TEL AVIV
- Pemerintah Republik Korea atau Korea Selatan (Korsel) baru-baru ini
menolak kunjungan resmi Presiden Israel Reuven Rivlin ke Seoul. Tak ada
penjelasan dari Seoul soal alasan penolakan itu yang membuat Tel Aviv
terkejut.
Pihak Rivlin tak merinci kapan kunjungan yang ditolak Seoul itu berlangsung. Mengutip laporan Ynet, Jumat (31/8/2018), kujungan tersebut diusulkan Chaim Choshen, Duta Besar Israel untuk Korea Selatan atas nama Kementerian Luar Negeri yang berkoordinasi dengan pihak President's Residence.
Meski tidak ada penjelasan alasan penolakan kunjungan Presiden Rivlin, namun penolakan oleh Seoul itu tidak bisa disangkal.
Menurut laporan media Israel, informasi penolakan kunjungan resmi itu bukan karena masalah pribadi terhadap Rivlin, tetapi ada ketidaksepakatan bisnis keamanan yang jadi penyebabnya.
Pihak Rivlin tak merinci kapan kunjungan yang ditolak Seoul itu berlangsung. Mengutip laporan Ynet, Jumat (31/8/2018), kujungan tersebut diusulkan Chaim Choshen, Duta Besar Israel untuk Korea Selatan atas nama Kementerian Luar Negeri yang berkoordinasi dengan pihak President's Residence.
Meski tidak ada penjelasan alasan penolakan kunjungan Presiden Rivlin, namun penolakan oleh Seoul itu tidak bisa disangkal.
Menurut laporan media Israel, informasi penolakan kunjungan resmi itu bukan karena masalah pribadi terhadap Rivlin, tetapi ada ketidaksepakatan bisnis keamanan yang jadi penyebabnya.
Laporan
tersebut menyatakan, penolakan terjadi karena Korsel frustrasi atas
penolakan Israel terhadap kesepakatan bisnis keamanan penting, seperti
pembuatan empat kapal keamanan berbobot 1.200 ton yang dirancang untuk
melindungi anjungan pengeboran gas alam lepas pantai Israel.
Alih-alih memilih konglomerat Korea Selatan dalam bisnis itu, Israel justru memilih konglomerat Jerman, ThyssenKrupp. Laporan ini sinkron dengan informasi yang disajikan dalam dokumen investigasi skandal kapal selam Israel yang dikenal sebagai "Kasus 3000".
Korea Selatan juga kecewa karena Israel menahan diri dengan tidak mengucapkan selamat atas konferensi tingkat tinggi (KTT) antara Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un pada bulan April tahun ini.
Contoh lain dari frustrasi Korea Selatan adalah klaim Israel bahwa kemajuan menuju perjanjian perdagangan bebas untuk memudahkan eksportir Israel yang beroperasi di Korea Selatan terhalang oleh sikap Seoul yang "menyeret kaki mereka". Padahal, kesepakatan tersebut telah disetujui oleh berbagai forum dan telah menunggu stempel persetujuan Korea Selatan selama lebih dari setahun.
Hal itu diperparah dengan sikap Korea Selatan yang memberikan suara di Majelis Umum PBB 2017 untuk mengutuk pengakuan Amerika Serikat atas Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
Selain itu, para pejabat Israel terkejut oleh penolakan Korea Selatan terhadap kunjungan Rivlin sejak presiden itu dianggap sebagai teman Seoul. Rivlin ketika menjabat sebagai menteri komunikasi di masa lalu pernah bertemu dengan CEO perusahaan terbesar Korea Selatan.
Sebaliknya, pejabat senior Kementerian Luar Negeri Israel mengatakan bahwa penolakan Korea Selatan tidak berasal dari krisis atau ketegangan dalam hubungan kedua negara. Meskipun tidak mengenakkan, pejabat itu mengklaim bahwa hubungan kedua negara masih baik-baik saja.
Alih-alih memilih konglomerat Korea Selatan dalam bisnis itu, Israel justru memilih konglomerat Jerman, ThyssenKrupp. Laporan ini sinkron dengan informasi yang disajikan dalam dokumen investigasi skandal kapal selam Israel yang dikenal sebagai "Kasus 3000".
Korea Selatan juga kecewa karena Israel menahan diri dengan tidak mengucapkan selamat atas konferensi tingkat tinggi (KTT) antara Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un pada bulan April tahun ini.
Contoh lain dari frustrasi Korea Selatan adalah klaim Israel bahwa kemajuan menuju perjanjian perdagangan bebas untuk memudahkan eksportir Israel yang beroperasi di Korea Selatan terhalang oleh sikap Seoul yang "menyeret kaki mereka". Padahal, kesepakatan tersebut telah disetujui oleh berbagai forum dan telah menunggu stempel persetujuan Korea Selatan selama lebih dari setahun.
Hal itu diperparah dengan sikap Korea Selatan yang memberikan suara di Majelis Umum PBB 2017 untuk mengutuk pengakuan Amerika Serikat atas Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
Selain itu, para pejabat Israel terkejut oleh penolakan Korea Selatan terhadap kunjungan Rivlin sejak presiden itu dianggap sebagai teman Seoul. Rivlin ketika menjabat sebagai menteri komunikasi di masa lalu pernah bertemu dengan CEO perusahaan terbesar Korea Selatan.
Sebaliknya, pejabat senior Kementerian Luar Negeri Israel mengatakan bahwa penolakan Korea Selatan tidak berasal dari krisis atau ketegangan dalam hubungan kedua negara. Meskipun tidak mengenakkan, pejabat itu mengklaim bahwa hubungan kedua negara masih baik-baik saja.
Credit sindonews.com