WASHINGTON
- Ada bukti yang dapat dipercaya bahwa serangan udara militer Amerika
Serikat (AS) di Somalia telah menewaskan atau melukai hampir dua lusin
warga sipil. Hal itu dikatakan oleh kelompok hak asasi manusia
internasional, Amnesty International (AI).
AI menuduh bahwa Pentagon tidak cukup dalam melakukan pemeriksaan terhadap potensi korban.
AI mengatakan telah menganalisis citra satelit dan data lainnya, serta mewawancarai 65 saksi dan penyintas dari lima sernagan udara spesifik dalam laporannya. Laporan tersebut menyimpulkan bahwa ada bukti kredibel bahwa AS bertanggung jawab atas empat serangan udara, dan bahwa masuk akal AS melakukan serangan kelima. Dikatakan 14 warga sipil tewas dan delapan lainnya luka-luka dalam serangan itu.
AI menuduh bahwa Pentagon tidak cukup dalam melakukan pemeriksaan terhadap potensi korban.
AI mengatakan telah menganalisis citra satelit dan data lainnya, serta mewawancarai 65 saksi dan penyintas dari lima sernagan udara spesifik dalam laporannya. Laporan tersebut menyimpulkan bahwa ada bukti kredibel bahwa AS bertanggung jawab atas empat serangan udara, dan bahwa masuk akal AS melakukan serangan kelima. Dikatakan 14 warga sipil tewas dan delapan lainnya luka-luka dalam serangan itu.
Namun, kelompok hak asasi manusia itu menyimpulkan bahwa sikap militer AS yang berkeras tidak ada kematian warga sipil adalah salah.
"Jumlah korban sipil yang kami temukan hanya dalam beberapa serangan menunjukkan selubung kerahasiaan seputar peran AS dalam perang Somalia sebenarnya adalah tabir asap untuk impunitas," kata penasihat senior Amnesty International, Brian Castner.
Laporan itu datang pada hari yang sama dengan pernyataan seorang pejabat intelijen Somalia dan dua warga setempat yang mengatakan serangan pesawat tak berawak AS pada hari Senin menewaskan warga sipil.
Pejabat Somalia itu mengatakan pesawat tak berawak itu menargetkan sebuah kendaraan yang membawa tersangka militan dan tampaknya menghantam kendaraan lain yang mungkin membawa warga sipil. Pejabat itu tidak berwenang untuk berbicara dengan media dan melakukannya dengan syarat anonimitas.
Credit sindonews.com