubungan, yakni menekankan hubungan
antara warga negara (people-centeredness), membangun hubungan regional
yang terbuka (regional inclusiveness), serta memperdalam dan memperluas
bidang kerja sama (deepening and diversifying partnership).
“Pemerintah
berharap langkah-langkah tersebut akan mampu mendorong terwujudnya
perdamaian di kawasan dan menciptakan kesejahteraan masyarakat secara
bersama-sama,” ujar Nick K.Ni, Chierf Secretary Bureau of Foreign Trade
Ministry of Economic Affair saat menerima kunjungan sejumlah wartawan
dari negara-negara the New Soutbound.
Reorientasi kebijakan
secara konkret di antaranya melalui kerja sama Talent Exchange yang
dilakukan dengan Indonesia, juga negara-negara yang masuk the New
Southbound lain. Dengan Indonesia, misalnya, Taiwan membangun
Comprehensif Demonstration Zone. Di tempat ini dilatih 100 kader
instruktur pertanian untuk memanfaatkan peralatan mesin penanaman
bekerja sama dengan Kementerian Perindustrian Indonesia.
Secara
luas dalam bidang pertanian, Taiwan juga mengenalkan teknologi pemupukan
berkualitas tinggi, mesin-mesin pertanian, penanaman bibit, dan
teknologi manajemen pertanian, dengan mendirikan zona demonstrasi
pertanian di Indonesia. Melalui program ini, Taiwan berharap petani bisa
meningkatkan kemampuannya dan taraf hidupnya.
Perdagangan dan
investasi tentu tetap menjadi tumpuan utama. Penguatan di sektor
tersebut dilakukan dengan berbagai pendekatan. Taiwan misalnya,
bersama-sama dengan negara-negara the New Southbound menggelar the
Industry Link Summit Forums untuk memikirkan langkah bersama ke depan
mendorong pertumbuhan. Forum ini juga diharapkan akan mengakselerasi
kerja sama bilateral bidang perindustrian dan memfasilitasi kerja sama
supply chain.
“Saat
ini wilayah kerja sama antara Taiwan dengan negara-negara the New
Soutbound Policy termasuk kerja sama pengembangan zona industri serta
sebuah kawasan teknologi dan sains internasional, mengenalkan solusi
kampus smart campus, membuat situs demonstrasi smart city, mengenalkan
sertifikasi halal, pembangkit listrik terbarukan, dan lainnya,” kata
Nick.
Selain itu, Taiwan juga bekerja sama dengan pemerintahan
lokal dan kalangan swasta menggelar Taiwan Expo yang mengenalkan
berbagai produk Taiwan beserta keunggulannya, yakni pelayanan kesehatan,
pendidikan, tourisme, dan kebudayaan. Ekspor diharapkan akan
mendongkrak citra Taiwan dan industrinya serta memfasilitasi kerja sama
dan hubungan antar negara.
Memperkuat dan memperluas kerja sama dengan Indonesia sangat penting
bagi Taiwan. Sebab Indonesia negara dengan potensi pertumbuhan ekonomi
luar biasa. Pemikiran ini berdasar pertimbangan di antaranya jumlah
penduduk sebesar 270 juta merupakan pasar yang besar, memiliki bahan
baku berlimpah, ekonomi pertanian dan industri yang tumbuh cepat,
memilik kelompok usia muda sangat besar dan dibutuhkan lapangan kerja,
serta memiliki pertumbuhan ekonomi stabil di atas 5%.
Lebih dari
itu Taiwan juga melihat Indonesia merupakan pemimpin ASEAN dan negara
terbesar di kawasan, baik dari sisi jumlah penduduk maupun kapasitas
perekonomian. Sebagai informasi, jumlah penduduk Indonesia meliputi 40%
penduduk di kawasan ASEAN. Sedangkan secara kapasitas ekonomi, sejak
2017, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai USD1triliun dan
pada 2018 melampaui USD1,77 triliun.
Pada 2030, negeri ini
diprediksi menjadi top 10 negara dengan perekonomian terbesar.
“Bagaimanapun Indonesia diyakini menjadi negara sangat penting dalam
mendorong terwujudnya strategi Indo-Pasifik,” kata Nick. Dari pihak
Indonesia, mantan perwakilan Indonesia di Taiwan, Robert James Bintaryo,
pada kesempatan Indonesia Investment Forum diTaichung pada Juli 2018
lalu, menyebut Taiwan sebagai salah satu pilar komersial dunia.
Dia
juga mengatakan Taiwan sebagai salah satu partner penting bisnis
Indonesia. Hal ini berdasar nilai investasi dan perdagangan antardua
negara yang terus menunjukkan tren kenaikan. Berdasar data, investasi
Taiwan ke Indonesia pada 2017 sebesar USD397 juta naik 166% dibandingkan
tahun sebelumnya. Investasi meliputi 530 proyek, hampir 80% di antara
proyek infrastruktur.
Nilai perdagangan juga terus menunjukkan
kenaikan, yakni senilai USD8 miliar pada 2017 atau naik 15% dibanding
tahun sebelumnya. Lebih dari itu, Indonesia juga menjadi penyumbang
tenaga kerja migran untuk Taiwan, yakni mencapai 261 ribu orang atau 38%
dari keseluruhan jumlah pekerja migran di negara itu.
The New Southbound Policy
Inisiatif
the New Soutbound Polici diluncurkan Presiden Tsai Ing Wen pada 2016
lalu. Dia menyebut, dengan the New Soutbound Policy, Taiwan tidak hanya
sebatas berinvestasi, tapi juga membangun kerja sama jangka panjang yang
membawa keuntungan bersama untuk saat ini dan ke depan.
Negara
yang dimaksudkan dalam paket kebijakan ini adalah negara-negara yang
selama ini sudah menjalin kerja sama erat dengan Taiwan, bahkan
menempati peringkat nomor dua dalam konteks kapasitas hubungan
perekonomian. Pada 2017, misalnya, total perdagangan antara Taiwan
dengan negara-negara the New Soutbound sebesar USD110,9 miliar.
Pada
2018, angkanya meningkat 5,7%, yakni mencapai USD117,1 miliar. Pada
periode sama, investasi Taiwan ke negara-negara ini menyentuh USD2,42
miliar, sedangkan sebaliknya investasi ke Taiwan sebesar USD391 juta,
baik 43,3% year on year. Hsin-Huang Michael Hsiao dari Taiwan-Asia
Exchange Fundation (TAEF) menyebut, kebijakan the New Soutbound Policy
merupakan redefinisi kebijakan Go South Policy yang dicanangkan pada
1990 dalam menjalin hubungan dagang dan investasi dengan negara-negara
ASEAN.
“Perubahan ini merefleksikan fakta bahwa multihubungan
yang terjalin di antara masyarakat Taiwan dengan negara-negara tetangga
sudah pada taraf matang, dan the New Soutbound Policy menjadi katalis
hubungan-hubungan yang sudah terjalin baik tersebut,” ujar dia. Hsiao
melihat, kebijakan the New Soutbound yang fokus pada inovasi industri,
kerja sama kesehatan dan supply chains, pengembangan talent, kerja sama
pertanian, forum bersama, dan platform pertukaran generasi muda sebagai
langkah strategis.
“Rasionalisasi kebijakan ini bukan sekadar diplomasi uang, tapi juga
kerja sama pemerintah yang jujur dan pengembangan pengalaman serta
sumber daya dengan rekan Taiwan di kawasan untuk menyediakan solusi
masalah yang ada dan menghadapi persoalan mendatang,” katanya.
CB, Taiwan – Pemerintah
Cina tidak akan menunda proses reunifikasi dengan Taiwan selamanya.
Beijing berharap negara pulau yang mengatur dirinya sendiri itu bakal
bergabung dengan Cina lewat mekanisme damai.
Anggota delegasi Taiwan, Cai Peihui, mengatakan kepemimpinan Presiden Cina, Xi Jinping, menginspirasi dan visioner.
“Dan
dia tidak akan membiarkan agenda reunifikasi tertunda tanpa batas waktu
yang jelas,” kata Cai, yang merupakan satu dari 13 anggota delegasi
Taiwan dalam Kongres Rakyat Nasional di Beijing pada Ahad, 10 Maret
2019.
Delegasi Taiwan menghadiri sesi sidang parlemen di Beijing.
Semua anggota delegasi dari Taiwan ini memiliki koneksi langsung ke
Taiwan meskipun tidak tinggal di negara pulau itu.
Cai merupakan pensiunan tentara yang pernah berperang membela Cina
melawan Vietnam pada 1979. Dia terpilih mewakili Taiwan karena memiliki
akar keluarga di Taiwan. Saat ini dia merupakan pengusaha berbasis di
Hong Kong.
Beijing melihat Taiwan sebagai provinsi yang memisahkan
diri dan bakal reunifikasi lagi meski harus menempuh cara kekerasan.
Cina mengusulkan mekanisme satu negara dua sistem seperti yang telah
diterapkan di Hong Kong. Namun, Taiwan menyebut mekanisme itu tidak bisa
diterima.
Dalam sebuah pidato mengenai Taiwan pada Januari 2019,
Xi mengulangi sikap Cina bahwa perbedaan politik lintas selat antara
Cina dan Taiwan tidak bisa diturunkan dari generasi ke generasi.
Cai
tidak mengungkapkan kapan tenggat waktu dari Beijing untuk reunifikasi
dengan Taiwan. Tapi Cina tidak bakal ragu untuk ‘membebaskan’ Taiwan
jika pulau itu menyatakan kemerdekaannya.
Menurut dia, Cina bakal
memberikan otonomi yang lebih luas jika Taiwan mau bergabung dalam satu
negara dua sistem. Namun, Taiwan tidak bisa membawa nama sendiri di
pentas internasional, tidak memiliki hubungan luar negeri sendiri dan
tidak memiliki tentara nasional sendiri.
“Begitu kedua pihak
menyepakati reunifikasi, keduanya bakal harus mencapai kompromi mengenai
kedaulatan nasional dan pertahanan yang diterapkan di Taiwan,” kata
dia.
Seorang anggota delegasi Taiwan lainnya, Zhang Xiong,
mengatakan militer Taiwan dan Cina harus bekerja sama dalam satu komando
dari Beijing. Zhang merupakan profesor di Tongji University di
Shanghai, Cina. Dia juga meminta nama Tentara Pembebasan Rakyat diubah
setelah Taiwan bersedia reunifikasi.
Secara
terpisah, Taiwan meminta pengadaan jet tempur baru dari AS untuk
persiapan menghadapi Cina. Deputi Menteri Pertahanan Taiwan, Shen
Yi-ming, mengatakan,”Kami telah mengajukan rencana pembelian ini karena
Cina telah meningkatkan kemampuan militernya. Saat ini mulai ada
ketidakseimbangan dalam kemampuan pertahanan udara,” kata dia seperti
dilansir Channel News Asia.
Jika pembelian ini jadi terlaksana,
hubungan AS dan Cina bakal makin menegang. AS mengalihkan pengakuan dari
Taiwan ke Beijing pada 1979 namun tetap menyuplai senjata ke Taiwan
hingga saat ini. Militer Taiwan telah mengajukan pembelian sejumlah jet
tempur F-16 dan F-35, yang bisa take off secara horizontal.
Saat
ini, Taiwan memiliki 326 jet tempur dari berbagai jenis seperti F-16,
Mirage 2000 dan jet tempur buatan sendiri. Media lokal Apple Daily
menyebut Taiwan bakal memborong 66 jet tempur F-16V dengan harga US$13
miliar atau sekitar Rp190 triliun.
“Tidak masalah apakah pembelian
F-15, F-18, F-16 atau F-35 sepanjang cocok dengan kebutuhan pertahanan
udara,” kata Tang Hung, seorang mayor jenderal di Angkatan Udara Taiwan.
Jakarta, CB -- Taiwanmengaku telah mengajukan permintaan resmi kepada Amerika Serikat(AS) untuk membeli jet tempur baru guna mempertahankan diri dari ancaman Chinayang mulai meningkat.
"Kami
mengajukan permintaan untuk membeli (jet tempur) karena China telah
meningkatkan kekuatan militernya dan kami mulai memiliki
ketidakseimbangan kekuatan dalam kemampuan pertahanan udara kami," ujar
Wakil Menteri Pertahanan Shen Yi-ming, seperti dikutip dari AFP, Kamis (7/3).
Permintaan
tersebut, jika dikabulkan, akan meningkatkan ketegangan antara China
dan Amerika Serikat. Beijing melihat Taiwan sebagai bagian dari
wilayahnya yang menunggu penyatuan, meskipun kedua pihak telah
diperintah secara terpisah sejak berakhirnya perang saudara pada tahun
1949.
Tiongkok secara signifikan telah meningkatkan tekanan
diplomatik dan militer terhadap Taiwan sejak Presiden skeptis Beijing
Tsai Ing-wen menjabat pada 2016, termasuk mengadakan serangkaian latihan
militer di dekat pulau itu. Pesawat pengintai China juga sudah mulai
menerbangkan lebih banyak lagi serangan reguler di sekitar pulau.
Washington mengalihkan pengakuan diplomatik dari Taipei ke Beijing
pada 1979, tetapi tetap menjadi sekutu tidak resmi paling kuat dan
pemasok senjata terbesar Taiwan.
Tahun lalu, AS membuat China
jengkel atas rencananya untuk menjual peralatan militer ke Taiwan dalam
kontrak senilai US$330 juta termasuk suku cadang standar untuk pesawat
terbang.
Beijing telah jengkel dengan hubungan panas antara
Washington dan Taipei, termasuk persetujuan oleh Departemen Luar Negeri
AS untuk lisensi pendahuluan penjualan teknologi kapal selam ke pulau
itu.
Namun, karena takut akan kemungkinan balasan dari Beijing,
AS telah berulang kali menolak permintaan Taiwan sejak 2002 untuk jet
tempur baru termasuk pesawat F-16 dan F-35 yang lebih baru.
Pada waktu itu, China secara besar-besaran meningkatkan pengeluaran
untuk angkatan bersenjatanya, termasuk pesawat jet tempur generasi
kelima yang sangat maju.Itu telah meninggalkan Taiwan dengan angkatan
udara yang menua yang menurut para analis sangat membutuhkan
peningkatan.
Saat ini, Taiwan memiliki 326 jet tempur, semuanya
beroperasi sejak 1990-an, termasuk F-16 buatan AS, Mirage 2000an
Prancis, dan pesawat tempur Taiwan sendiri.
Pejabat pertahanan
tidak akan mengkonfirmasi berapa banyak jet tempur yang mereka minta
dalam permintaan pembelian, atau model apa. Sementara media lokal Apple Daily melaporkan Taiwan mencari 66 F-16V senilai US$13 miliar termasuk rudal, logistik, dan pelatihan.
"Tidak
masalah apakah itu F-15, F-18, F-16 atau F-35, asalkan sesuai dengan
kebutuhan tempur kita," jelas Tang Hung-an, seorang mayor jenderal
dengan Markas Komando Angkatan Udara Taiwan.
Tang menambahkan bahwa surat permintaan ke AS tidak menyebutkan jenis pesawat yang diinginkan Taiwan.
ISLAMABAD - Bukti yang disodorkan militer New Delhi bahwa militer Islamabad menggunakan pesawat jet tempur F-16
dalam konflik dengan India di Kashmir telah membuat Pakistan tersudut.
Kini, media Pakistan menjadikan Taiwan sebagai kambing hitam.
Bukti
yang disodorkan militer New Delhi adalah puing-puing AIM-120 Advanced
Medium-Range Air-to-Air Missile atau AIM-120 AMRAAM, rudal buatan
Amerika Serikat (AS) yang menjadi senjata jet tempur F-16.
Masalah
ini sensitif karena jet tempur yang dipasok AS hanya boleh digunakan
untuk misi kontra-terorisme, bukan menyerang negara lain.
Media Pakistan berbahasa Inggris, Express Tribune,
melaporkan puing-puing itu merupakan bagian dari rudal yang dijual oleh
AS ke Taiwan. Para jurnalis media itu mengklaim melacak nomor
identifikasi dari rudal AIM-120C-5 AMRAAM, yang menurut mereka masuk
daftar Departemen Pertahanan AS sebagai rudal yang dijual ke Taiwan
dengan nilai kontrak USD2,38 juta.
Tuduhan media itu tidak masuk
akal, karena Taiwan tidak terlibat konflik dengan India. Selain itu,
mustahil jet tempur Taiwan dengan rudal tersebut menyerang wilayah
Kashmir yang dikuasai India bertepatan dengan hari di mana konflik New
Delhi dan Islamabad pecah.
"Bagaimana puing-puing rudal yang
dijual ke Taiwan berakhir di tangan wakil marsekal udara militer India
adalah sesuatu yang hanya bisa dijelaskan oleh New Delhi," tulis media
Pakistan tersebut, dikutip Economic Times, Senin (4/3/2019). Media-media India menyebut Islamabad lihai menutupi kebohongan dengan membuat kebohongan lainnya.
Angkatan
Udara Taiwan yang dijadikan kambing hitam oleh media Pakistan bergegas
melakukan pengecekan dan memastikan bahwa nomor identifikasi rudal yang
dilaporkan media tersebut tidak cocok dengan salah satu misilnya.
Angkatan Udara tersebut memastikan misil yang dibeberkan militer New
Delhi tidak kompatibel dengan sistem senjata yang dimilikinya.
"Jenis
senjata seperti misil yang dipasok oleh AS adalah untuk digunakan
Taiwan sendiri dan tidak dapat dijual ke negara lain," kata Angkatan
Udara pulau tersebut.
Media Taiwan menggambarkan tuduhan media Pakistan sebagai kasus "Taiwan tertembak peluru ketika berbaring".
Taiwan yang nama resminya Republik Tiongkok tidak menikmati hubungan
diplomatik dengan India. Keduanya memiliki kantor budaya dan komersial
di masing-masing negara dan tidak berbagi kemitraan pertahanan apa pun.
Taiwan sendiri dilindungi di bawah payung militer AS.
Serangan
udara telah menyebabkan beberapa pertempuran lintas perbatasan, termasuk
pertempuran udara di mana Varthaman ditangkap, serta kewaspadaan di
seluruh dunia ketika berbagai kekuatan menyaksikan konflik dan mendesak
kedua belah pihak untuk menahan diri.
Konflik di Kashmir antara
India dan Pakistan—dua negara bersenjata nuklir—pecah setelah serangan
bom mobil oleh kelompok militan yang bermarkas di Pakistan,
Jaish-e-Mohammed. Serangan pada 14 Februari itu menewaskan lebih dari 40
polisi paramiliter India yang sedang konvoi.
Sebagai tanggapan,
India melancarkan serangan udara melintasi garis kontrol Kashmir, dengan
mengklaim menewaskan banyak teroris disebut India mendapat izin untuk
bersembunyi di Pakistan.
Pakistan
membantah bahwa ada gerilyawan yang hadir di wilayahnya dan menuduh
India melakukan serangan terorisme terhadap lingkungan karena serangan
udaranya menghancurkan pohon-pohon di hutan lindung.
Pasifik masih menjadi kawasan yang memberi dukungan kepada Taiwan.
Beijing
telah meningkatkan usaha untuk mengucilkan Taiwan di kawasan Pasifik
dengan mendesak badan diplomatik penting di kawasan untuk secara resmi
mendukung kebijakan Satu Cina.
Tekanan Beijing di Pasifik.
Sumber-sumber dari dua negara di kawasan Pasifik mengatakan
para pejabat Cina telah berusaha menyakinkan Forum Kepulauan Pasifik
(PIF) harus menerima bahwa Partai Komunis Cina adalah pemerintah yang
sah bagi Cina Daratan dan Taiwan.
Tindakan ini
dianggap sebagiai provokasi, karena kawasan Pasifik masih menjadi
kawasan satu-satunya di dunia yang masih memberi dukungan kepada Taiwan,
dengan enam negara di kawasan itu Solomon Islands, Kiribati, Marshall
Islands, Nauru, Tuvalu dan Palau masih mengakui Taipei dan bukannya
Beijing.
Taiwan
memberikan bantuan asing besar-besaran kepada negara-negara tersebut,
dan sudah berusaha keras membina hubungan dengan para pemimpin politik
mereka. Namun Cina juga terus melakukan usaha untuk mengucilkan Taiwan
dari negara sekutunya yang masih ada.
Photo: Pemimpin Solomon Islands Rick Hou dan istrinya memberikan bingkisan kepada Presiden Taiwan Tsai Ing-wen. (Taiwan's Office of the President)
Dalam
dua tahun terakhir, dua negara yaitu Republik Dominika dan Panama di
kawasan Amerika Tengah memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan,
setelah Cina menawarkan utang dan paket investasi besar-besaran.
Dan
tahun lalu, Cina melarang turis mereka untuk mengunjungi Palau, dalam
langkah yang menurut banyak pihak merupakan usaha untuk melakukan
tekanan ekonomi kepada negara kepulauan yang kecil tersebut.
Juga
sudah muncul spekulasi bahwa pemerintah yang berkuasa sekarang di
Solomon Islands mungkin akan mengalihkan dukungan ke Beijing setelah
pemilu bulan April meskipun para pemimpin partai sudah mengesampingkan
spekulasi tersebut.
Bila memang Forum Kepulauan
Pasifik (PIF) mendukung kebijakan Satu Cina maka ini merupakan pukulan
simbolis besar terhadap Taiwan.
Photo: Cina sudah melarang turis mereka mengunjungi Palau, negara yang masih mengakui Taiwan. (Reuters: Jackson Henry)
Namun
Graeme Smith dari Australian National University di Canberra mengatakan
PIF 'besar kemungkinan' tidak akan mengikuti permintaan Cina.
"Saya
kira tekanan seperti ini kontra produktif, besar kemungkinan
negara-negara Pasifik yang mengakui Taiwan akan tetap bertahan."
katanya. "Ini bukan strategi tepat untuk bisa mendapatkan banyak teman."
"Tetapi
ini juga seperti ingin mengirimkan pesan kepada enam sekutu Taiwan
tersebut bahwa mereka melakukan tekanan dan menjadi kepentingan anda
untuk beralih."
Pejabat Pasifik yang dilobi Cina
tersebut meminta namanya tidak disebutkan karena mereka tidak ingin
merusak hubungan diplomatik dengan Beijing.
Namun
keduanya mengatakan Cina sudah melakukan tekanan kepada negara Pasifik
lain dalam masalah ini, dan mungkin juga sudah berbicara dengan
Sekretariat PIF.
Seorang juru bicara PIF menolak memberikan komentar apakah forum tersebut sudah dilobi langsung mengenai masalah tersebut.
Namun dalam keterangan kepada ABC,
juru bicara tersebut menunjukkan bahwa posisi mereka sekarang dimana
beberapa negara memiliki hubungan dengan Cina, sedangkan yang lainnya
memiliki hubungan dengan Taiwan.
BEIJING
- China merilis pesan video Tahun Baru Imlek untuk Taiwan yang
menyandingkan adegan kehidupan sehari-hari di pulau yang diperintah
sendiri itu dengan manuver pesawat jet tempur dan pesawat pembom Tentara
Pembebasan Rakyat (PLA).
Video itu berjudul My Fighting Eagles Fly Around Formosa. Formosa adalah nama lama untuk Taiwan.
Video
dirilis di media sosial oleh PLA Airborne Corps Airborne pada hari
Minggu dengan pesan tertulis yang mengatakan itu untuk merayakan tahun
baru, yang jatuh pada hari Selasa (5/2/2019).
Tayangan
propaganda berdurasi 3,5 menit yang dirilis di Weibo meninggalkan
sedikit imajinasi karena melapiskan lencana resmi Angkatan Udara PLA
melawan tembakan pencakar langit ikonik Taiwan, Taipei 101, yang pernah
menjadi gedung tertinggi di dunia.
Meski menampilkan manuver
pesawat pembom H-6 dan jet tempur siluman J-20, pesan video itu
berbicara tentang penyatuan kembali dan persaudaraan. Beijing menganggap
Taiwan sebagai provinsinya yang membangkang dan telah mengancam akan
menyatukan kembali dengan China, termasuk dengan cara kekerasan.
Lirik lagu yang menyertai tayangan video menyerukan; "Saudara dan saudari dari Taiwan untuk kembali (dan) bersatu kembali".
"Elang
tempurku terbang di sekitar Taiwan, ingatan nostalgia dari tanah air
dengan lembut memanggilmu untuk kembali," lanjut lirik lagu tersebut.
Selain
memajang gambar Taipei 101, video propaganda itu juga menampilkan
cuplikan lokasi terkenal lainnya yang ada di Taiwan, seperti Danau Sun
Moon dan Gunung Ali.
Beijing telah mengambil garis keras terhadap
Taipei sejak Tsai Ing-wen terpilih sebagai presiden pulau itu pada
2016. Tsai menolak untuk mendukung pandangan Beijing bahwa Taiwan yang
demokratis adalah provinsi China.
Sebagai tanggapan, PLA telah
meningkatkan latihan militernya di udara dan di perairan di dekat
Taiwan. Selain itu, PLA juga menggelar latihan perang di sisi daratan
Selat Taiwan.
Kementerian pertahanan di Taipei menanggapi video PLA dengan merilis video berdurasi 90 detik, berjudul Freedom Is Not Free, pada hari Senin di Facebook.
Video
balasan dari Taipei itu mencakup gambar kekuatan militer Taiwan seperti
peluncuran rudal dan latihan perang yang melibatkan Angkatan Darat,
Angkatan Udara dan Angkatan Laut. Pesan yang disampaikan menyatakan
bahwa militer Taiwan selalu siap untuk pertempuran, bahkan selama
liburan Tahun Baru Imlek.
Dewan Urusan Daratan Taiwan mengutuk
Beijing karena menggunakan film propaganda untuk membangkitkan perasaan
tidak enak di selat itu.
"Pendekatan ini bertujuan menyatukan
kembali Taiwan dengan kekuatan dan hanya akan menghasilkan hasil yang
kontraproduktif karena Taiwan akan merasa jijik dan tidak menyenangkan,"
katanya, dikutip South China Morning Post.
TAIPEI
- Angkatan Laut Taiwan meluncurkan pesawat nirawak mata-mata jarak jauh
terbarunya pada hari Kamis (24/1/2019). Langkah militer Taipei ini
untuk melawan retorika dan manuver militer China yang semakin berotot.
Pesawat tak berawak atau drone
mata-mata jarak jauh terbaru Taiwan ini diberi nama Rui Yuan (Sharp
Hawk). Menurut para pejabat setempat, kendaraan udara pengintai tersebut
dapat terbang selama 12 jam sehingga bisa diandalkan untuk membantu
memantau pergerakan di selat yang disengketakan oleh Taipei dan Beijing.
"Drone
sekarang menjadi bagian yang tak tergantikan dari strategi pengintaian
kami," kata juru bicara Kementerian Pertahanan Taiwan Chen Chung-chi
kepada AFP. "Mereka adalah pilihan utama kita untuk kegiatan di selat," katanya lagi.
Taiwan
merupakan pulau yang memiliki memiliki mata uang, bendera, dan
pemerintahan sendiri, tetapi tidak diakui sebagai negara merdeka oleh
PBB. China tetap menganggap pulau itu sebagai provinsinya yang
membangkang dan ingin memaksakan reunifikasi termasuk dengan menggunakan
kekuatan militer.
China dan Taiwan berpisah pada tahun 1949
setelah perang saudara. Beijing mengatakan tidak akan ragu untuk
menggunakan kekerasan jika Taipei secara resmi mendeklarasikan
kemerdekaan, atau ada intervensi eksternal, termasuk oleh Amerika
Serikat yang merupakan sekutu tidak resmi paling kuat bagi pulau
tersebut.
Krisis Taiwan telah memanas setelah Presiden China Xi
Jinping dalam pidato Tahun Baru menggambarkan reunifikasi sebagai hal
yang tak terhindarkan.
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen, membalas
dengan mengatakan bahwa rakyatnya tidak akan pernah melepaskan kebebasan
demokratik mereka. Taipei telah menyelenggarakan beberapa latihan
militer sejak pidato Xi Jinping untuk menekankan bahwa pulau itu siap
untuk melawan setiap invasi.
Taipei telah berjuang untuk
mendapatkan peralatan militer dari banyak kekuatan besar yang
dikhawatirkan bisa membuat Beijing marah. Sebagai gantinya, pulau itu
beralih ke pabrik lokal, terutama untuk memperoleh drone dan rudal.
"Penggunaan
lebih banyak drone buatan lokal menunjukkan kemandirian pertahanan
Taiwan dan membantu meningkatkan kemampuan pengintaiannya," kata Wang
Kao-cheng, seorang analis militer di Universitas Tamkang, kepada AFP.
Taipei
saat ini mengandalkan pesawat tempur F-16 buatan Amerika Serikat dan
pesawat tempur Mirage buatan Prancis yang sudah tua untuk menanggapi
manuver militer China. Beberapa analis memperingatkan armada pesawat
tempur itu semakin lelah dan kekurangan suku cadang penting.
Lin Ming-chang, seorang pejabat eksekutif Angkatan Laut Taiwan, mengatakan pesawat tak berawak sangat efektif untuk pengintaian.
"Seorang
pilot, ketika dia terbang, Anda harus kembali dalam dua jam, tetapi
bukan pesawat tanpa awak Rui Yuan. Kita bisa tetap di udara hingga 12
jam," katanya.
"Dalam istilah operasi, baik dalam hal bahan bakar
atau suku cadang mesin, drone dapat beroperasi jauh lebih lama daripada
pesawat berawak," ujarnya.
Pada hari Kamis, Angkatan Laut Taiwan
juga meluncurkan pesawat pengintai yang diterbangkan dengan tangan yang
disebut "The Cardinal", yang diklaim dapat tetap di udara selama satu
jam.
Ilustrasi pasukan angkatan bersenjata China. (AFP PHOTO / STR)
Jakarta, CB -- Badan Intelijen Pertahanan Amerika Serikat memperkirakan China akan menggunakan segala cara, termasuk berperang, untuk menguasai Taiwan.
Menurut AS, militer Negeri Tirai Bambu dalam kondisi cukup kuat untuk
menghadapi pihak-pihak yang menghalangi kepentingan mereka di kawasan
Asia.
"Kepentingan lama Beijing untuk menyatukan Taiwan dengan
daratan China, serta menghalangi upaya Taiwan untuk menyatakan
kemerdekaan, telah menjadi faktor pendorong utama modernisasi militer
China," demikian isi laporan itu, dikutip CNN, Kamis (17/1).
China
sudah menyatakan kepada AS mereka tidak segan menggunakan kekuatan
militer untuk menguasai Taiwan. Mereka juga tidak asal menggertak karena
AS pun mengakui modernisasi militer China.
"Jika seseorang
mencoba memisahkan Taiwan dari China, militer China akan melakukan apa
pun untuk melindungi reunifikasi nasional, kedaulatan nasional dan
integritas wilayah," kata anggota Komisi Militer Pusat China, Jenderal
Li Zuocheng kepada Kepala Operasi Angkatan Laut AS, Laksamana John
Richardson.
Berdasarkan laporan, Badan Intelejen Pertahanan AS memperkirakan China
menghabiskan lebih dari US$200 miliar pada 2018 untuk pembaruan
persenjataan Angkatan Darat. Direktur Badan Intelijen Pertahanan AS,
Letnan Jenderal Robert Ashley, menyatakan China telah menggunakan
berbagai cara untuk memperoleh teknologi canggih demi meningkatkan
kemampuan militernya.
"China mengerahkan dana dan berbagai upaya
untuk memperoleh teknologi dengan segala cara yang ada. Undang-undang
dalam negeri memaksa mitra asing yang berbasis di China untuk
mengalihkan teknologi mereka, dengan imbalan dapat masuk ke pasar China
yang menguntungkan. China juga telah menggunakan cara lain untuk
mengamankan teknologi dan keahlian yang dibutuhkan," kata Ashley.
Dengan cara itu, China tidak harus menanam modal untuk penelitian dan pengembangan yang mahal untuk mendapatkan teknologi baru.
"Sebaliknya,
China telah secara rutin mengadopsi program terbaik dan paling efektif
yang diperoleh dari militer asing melalui pembelian langsung atau
pencurian kekayaan intelektual. Dengan melakukan itu, China telah mampu
berfokus pada percepatan modernisasi militernya," lanjut Ashley.
Ashley mengatakan saat ini China mempunyai sejumlah persenjataan paling
modern di dunia. Salah satunya adalah meriam elektronik (railgun) yang sudah dipasang di kapal perang mereka.
Laporan
itu menyatakan sebagian besar rudal China mampu menghantam Taiwan.
China juga telah mengembangkan sistem persenjataan baru. Yakni hulu
ledak H-6 yang digabungkan dengan rudal jelajah CJ-20, yang dilaporkan
mampu menjangkau pangkalan militer AS di Guam.
Laporan AS juga
menyatakan China telah membangun sejumlah alat utama sistem persenjataan
termasuk kapal selam, kapal perang permukaan, kapal patroli rudal,
pesawat tempur maritim dan sistem pertahanan darat yang menggunakan
rudal jelajah kapal baru dan rudal daratan ke udara (surface to air) yang canggih.
"China
juga telah mengembangkan rudal balistik anti-kapal pertama di dunia,
sebuah sistem yang dirancang khusus untuk menyerang kapal induk musuh,"
tulis laporan itu.
AS menyatakan dengan bekal persenjataan itu, China berharap akan membuat
gentar gerakan pro-kemerdekaan Taiwan. Termasuk jika mereka harus
berperang dengan Taiwan dan pihak ketiga.
Presiden Taiwan, Tsai
Ing-wen mengatakan mereka tetap tidak akan mau bergabung dengan China,
meski dijanjikan mempertahankan sistem pemerintahan demokrasi seperti
halnya Hong Kong.
Selama kunjungannya ke China, Laksamana
Richardson mengatakan Angkatan Laut AS akan terus mengirim kapal perang
ke mana pun asal sesuai izin hukum internasional, termasuk melakukan
operasi pelayaran dengan alasan kebebasan navigasi di Laut China
Selatan.
"Angkatan Laut AS akan terus melakukan operasi rutin yang legal di
seluruh dunia, untuk melindungi hak-hak, kebebasan, serta pemanfaatan
wilayah laut dan udara yang dijamin secara hukum bagi semua pihak," kata
Richardson.
BEIJING
- Militer China memperingatkan Amerika Serikat (AS) bahwa Beijing tidak
akan montolerir intervensi asing dalam urusan Taiwan. Beijing, yang
menganggap Taiwan bagian dari kedaulatannya, tidak akan segan-segan
menggunakan kekuatan untuk mempertahankan wilayahnya.
Peringatan
itu disampaikan Kepala Departemen Staf Gabungan Tentara Pembebasan
Rakyat (PLA) Jenderal Li Zuocheng selama pertemuan dengan Kepala
Angkatan Laut AS Laksamana John Richardson di Beijing.
Richardson
berada di negeri Tirai Bambu itu dalam kunjungan tiga hari, termasuk
singgah di kota timur Nanjing, markas Komando Teater Timur PLA.
Kementerian
Pertahanan China atau Tiongkok dalam sebuah pernyataan mengatakan kedua
pemimpin militer itu terlibat "pertukaran mendalam" terkait pandangan
tentang Taiwan dan Laut China Selatan.
Li memperingatkan bahwa Tiongkok akan mempertahankan kedaulatannya dengan segala cara.
"Masalah
Taiwan adalah masalah urusan dalam negeri Tiongkok yang menyangkut
kepentingan inti Tiongkok dan perasaan orang-orang Tiongkok di Selat
Taiwan, dan Tiongkok tidak akan mengizinkan campur tangan dari luar,"
kata Li, dalam pernyataan kementerian tersebut, yang dikutip dari South
China Morning Post, Rabu (16/1/2019).
"Jika ada yang ingin
memisahkan Taiwan dari Tiongkok, militer Tiongkok akan melindungi
persatuan nasional dengan segala cara untuk melindungi kedaulatan dan
integritas teritorial Tiongkok," lanjut Li.
Li mengatakan ikatan
militer adalah komponen kunci dari hubungan China-AS, dan meminta kedua
belah pihak untuk meningkatkan komunikasi.
"Pasang surut yang
dialami selama 40 tahun sejak berdirinya hubungan Tiongkok-AS telah
menunjukkan bahwa kepentingan bersama antara Tiongkok dan AS jauh
melebihi perbedaan, dan kerja sama adalah pilihan terbaik bagi kedua
belah pihak," kata Li, yang juga anggota Komisi Militer Pusat, badan
penguasa militer.
"Kedua militer harus saling menghormati,
memperkuat rasa saling percaya dan komunikasi, mengelola risiko dengan
benar, dan bekerja untuk menjadikan pertukaran militer sebagai penstabil
hubungan Tiongkok-AS," katanya.
Di bawah Presiden AS Donald
Trump, Washington telah meningkatkan dukungannya bagi Taiwan yang
memerintah sendiri wilayahnya dengan penjualan senjata baru dan
meningkatkan kontak antara para pejabat. Hal itu menuai protes yang
berulang kali dari Beijing.
Presiden China Xi Jinping melihat
penyatuan kembali dengan Taiwan sebagai inti dari visinya tentang
peremajaan negara dan mengatakan dalam pidato bulan ini bahwa Beijing
tidak akan berjanji untuk meninggalkan penggunaan kekuatan guna mencapai
hal tersebut.
Hubungan
Tiongkok dengan AS juga memburuk karena peningkatan militer China di
wilayah Laut China Selatan yang disengketakan. Wilayah itu menjadi
tempat kapal perang kedua negara hampir bertabrakan pada bulan September
lalu.
Dalam pertemuan itu, Richardson mengatakan Amerika Serikat
sangat menghargai hubungan yang konstruktif dan berorientasi pada
hasilnya. Richardson juga menyatakan keinginannya untuk meningkatkan
pertukaran militer tingkat tinggi, memperkuat saling pengertian dan
mengurangi risiko salah paham dan salah perhitungan.
Kunjungan
Richardson ke Beijing merupakan yang kekdua kali sejak dia menjadi
kepala Angkatan Laut AS pada tahun 2015. Kunjungan sebelumnya dilakukan
pada tahun 2016 yang fokus pembicaraan perihal gesekan di Laut China
Selatan.
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen saat memantau latihan militer. Foto/REUTERS/Tyrone Siu
TAIPEI - Presiden Taiwan Tsai Ing-wen pada Sabtu (5/1/2019) menyerukan dukungan dan bantuan masyarakat internasional setelah China mengancam akan menggunakan kekuatan militer untuk memaksa reunifikasi.
Tsai mengatakan bantuan dibutuhkan untuk membela demokrasi dan cara hidup negaranya dalam menghadapi ancaman Beijing.
Permintaan bantuan itu muncul sehari setelah Presiden China Xi Jinping mengatakan angkatan bersenjata negara Tirai Bambu harus memperkuat rasa urgensi mereka dan melakukan segala yang mereka bisa untuk mempersiapkan pertempuran.
"Kami berharap masyarakat internasional menanggapinya dengan serius dan dapat menyuarakan dukungan dan membantu kami," kata Tsai kepada wartawan di Taipei, mengacu pada ancaman China yang akan menggunakan kekuatan militer untuk membawa Taiwan di bawah kendalinya.
Menurutnya, jika komunitas internasional tidak mendukung, maka negaranya yang demokratis bisa terancam. "Kita mungkin harus bertanya negara mana selanjutnya?," ujar Tsai, seperti dikutip Reuters.
Taiwan adalah masalah paling sensitif bagi China. Pemerintah Xi Jinping menganggap Taiwan sebagai provinsinya yang membangkang.
Xi Jinping telah meningkatkan tekanan pada Taipei sejak Tsai dari Partai Progresif Demokratik yang pro-kemerdekaan menjadi presiden Taiwan pada tahun 2016.
Presiden Xi mengatakan pada hari Rabu bahwa China memiliki hak untuk menggunakan kekuatan guna membawa Taiwan di bawah kendalinya. Kendati demikian, pihaknya akan berusaha untuk mencapai reunifikasi damai dengan wilayah tersebut.
Sebagai tanggapannya, Tsai mengatakan Taiwan tidak akan menerima kebijakan politik "satu negara, dua sistem" dengan China. Dia menekankan semua negosiasi perlu dilakukan atas dasar kedua pihak pemerintah.
Tsai juga mendesak China untuk memiliki pemahaman yang benar tentang apa yang orang Taiwan pikirkan. Menurutnya, tindakan seperti intimidasi politik tidak membantu dalam hubungan lintas selat.
China dan Taiwan dulunya memang satu pemerintahan. Namun, terpisah pada tahun 1949 setelah perang saudara.
Arsip: Para TKI di Taiwan foto bersama
sebelum menjalankan tugas sebagai pemandu di beberapa stasiun bawah
tanah di Taipei pada malam pergantina tahun. (GWO Taiwan)
Jakarta (CB) - Kantor Dagang dan Ekonomi Taiwan (Taipei
Economic and Trade Office/TETO) di Indonesia mengklarifikasi tentang
dugaan kasus kerja paksa terhadap para pelajar Indonesia yang
berpartisipasi dalam program kuliah dan magang di Taiwan.
Klarifikasi oleh Perwakilan Taiwan itu dilakukan di kantor TETO di Gedung Artha Graha di Jakarta Selatan pada Jumat.
"Pemerintah Taiwan selalu mementingkan kesejahteraan mahasiswa dan
pekerja asing dan sangat mewajibkan semua universitas dan dan perguruan
tinggi yang berpartisipasi dalam 'Program Magang Industri-Universitas'
untuk mengikuti aturan dan peraturan yang relevan," kata Kepala Kamar
Dagang dan Ekonomi Taiwan (TETO) John Chen.
Dia membantah dugaan kasus kerja paksa yang dialami oleh beberapa
mahasiswa Indonesia di Taiwan seperti yang diberitakan pertama kali oleh
Taiwan News.
"Secara keseluruhan berita yang disampaikan oleh seorang jurnalis Taiwan
(tentang dugaan kerja paksa) itu tidak benar. Bagi para siswa yang
mempunyai keluhan atau merasa tidak puas, kami akan berupaya untuk
meningkatkan dan memperbaiki program ini, tapi saya tekankan bahwa tidak
ada pelecehan," ucap John.
Untuk menyelidiki dugaan kasus kerja paksa terhadap pelajar Indonesia di
"Kelas Khusus Kerjasama Industri-Universitas" dari Universitas Sains
dan Teknologi Hsing Wu, pihak Kementerian Pendidikan Taiwan telah
mengunjungi dan mewawancarai para mahasiswa.
"Berdasarkan semua pengaturan magang di luar kampus sudah sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan Taiwan, dan mereka menangkal
bahwa mereka dilecehkan dalam program magang tersebut," ujar dia.
Dia mengatakan bahwa untuk memastikan kualitas program magang kelas
khusus itu, Kementerian Pendidikan Taiwan telah mengawasi
universitas-universitas, yang menjalankan program kuliah-magang, sejak
tahun 2017 ketika program tersebut diluncurkan.
Dia jugaa menyebutkan bahwa sanksi hukum akan dikenakan terhadap pihak
universitas jika ditemukan penyimpangan atau operasi ilegal. Salah satu
bentuk sanksi itu adalah penghilangan hak universitas untuk
berpartisipasi dalam program internasional kerja sama
industri-universitas. Selain itu, setiap universitas yang terlibat dalam
aktivitas magang ilegal akan dituntut.
Lebih lanjut John menjelaskan bahwa siswa pada tahun pertama tidak akan
diizinkan untuk bekerja lebih dari 20 jam setiap pekan, kecuali pada
saat liburan musim panas dan musim dingin, dan semua harus mendapatkan
izin kerja dan menikmati semua hak sesuai dengan ketentuan hukum
ketenagakerjaan.
"Mereka harus mendapatkan asuransi kesehatan, mendapatkan bayaran yang
sesuai, dibayar dua kali lipat bila lembur, biaya transportasi ke dan
dari universitas yang diatur oleh otoritas universitas," ucapnya.