Kamis, 12 Juli 2018

Temui Vladimir Putin, Israel Ingin Usir Iran dari Suriah



Tentara Israel berdiri di atas tank di Dataran Tinggi Golan dekat perbatasan Israel dengan Suriah.(REUTERS)
Tentara Israel berdiri di atas tank di Dataran Tinggi Golan dekat perbatasan Israel dengan Suriah.(REUTERS)

CB, Jakarta - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dijadwalkan bertemu dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin, pada Rabu 11 Juli, di tengah ketegangan atas keberadaan pejuang yang didukung Iran di Suriah. Dilaporkan Times of Israel, 11 Juli 2018, pertemuan dijadwalkan beberapa hari setelah Israel dituduh Suriah melakukan serangan udara di pangkalan udara Suriah dekat Homs yang diduga digunakan oleh milisi Iran dan pejuang Syiah lainnya.

Israel dalam beberapa hari terakhir juga fokus untuk menjaga pejuang Suriah keluar dari zona demiliterisasi di perbatasan Golan yang diduduki oleh Israel. Pasukan yang setia kepada Presiden Suriah Bashar Assad dan didukung oleh kekuatan udara Rusia telah mengambil alih kantong terakhir perlawanan pemberontak di Suriah selatan.Pada Selasa, Netanyahu bertemu dengan utusan khusus Putin di Timur Tengah, Alexander Lavrentiev dan Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Vershinin di Yerusalem untuk membahas perkembangan regional.
Dalam pertemuan tersebut, Netanyahu menegaskan kembali posisi Israel bahwa negara itu tidak akan mentoleransi kehadiran militer Iran atau proksinya di mana saja di Suriah dan bahwa Suriah harus mematuhi gencatan senjata 1974.

Tentara Israel berjalan di unit artileri di perbatasan dengan Suriah di Dataran Tinggi Golan pada 27 Januari 2015.[REUTERS/Baz Ratner]
Pasukan Bashar al-Assad yang didukung Rusia telah merebut Suriah barat daya dan jalur menuju Quneitra, sebuah distrik yang dikuasai pemberontak yang membatasi perbatasan Dataran Tinggi Golan dengan Israel. Ini meningkatkan kekhawatiran Israel bahwa Assad akan mencoba untuk menempatkan pasukannya di sana dan melanggar kesepakatan demiliterisasi U.N. 1974 tentang Golan.
Menteri Pertahanan Israel, Avigdor Lieberman, meningkatkan ancaman untuk menggunakan kekuatan bersenjata jika pasukan Damaskus melangkah lebih jauh.
"Setiap tentara Suriah yang akan berada di zona demiliterisasi akan terancam," kata Lieberman, seperti dilansir dari Reuters.
Namun pernyataan Lieberman tampaknya memberi isyarat bahwa Assad akan mendapatkan kembali kendali atas sisi Suriah dari Golan.
Ketika ditanya apakah perbatasan Quneitra akan dibuka kembali di bawah gencatan senjata yang diawasi PBB antara Israel dan Suriah, dan apakah kedua musuh lama itu dapat membangun semacam hubungan baik, Lieberman menjawab, "Saya rasa kita jauh dari itu, tetapi kami tidak mengesampingkan apa pun. ”
Pernyataan ini bisa menunjukkan pendekatan yang lebih terbuka untuk Assad menjelang pembicaraan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Suriah dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskow.
Sementara Presiden AS Donald Trump dilaporkan mempertimbangkan membuat kesepakatan dengan Suriah saat bertemu Presiden Rusia, Vladimir Putin selama pertemuan 16 Juli di Helsinki, Finlandia.

"Akan bijaksana [bagi AS] untuk melindungi kepentingan yang tersisa di Suriah sebelum terlambat," tulis pernyataan Foreign Policy, sebuah publikasi media yang membahas kebijakan global, seperti dilansir dari IRNA."Apa yang disebut mengusir Iran dari Suriah masih tidak jelas, tetapi tanpa mengerahkan militer di Suriah , yang tampaknya Trump tidak ingin lakukan, tentu akan sulit dilakukan. Tujuan ini harus diwujudkan di meja perundingan. Mengusir Iran sepenuhnya dari Suriah adalah sebuah mimpi," lanjut pernyataan Foreign Policy di situsnya.



Credit  sindonews.com