Kamis, 30 Agustus 2018

Donald Trump Tuduh Cina Meretas Email Hillary Clinton



Presiden Amerika Serikat Donald Trump berbicara dalam Ohio Republican Party State Dinner 2018 di Kolumbus, Ohio, Amerika Serikat, 24 Agustus 2018. (AP Photo/John Minchillo)
Presiden Amerika Serikat Donald Trump berbicara dalam Ohio Republican Party State Dinner 2018 di Kolumbus, Ohio, Amerika Serikat, 24 Agustus 2018. (AP Photo/John Minchillo)

CB, Jakarta - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, melalui kicauan Twitternya telah menuduh Cina meretas email dari kandidat presiden Demokrat Hillary Clinton pada masa pilpres 2016.
"Email Hillary Clinton, yang banyak di antaranya adalah Informasi Rahasia, diretas oleh Cina. Tindakan lanjutan sebaiknya dilakukan oleh FBI & DoJ (Departemnt of Justice/Departemen Kehakiman AS) atau, setelah semua kesalahan mereka yang lain (Comey, McCabe, Strzok, Page, Ohr, FISA, Dirty Dossier, dll.), Kredibilitas mereka akan hilang selamanya!" tulis Trump di Twitter pada Rabu dini hari, seperti dilaporkan Reuters, 29 Agustus 2018.
Donald Trump berkicau sebelumnya pada Selasa malam, bahwa "Cina meretas Server Email pribadi Hillary Clinton. Apakah mereka yakin itu bukan Rusia (hanya bercanda!)? Apa kemungkinan bahwa FBI dan DoJ berada di atas ini? Sebenarnya, cerita yang sangat besar. Banyak informasi rahasia!"

Sementara menanggapi tuduhan Donald Trump, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Hua Chunying, mengatakan tuduhan semacam itu bukanlah hal baru.
"Ini bukan pertama kalinya kami mendengar tuduhan serupa," kata Hua.
"Cina adalah pembela cybersecurity yang gigih. Kami dengan tegas menentang dan menindak segala bentuk serangan internet dan pencurian berkas rahasia," tambahnya, tanpa spesifik merujuk Donald Trump atau Hillary Clinton.
Sementara dalam laporan oleh Daily Caller, yang dikutip dari Russia Today, menyatakan bahwa sebuah entitas milik Cina, yang dikendalikan oleh Beijing, menyematkan kode ganas ke dalam server pribadi mantan Menteri Luar Negeri dan calon presiden dari Partai Demokrat, Hillary Clinton, digunakan untuk mencuri pesan-pesannya, baik pribadi dan terkait pekerjaan, termasuk informasi rahasia dengan klasifikasi paling rahasia.
Menggunakan kode ini, perusahaan Cina, dikatakan beroperasi di pinggiran utara Virginia Washington, memiliki akses penuh ke email Clinton dikirim melalui "salinan terkonfirmasi" yang diterima secara real time.
Inspektur Komunitas Intelijen Umum (ICIG) mengetahui keganjilan ini pada awal 2015 dan segera memberi tahu FBI. Peneliti ICIG, Frank Rucker dan pengacara Janette McMillan, kemudian berulang kali bertemu dengan agen-agen FBI untuk menjelaskan tentang masalah ini, termasuk dengan Peter Strzok. Strzok adalah mantan anggota tim penasihat hukum FBI Robert Mueller, yang telah mencari bukti keterlibatan Rusia dengan Presiden AS Donald Trump.

Presiden Cina, Xi Jinping dan Presiden AS, Donald Trump. REUTERS
Meskipun nama perusahaan yang diduga menyadap server pribadi Clinton tidak diungkapkan dalam laporan itu, mantan pejabat intelijen mengatakan kepada Daily Caller bahwa itu adalah perusahaan publik, bukan perusahaan teknologi, tetapi dikenal luas memiliki kontak dengan intelijen pemerintah Cina.
Para pejabat intelijen AS mengatakan Rusia mengatur peretasan pejabat Demokrat untuk ikut campur dalam pemilihan presiden 2016.
Grand Jury federal AS mendakwa 12 perwira intelijen Rusia pada bulan Juli atas tuduhan meretas jaringan komputer Clinton dan Partai Demokrat.

Penasihat Khusus Robert Mueller sedang menyelidiki peran Rusia dalam pemilu 2016 dan apakah kampanye kandidat Republik Trump bersekongkol dengan Moskow. Rusia membantah ikut campur dalam pemilihan, sementara Trump membantah adanya kolusi.Donald Trump mengatakan pada April 2017, Cina mungkin telah meretas email pejabat Demokrat untuk ikut campur dalam pemilihan presiden 2016. Dia juga tidak memberikan bukti apa pun yang mendukung tuduhannya pada waktu itu. Cina telah berulang kali membantah tuduhan keterlibatan dalam serangan peretasan di luar negeri.





Credit  tempo.co