Kamis, 30 Agustus 2018

Jerman Serahkan Jasad Korban Pembantaian Militer di Namibia

Jerman Serahkan Jasad Korban Pembantaian Militer di Namibia
Ilustrasi Bendera Namibia. (Paul Childs)



Jakarta, CB -- Pemerintah Jerman menyerahkan jasad-jasad suku asli Namibia yang dibantai di masa penjajahan satu abad lalu. Keluarga korban menuntut agar pemerintah Jerman menyatakan permohonan maaf secara resmi.

Jasad korban pembantaian tentara Jerman tersebut akan diterima delegasi pemerintah Namibia, termasuk 19 tengkorak, kulit kepala dan tulang belulang, dalam sebuah misa di Berlin.

"Kami ingin membantu penyembuhan luka dari kekejaman Jerman saat itu," kata Michella Muentefering, Menteri Negara Kebijakan Budaya Internasional di Kementerian Luar Negeri Jerman seperti dilansir kantor berita AFP, Rabu (29/8).



Meski begitu wakil keluarga dari ribuan suku Herero dan Nama yang dibantai antara 1904 dan 1908 setelah memberontak melawan penguasa kolonial menyatakan upacara itu tidak cukup.

Esther Utjiua Muinjangue, Ketua Yayasan Genosa Ovaherero, menyatakan serah terima itu menjadi 'kesempatan sempurna' bagi pemerintah Jerman untuk secara resmi minta maaf atas tragedi yang kerap disebut sebagai genosida pertama di abad ke-20.

"Apakah permintaan itu terlalu banyak? Saya kira tidak?" kata dia dalam jumpa pers di Berlin pelakn ini, menggambarkan sikap pemerintah Jerman 'mengejutkan'.


Kepada wartawan Senin (27/8), Muentefering mengatakan bahwa masih banyak yang harus dilakukan pemerintah Jerman terkait masa penjajahannya.

Pada 2016, pemerintah Jerman menyatakan akan mengeluarkan permintaan maaf resmi sebagai bagian dari hasil pembicaraan dengan pemerintah Namibia, untuk menuntaskan luka akibat kebrutalnnya selama penjajahan di Afrika Selatan Barat saat itu.

Meski Berlin mengakui kengerian yang dilakukan tentara kekaisaran waktu itu, pemerintah Jerman hingga kini menolak untuk membayar dana reparasi langsung. Alasannya, Jerman telah menggelontorkan dana bantuan senilai ratusan juta euro kepada Namibia sejak negeri itu merdeka dari Afrika Selatan pada 1990, 'untuk kepentingan semua rakyat Namibia'.

Marah dengan sikap Berlin, wakil dari suku Herero dan Nama mengajukan gugatan class action terhadap Jerman di Pengadilan Amerika Serikat, menuntut reparasi. Mereka juga ingin agar diikutsertakan dalam negosiasi antara pemerintah Jerman dan Namibia. Pengadilan New York belum memutuskan apakah akan menggelar sidang pemeriksaan atas gugatan tersebut.

Pembantaian suku Herero dan Nama berawal dari kemarahan mereka atas perampasan tanah, ternak dan penculikan wanita-wanita yang dilakukan para pemukim Jerman pada 1904. Pemberontakan Herero saat itu menewaskan 100 warga Jerman. Orang-orang Nama lalu ikut memberontak pada 1905.

Untuk menumpas pemberontakan, Jenderal Lothar von Trotha meneken 'perintah pemusnahan' yang berujung pada kematian lebih dari 60 ribu warga Herero dan 10 ribu orang Nama. Sebagian tewas karena dibunuh, ada pula yang meninggal di penjara karena kelaparan. Puluhan orang dipenggal setelah meninggal, tengkoraknya dikirim ke para peneliti di Jerman untuk membuktikan superioritas orang kulit putih Eropa.

Penelitian yang dilakukan Profesor Jerman, Eugen Fischer pada tengkorak dan tulang belulang mereka lalu menghasilkan teori yang digunakan Nazi untuk menjustifikasi pembunuhan warga Yahudi.

Proses serah terima Rabu merupakan yang ketiga kalinya Jerman memulangkan jasad korban pembantaian ke Namibia. Sebelumnya terjadi pada 2011 dan 2014.





Credit  cnnindonesia.com