AS menaikkan bea masuk impor aluminium dan baja dari Turki.
CB,
ANKARA -- Juru bicara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Ibrahim
Kalin mengatakan negaranya tidak mendukung perang ekonomi. Pernyataannya
menyinggung situasi yang sedang dihadapi Turki dengan Amerika Serikat
(AS).
"Turki tidak mendukung perang ekonomi. Tetapi tidak mungkin tetap
diam saat diserang," kata Kalin pada Rabu (15/8), dikutip laman
Anadolu Agency.
Hubungan
antara Turki dan AS menegang setelah Presiden AS Donald Trump
memutuskan menaikkan bea masuk atas impor aluminium dan baja dari Turki
menjadi 20-50 persen. Hal itu menyebabkan nilai mata uang Turki kolaps
dan terpuruk.
Namun, Kalin mengatakan saat ini kondisi
ekonomi Turki mulai membaik. "Kami melihat itu (ekonomi) telah mulai
membaik kemarin. Ini adalah harapan utama kami bahwa perbaikan ini akan
terus berlanjut," ujarnya.
Kalin optimistis perekonomian
Turki akan pulih kembali dan menjadi lebih kuat dengan langkah-langkah
yang akan ditempuh oleh institusi-institusinya. "Saat ini Turki akan
mengubah krisis ini menjadi peluang. Langkah-langkah yang diambil dalam
arah ini sudah memberi sinyal bahwa krisis ini akan berubah menjadi
peluang," kata Kalin.
Ia mengatakan Erdogan akan
menghubungi Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Prancis Emmanuel
Macron. Erodgan diperkirakan akan turut membahas perang dagang yang
sedang dihadapi Turki. Merkel, pada Senin (13/8), telah menunjukkan
dukungan terhadap Turki. Menurut Merkel, kemakmuran perekonomian Turki
melayani kepentingan Jerman.
Memanasnya hubungan Turki
dengan AS salah satunya dipicu kasus Andrew Brunson, seorang pastor yang
kini ditahan Turki. Ia dituding terlibat gerakan makar dan subversif
terhadap pemerintahan Erdogan dua tahun lalu, tepatnya ketika upaya
kudeta yang gagal.
AS telah lama menyeru Turki agar
melepaskan warganya itu. Namun Turki menolak. Pemerintah AS telah
sesumbar bahwa Turki akan menerima lebih banyak tekanan ekonomi jika
tetap enggan membebaskan Brunson.
Menteri Luar
Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan perselisihan negaranya dengan
Amerika Serikat (AS) perlu segera diselesaikan melalui dialog. Saat ini
kedua negara tengah mengalami krisis diplomatik dan terlibat perang
ekonomi.
"Penting untuk kembali ke
dialog untuk menyelesaikan masalah. Ancaman dan tekanan dari AS penuh
dengan kekacauan," kata Cavusoglu ketika menggelar konferensi pers
bersama Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov pada Selasa (14/8),
dikutip laman kantor berita Rusia TASS.
Ia
mengatakan, selain Turki, AS sangat berpotensi menjatuhkan sanksi
kepada negara-negara Eropa. Menurutnya, tindakan semacam itu tak membuat
AS kian disegani. Justru sebaliknya, negara-negara yang dikenakan
sanksi tidak akan menaruh hormat kepada Washington.
"Jika
AS ingin dihormati di arena global, mereka harus menunjukkan rasa
hormat terhadap kepentinyan negara lain," ujar Cavusoglu.
Sementara
itu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan akan memboikot
semua produk atau barang elektronik asal AS, termasuk Iphone, ponsel
pintar milik perusahaan teknologi raksasa, Apple. Turki pun akan
menaikkan bea masuk untuk produk AS lainnya, seperti mobil, minuman
beralkohol, dan produk tembakau.