WASHINGTON
- Amerika Serikat (AS) menuduh Iran beritikad buruk dengan menggugat
sanksi baru Washington ke pengadilan internasional. Sanksi itu
dijatuhkan AS terkait dengan program nuklir dan rudal Iran.
Iran telah meminta Mahkamah Internasional untuk memerintahkan AS mencabut sanksinya. Sanksi itu diberlakukan kembali setelah Presiden AS Donald Trump menarik diri dari perjanjian nuklir multilateral 2015.
Iran membawa kasus ini ke pengadilan di Den Haag berdasarkan perjanjian persahabatan tahun 1955 yang mendahului Revolusi Islam di negara itu.
Washington mengatakan kepada pengadilan bahwa tidak ada yurisdiksi untuk memutuskan kasus tersebut, yang dikatakannya adalah masalah keamanan nasional.
Iran telah meminta Mahkamah Internasional untuk memerintahkan AS mencabut sanksinya. Sanksi itu diberlakukan kembali setelah Presiden AS Donald Trump menarik diri dari perjanjian nuklir multilateral 2015.
Iran membawa kasus ini ke pengadilan di Den Haag berdasarkan perjanjian persahabatan tahun 1955 yang mendahului Revolusi Islam di negara itu.
Washington mengatakan kepada pengadilan bahwa tidak ada yurisdiksi untuk memutuskan kasus tersebut, yang dikatakannya adalah masalah keamanan nasional.
"Iran
tidak menganjurkan perjanjian persahabatan dengan itikad baik dalam
proses ini," kata pengacara Departemen Luar Negeri AS Jennifer Newstead
dalam argumen penutupnya.
"Iran tidak dapat diizinkan untuk menarik pengadilan ini ke dalam kampanye politik dan psikologis terhadap Amerika Serikat," tambahnya seperti dikutip dari AFP, Kamis (30/8/2018).
Selama empat hari persidangan, Iran mengatakan sanksi yang diberlakukan kembali bulan ini menyebabkan penderitaan ekonomi bagi warganya.
Para pengacara AS menjawab bahwa salah urus ekonomi adalah akar dari kesengsaraan Iran.
Gelombang kedua dari sanksi AS akan menghantam Iran pada awal November, menargetkan ekspor minyak yang vital.
Menutup sidang, ketua ICJ Abdulqawi Yusuf mengatakan pengadilan akan mengeluarkan putusan sesegera mungkin tetapi tidak menetapkan tanggalnya.
"Para hakim sangat menyadari taruhan politik," kata Eric De Brabandere, profesor penyelesaian sengketa internasional di Universitas Leiden di Belanda.
"Tetapi pada prinsipnya pengadilan akan memfokuskan secara ketat pada aspek hukum dari kasus ini," katanya kepada AFP.
"Iran tidak dapat diizinkan untuk menarik pengadilan ini ke dalam kampanye politik dan psikologis terhadap Amerika Serikat," tambahnya seperti dikutip dari AFP, Kamis (30/8/2018).
Selama empat hari persidangan, Iran mengatakan sanksi yang diberlakukan kembali bulan ini menyebabkan penderitaan ekonomi bagi warganya.
Para pengacara AS menjawab bahwa salah urus ekonomi adalah akar dari kesengsaraan Iran.
Gelombang kedua dari sanksi AS akan menghantam Iran pada awal November, menargetkan ekspor minyak yang vital.
Menutup sidang, ketua ICJ Abdulqawi Yusuf mengatakan pengadilan akan mengeluarkan putusan sesegera mungkin tetapi tidak menetapkan tanggalnya.
"Para hakim sangat menyadari taruhan politik," kata Eric De Brabandere, profesor penyelesaian sengketa internasional di Universitas Leiden di Belanda.
"Tetapi pada prinsipnya pengadilan akan memfokuskan secara ketat pada aspek hukum dari kasus ini," katanya kepada AFP.
Meskipun mereka terikat perjanjian persahabatan dan hubungan ekonomi 1955, Iran dan Amerika Serikat belum memiliki hubungan diplomatik sejak tahun 1980.
ICJ didirikan pada 1946 untuk memutuskan perselisihan antar negara.
"Pengadilan bertugas memutuskan hanya apakah itu memiliki yurisdiksi atas permintaan Iran," kata De Brabandere.
Namun dia mencatat bahwa konsekuensi politik dari keputusan itu tentu saja penting, karena negara manapun akan melihat hasil yang menguntungkan sebagai kemenangan besar.
Credit sindonews.com