Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan Presiden China Xi Jinping. (REUTERS/Kim Kyung-Hoon)
"Pyongyang terus memberikan ancaman serius yang belum pernah terjadi sebelumnya dan secara signifikan merusak keamanan serta perdamaian di kawasan, bahkan komunitas internasional secara lebih luas," bunyi buku putih Jepang 2018 itu.
Tokyo berkeras bahwa "tidak ada perubahan dalam pengakuan dasar mengenai ancaman senjata nuklir dan rudal Korea Utara".
Padahal, sejak awal tahun ini, ketegangan Korea Utara terus mereda, terutama setelah pertemuan tinggi inter-Korea pada April lalu, dan KTT Amerika Serikat-Korea Utara pada Juni lalu.
Korea Utara juga sudah tak lagi menguji coba senjara rudal maupun nuklirnya dalam setahun terakhir.
Menteri Pertahanan Jepang Itsunori Onodera mengatakan pemerintahnya mengetahui bahwa Korea Utara sudah memulai "dialog dengan Korea Selatan dan Amerika Serikat.
Meski begitu, banyak pihak menganggap perjanjian denuklirisasi yang disepakati Presiden Donald Trump bersama Pemimpin Tertinggi Kim Jong-un di Singapura tak berbuah hasil yang signifikan hingga saat ini.
"Tetapi kami tidak dapat mengabaikan fakta bahwa, bahkan sampai hari ini, Korea Utara memiliki dan sepenuhnya menyebarkan beberapa ratus rudal yang bisa menjangkau hampir seluruh wilayah Jepang," kata Onodera seperti dikutip AFP.
Dalam buku putih itu, Jepang mengatakan akan terus meningkatkan kapasitasnya untuk melindungi negara dari "senjata Korea Utara", dengan salah satunya memasang sistem radar Amerika Serikat senilai US$4,2 miliar untuk tiga dekade ke depan.
Selain Korea Utara, buku putih Jepang juga menyinggung China sebagai salah satu ancaman negara.
Dengan modernisasi militernya yang terus menguat, China dianggap memicu "kekhawatiran keamanan yang kuat di kawasan dan komunitas internasional, termasuk Jepang."
Dalam laporan itu, Tokyo menegaskan kekhawatirannya terkait peningkatan bujet pertahanan dan militer China dan ambisi angkatan laut Negeri Tirai Bambu itu di kawasan.
Jepang mengeluh bahwa China berusaha "mengubah status quo dengan paksaan," merujuk pada agresivitas Beijing di Laut China Selatan dan Laut China Timur. Beijing-Tokyo hingga kini masih memiliki sengketa wilayah di Laut China Timur yang belum terselesaikan.
Credit cnnindonesia.com