Portal Berita Tentang Sains, Teknologi, Seni, Sosial, Budaya, Hankam dan Hal Menarik Lainnya
Jumat, 29 Maret 2019
Terapkan Rajam Mati LGBT, Sultan Minta Semua Pihak Hormati Brunei
BANDAR SERI BEGAWAN
- Sultan Hassanal Bolkiah meminta semua pihak menghormati Brunei
Darussalam meski tidak setuju dengan penerapan Hukum Pidana Syariat
Islam yang mencakup eksekusi rajam sampai mati bagi pelaku zina dan hubungan seks sesama jenis. Penerapan hukum rajam dimulai 3 April 2019.
Setiap
orang di Brunei yang dinyatakan bersalah atas pelanggaran hubungan seks
sesama jenis termasuk lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT)
akan dikenai hukuman baru tersebut. Selain rajam, eksekusi potong tangan
bagi pencuri juga akan diberlakukan.
Hukum Pidana baru itu
sejatinya sudah diumumkan pada Mei 2014 oleh Sultan Hassanal Bolkiah
yang bertindak sebagai Perdana Menteri Brunei. Namun, pelaksanaannya
ditunda dan diberlakukan secara bertahap sampai akhirnya diterapkan
murni pada 3 April mendatang.
Seruan
Sultan Bolkiah untuk menghormati aturan di Brunei itu muncul dalam
situs web pemerintah setempat yang dikutip CNN, Jumat (29/3/2019).
"Pemerintah tidak mengharapkan orang lain untuk menerima dan setuju
dengan itu, tetapi itu akan cukup jika mereka menghormati bangsa dengan
cara yang sama seperti itu juga menghormati mereka," bunyi pernyataan di
situs itu mengutip pernyataan Sultan Bolkiah.
Berbagai kelompok
hak asasi manusia (HAM) mendesak Brunei membatalkan penerapan hukuman
seperti itu. Kelompok HAM Amnesty International yang berbasis di London
menyebutnya sebagai hukuman yang mengerikan.
"Melegalkan hukuman
yang kejam dan tidak manusiawi itu mengerikan," kata Rachel
Chhoa-Howard, peneliti Brunei di Amnesty International. "Beberapa
potensi pelanggaran seharusnya tidak dianggap kejahatan sama sekali,
termasuk hubungan seksual konsensual antara orang dewasa dengan jenis
kelamin yang sama."
"Brunei
harus segera menghentikan rencananya untuk menerapkan hukuman kejam ini
dan merevisi hukum pidana sesuai dengan kewajiban hak asasi
manusianya," lanjut Chhoa-Howard.
"Komunitas internasional harus segera mengutuk tindakan Brunei untuk menerapkan hukuman kejam ini ke dalam praktik."
Matthew
Woolfe, pendiri kelompok HAM The Brunei Project, juga menyuarakan
desakan yang senada. "Kami mencoba untuk menekan pemerintah Brunei,
tetapi menyadari ada jangka waktu yang sangat singkat sampai
undang-undang itu berlaku," kata kelompok HAM yang berbasis di Australia
tersebut.
Kelompok itu menyerukan pemerintah Australia untuk meningkatkan tekanan
diplomatik terhadap Brunei. "Kami terkejut bahwa pemerintah sekarang
telah memberikan tanggal dan bergegas melalui implementasi," kata
Woolfe.
Woolfe mengatakan belum ada pengumuman publik
besar-besaran tentang implementasi perubahan Hukum Pidana selain dari
pernyataan yang di-posting di situs Jaksa Agung Brunei akhir Desember
2018, yang baru terungkap pekan ini.