WASHINGTON
- Mantan direktur intelijen nasional Amerika Serikat (AS), Dennis
Blair, menyerukan militer Taiwan berlatih untuk menyerang kapal induk
China, Liaoning. Menurutnya, simulasi serangan harus dilakukan jika
kapal raksasa Beijing itu mengitari wilayah Taipei.
Komentar Blair, seorang pensiunan laksamana angkatan laut, di-posting 22 Agustus 2018 untuk Saskawa Peace Foundation USA.
"Jika kapal induk berlayar di sekitar Taiwan, pasukan Taiwan harus memanfaatkan kehadirannya untuk melakukan simulasi serangan terhadap Liaoning," katanya.
"Meningkatkan kesiapan mereka sendiri dan mendemonstrasikan kenyataan bahwa Liaoning rentan dalam kondisi masa perang," lanjut Blair, seperti dikutip Sputnik, Kamis (30/8/2018).
Komentar Blair, seorang pensiunan laksamana angkatan laut, di-posting 22 Agustus 2018 untuk Saskawa Peace Foundation USA.
"Jika kapal induk berlayar di sekitar Taiwan, pasukan Taiwan harus memanfaatkan kehadirannya untuk melakukan simulasi serangan terhadap Liaoning," katanya.
"Meningkatkan kesiapan mereka sendiri dan mendemonstrasikan kenyataan bahwa Liaoning rentan dalam kondisi masa perang," lanjut Blair, seperti dikutip Sputnik, Kamis (30/8/2018).
Blair
adalah direktur ketiga intelijen nasional di era Presiden Barack Obama.
Dia jadi bos intelijen nasional sebelum Januari 2009 hingga Mei 2010.
Dia mengundurkan diri sebagai protes terhadap rumitnya birokrasi di
Gedung Putih.
Kapal induk Liaoning Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) pernah berlayar menuju Taiwan pada bulan Maret lalu.
Awalnya, penerbangan dan misi laut China di dekat Jepang dan Taiwan belum dinyatakan ilegal. Namun, setelah ancaman mulai dirasakan, pesawat Jepang dan Taiwan dimobilisasi dan bertemu dengan pesawat maupun kapal China. Pesawat dan kapal China lantas dikawal menjauh dari Zona Ekonomi Eksklusif, Zona Identifikasi Pertahanan Udara atau pun perairan teritorial dan wilayah udara kedua pihak yang terusik.
Mantan penasihat presiden Obama itu mengatakan bahwa tanggapan Jepang dan Taiwan memberikan kesempatan bagi PLA untuk memperoleh wawasan intelijen tentang kemampuan pengawasan dan reaksi kedua negara. Wawasan itu dapat digunakan untuk keuntungan PLA dalam operasi tempur.
Terkait dengan Taiwan, China hingga kini tak mengakui wilayah itu sebagai negara merdeka, tapi dianggap sebagai provinsinya yang membangkang. Ketika sebuah laporan muncul pada bulan Juli bahwa kontingensi Angkatan Laut AS kemungkinan akan ditempatkan di kedutaan AS yang baru secara de facto di Taiwan, media pemerintah China, Global Times, memperingatkan bahwa Beijing bisa meluncurkan invasi habis-habisan sebagai respons.
Menurut editorial media pemerintah itu, Beijing tidak tertarik pada penempatan personel AS seperti itu di Taiwan. Penempatan personel militer, jika benar, maka akan dianggap sebagai "subversi dari kebijakan satu-China".
Pemerintah Taiwan yang dipimpin Presidenan Tsai Ing-wen telah menolak untuk mendukung gagasan bahwa Taipei bagian dari "satu China". Penolakan Taiwan menjadi bagian dari China itu telah memicu ketegangan sejak Tsai menjabat tahun 2016.
Kapal induk Liaoning Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) pernah berlayar menuju Taiwan pada bulan Maret lalu.
Awalnya, penerbangan dan misi laut China di dekat Jepang dan Taiwan belum dinyatakan ilegal. Namun, setelah ancaman mulai dirasakan, pesawat Jepang dan Taiwan dimobilisasi dan bertemu dengan pesawat maupun kapal China. Pesawat dan kapal China lantas dikawal menjauh dari Zona Ekonomi Eksklusif, Zona Identifikasi Pertahanan Udara atau pun perairan teritorial dan wilayah udara kedua pihak yang terusik.
Mantan penasihat presiden Obama itu mengatakan bahwa tanggapan Jepang dan Taiwan memberikan kesempatan bagi PLA untuk memperoleh wawasan intelijen tentang kemampuan pengawasan dan reaksi kedua negara. Wawasan itu dapat digunakan untuk keuntungan PLA dalam operasi tempur.
Terkait dengan Taiwan, China hingga kini tak mengakui wilayah itu sebagai negara merdeka, tapi dianggap sebagai provinsinya yang membangkang. Ketika sebuah laporan muncul pada bulan Juli bahwa kontingensi Angkatan Laut AS kemungkinan akan ditempatkan di kedutaan AS yang baru secara de facto di Taiwan, media pemerintah China, Global Times, memperingatkan bahwa Beijing bisa meluncurkan invasi habis-habisan sebagai respons.
Menurut editorial media pemerintah itu, Beijing tidak tertarik pada penempatan personel AS seperti itu di Taiwan. Penempatan personel militer, jika benar, maka akan dianggap sebagai "subversi dari kebijakan satu-China".
Pemerintah Taiwan yang dipimpin Presidenan Tsai Ing-wen telah menolak untuk mendukung gagasan bahwa Taipei bagian dari "satu China". Penolakan Taiwan menjadi bagian dari China itu telah memicu ketegangan sejak Tsai menjabat tahun 2016.
Credit sindonews.com