Ilustrasi kekerasan. (Istockphoto/funky-data)
Jakarta, CB -- Hoaks yang berkembang di
sosial media bahwa kelompok etnis minoritas Romani melakukan penculikan
anak memantik gelombang aksi kekerasan di Perancis, meski polisi telah
menyebut gosip tersebut tak benar.
Polisi Perancis juga mengatakan bahwa sekelompok orang telah menyerang pihak yang diyakini menyebarkan gosip penculikan tersebut.
Lewat cuitan, polisi mengatakan bahwa kabar soal mobil van putih yang mengelilingi area pinggiran kota Paris di Nanterre dan Colombes untuk menculik perempuan-perempuan muda telah memantik tuduhan palsu pada dua orang. Kedua orang itu pada 16 Maret lalu juga diserang sekelompok massa sehingga mengalami cedera ringan.
Polisi Perancis juga mengatakan bahwa sekelompok orang telah menyerang pihak yang diyakini menyebarkan gosip penculikan tersebut.
Lewat cuitan, polisi mengatakan bahwa kabar soal mobil van putih yang mengelilingi area pinggiran kota Paris di Nanterre dan Colombes untuk menculik perempuan-perempuan muda telah memantik tuduhan palsu pada dua orang. Kedua orang itu pada 16 Maret lalu juga diserang sekelompok massa sehingga mengalami cedera ringan.
"Jangan bagikan informasi palsu ini," ujar cuitan polisi tersebut.
Polisi mengatakan bahwa isu penculikan itu benar-benar tidak
berdasar dan "tidak ada kasus penculikan yang telah terkonfirmasi". Kini
polisi juga telah mengamankan 20 orang setelah terjadi serangan pada
komunitas etnis tersebut.
Lewat keterangan resmi, lembaga bantuan hukum La Voix des Rroms mengatakan streotipe rasialis yang menyatakan kelompok etnis Romani sebagai penculik anak sudah beredar sejak era pertengahan (5-15 SM).
Lewat keterangan resmi, lembaga bantuan hukum La Voix des Rroms mengatakan streotipe rasialis yang menyatakan kelompok etnis Romani sebagai penculik anak sudah beredar sejak era pertengahan (5-15 SM).
La Voix des Rroms juga menyamakan serangan anti-Romani itu dengan
pembantaian Rohingya di Myanmar, serta meminta masyarakat Perancis untuk
menjaga mereka-mereka yang nyawanya terancam.
Pada Senin lalu, aksi kekerasan terjadi di Bobigny di Clichy-sous-Bois, area pinggiran kota Paris, demikian menurut laporan AFP. Isu penculikan itu disebutkan berawal dari Facebook dan Snapchat.
Juru bicara pemerintah Perancis, Benjamin Griveaux, mengatakan bahwa insiden tersebut tidak bisa ditoleransi dan menjadi tanda bagi pemerintah untuk memerangi berita palsu.
"Menyebarkan isu seperti itu secara terorganisir dan viral di sosial media menyebabkan kekerasan dan juga stigma pada suatu komunitas," kata Griveaux.
Pada Desember, polisi kota Paris mencuitkan hukuman bagi penyebar kabar palsu.
Hukum Perancis menyatakan bahwa para penyebar kabar palsu di internet bisa didenda sekitar US$51 ribu hingga US$153 ribuu.
Penyebaran berita palsu di sosial media menjadi masalah di berbagai negara di seluruh dunia. Pada Juli 2018, terjadi serangkaian aksi kekerasan akibat kabar palsu yang menyebar di WhatsApp, menyebabkan belasan tewas.
Pada Senin lalu, aksi kekerasan terjadi di Bobigny di Clichy-sous-Bois, area pinggiran kota Paris, demikian menurut laporan AFP. Isu penculikan itu disebutkan berawal dari Facebook dan Snapchat.
Juru bicara pemerintah Perancis, Benjamin Griveaux, mengatakan bahwa insiden tersebut tidak bisa ditoleransi dan menjadi tanda bagi pemerintah untuk memerangi berita palsu.
"Menyebarkan isu seperti itu secara terorganisir dan viral di sosial media menyebabkan kekerasan dan juga stigma pada suatu komunitas," kata Griveaux.
Pada Desember, polisi kota Paris mencuitkan hukuman bagi penyebar kabar palsu.
Hukum Perancis menyatakan bahwa para penyebar kabar palsu di internet bisa didenda sekitar US$51 ribu hingga US$153 ribuu.
Penyebaran berita palsu di sosial media menjadi masalah di berbagai negara di seluruh dunia. Pada Juli 2018, terjadi serangkaian aksi kekerasan akibat kabar palsu yang menyebar di WhatsApp, menyebabkan belasan tewas.
Credit cnnindonesia.com