BAMAKO
- Seorang juru bicara pemerintah Mali mengatakan korban tewas dalam
serangan terhadap penduduk desa di Mali tengah pada hari Sabtu oleh
orang-orang bersenjata tak dikenal telah meningkat menjadi 157. Ia juga
membenarkan serangan tersebut sebagai salah satu kekejaman terbaru di
negara yang dilanda oleh kekerasan etnis itu.
Serangan tersebut terjadi ketika misi Dewan Keamanan PBB mengunjungi negara penghasil emas Afrika Barat itu untuk mencari solusi bagi kekerasan yang telah menewaskan ratusan warga sipil tahun lalu dan menyebar ke seluruh wilayah Sahel di Afrika Barat.
Seorang pejabat dari kota terdekat mengatakan pada hari Sabtu bahwa orang-orang bersenjata, berpakaian tradisional seperti suku pemburu Donzo, menyerang desa-desa yang dihuni oleh suku penggembala Fulani. Banyak dari mereka mencurigai suku Fulani menyembunyikan para ekstrimis Islam, tuduhan yang disangkal oleh Fulani.
Serangan tersebut terjadi ketika misi Dewan Keamanan PBB mengunjungi negara penghasil emas Afrika Barat itu untuk mencari solusi bagi kekerasan yang telah menewaskan ratusan warga sipil tahun lalu dan menyebar ke seluruh wilayah Sahel di Afrika Barat.
Seorang pejabat dari kota terdekat mengatakan pada hari Sabtu bahwa orang-orang bersenjata, berpakaian tradisional seperti suku pemburu Donzo, menyerang desa-desa yang dihuni oleh suku penggembala Fulani. Banyak dari mereka mencurigai suku Fulani menyembunyikan para ekstrimis Islam, tuduhan yang disangkal oleh Fulani.
Pasukan Prancis melakukan intervensi di Mali, bekas koloninya pada 2013 untuk mendorong mundur gerakan kelompok-kelompok ekstrimis itu dari gurun utara. Tetapi gerilyawan sejak itu telah berkumpul kembali dan memperluas kehadiran mereka ke Mali tengah dan negara-negara tetangga.
Sekitar 4.500 tentara Prancis tetap bermarkas di Sahel yang lebih luas, kebanyakan dari mereka di Mali. Amerika Serikat (AS) juga memiliki ratusan tentara di wilayah tersebut.
Credit sindonews.com