Pemulangan WNI mantan ISIS harus melalui verifikasi berlapis.
CB,
JAKARTA -- Kementerian Luar Negeri RI menyatakan pemulangan WNI dari
wilayah konflik di Suriah dan Irak adalah proses yang rumit dan
membutuhkan waktu lama.
Proses panjang itu
sebelumnya dilakukan saat pemulangan 17 WNI mantan simpatisan ISIS tahun
lalu, yang melibatkan banyak pemangku kepentingan termasuk di antaranya
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Intelijen
Negara (BIN).
“Jadi saya tidak bisa sampaikan apakah mereka (WNI yang berada
di Suriah) akan kembali, kapan kembalinya, bagaimana kembalinya. Itu
adalah tahapan panjang yang harus kami lakukan,” kata juru bicara
Kementerian Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, dalam press briefing di
Jakarta, Kamis (28/3).
Dia
menjelaskan, tahap awal dalam pemulangan WNI mantan simpatisan ISIS
adalah proses verifikasi data untuk memastikan bahwa mereka betul-betul
WNI.
Proses itu akan rumit, menurut Arrmanatha,
sebab sebagian dari orang-orang tersebut pergi ke Suriah secara ilegal
dan tidak memiliki dokumen perjalanan resmi.
Setelah
verifikasi status kewarganegaraan, pemerintah akan melakukan penilaian
terhadap orang-orang tersebut mencakup kondisi fisik, psikologis, untuk
melihat sejauh mana mereka terpapar radikalisme.
“Setelah
diverifikasi, kami melakukan analisis kembali untuk proses
deradikalisasi. Ada berbagai tahap yang dilakukan di Suriah dan
Indonesia. Tahapannya memang sangat panjang dan dari situ kami
menentukan apakah mereka bisa kembali ke Indonesia atau tidak,” tutur
Arrmanatha.
Pernyataan Arrmanatha tersebut
menanggapi laporan yang mengatakan puluhan WNI ditemukan di antara
ribuan keluarga pejuang ISIS yang berada di kamp-kamp penampungan Al
Hol, Suriah TImur.
Lebih dari 9.000 keluarga anggota ISIS berada di kamp-kamp tersebut, setelah kekalahan ISIS di Timur Tengah.
Sejumlah
negara seperti Inggris dan Amerika Serikat telah menyatakan
kebijakannya untuk tidak menerima warga negaranya yang bergabung dengan
ISIS.